PORTAL KAJIAN ISLAM KONTEMPORER: Memadukan Wahyu dan Nalar Sehat Menuju Keseimbangan Hidup. "Banyak orang terjerumus karena menilai kebenaran dari SIAPA yang mengatakan, bukan dari APA yang dikatakan"

Menuntut Ilmu itu Pilihan






Pada dasarnya menuntut ilmu itu hukumnya atau sifatnya adalah pilihan, bukan kewajiban. Karena menuntut ilmu itu sesungguhnya merupakan
kebutuhan bagi manusia. Kewajiban menuntut ilmu atas setiap muslim pada khususnya dan bahkan manusia pada umumnya sebagaimana disebutkan dalam hadist tersebut sesungguhnya bersifat das solen atau ideal. Karena bagaimana mungkin "menuntut ilmu" yang merupakan bagian dari "hidup dan kehidupan" ditetapkan sebagai wajib hukumnya, sedangkan "hidup dan kehidupan" itu sendiri pada hakikatnya merupakan sebuah pilihan sebagaimana disebutkan dalam Alquran.

وَهَدَيْنَاهُ النَّجْدَيْنِ

Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan

Al-Balad 10

Dalam ayat tersebut disebutkan bahwa Tuhan "menyodorkan" dan menyediakan dua (jurusan) jalan, yakni jalan menuju kesesatan dan keburukan serta jalan menuju kebenaran dan kebajikan. Manusia "dipersilakan" dan dibebaskan untuk memilih. Faktanya memang demikian.

Kendati demikian sesungguhnya Islam sangat menjunjung tinggi dan menghargai ilmu pengetahuan. Dengan menuntut atau mencari ilmu (طلب العلم) maka orang akan memiliki ilmu (pengetahuan) atau biasa disebut alim, ulama, ahli ilmu, atau cerdik pandai. Untuk menuntut ilmu, pintu gerbang pertama dan utama yang harus dilalui adalah membaca, menyimak dan meneliti (research) sebagaimana diajarkan dalam ayat pertama turunnya Alquran.

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan

Al'Alaq 1

Sebagai wujud dari apresiasi terhadap ilmu Allah swt mengangkat derajat orang yang memiliki ilmu (pengetahuan) di sisiNya beberapa tingkat di atas orang-orang lain (yang tidak memiliki ilmu pengetahuan).

يَرْفَعِ اللَّـهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ

..niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat..

Mujadilah 11

Sehingga kemudian Nabi Muhammad saw menambahkan dan menjelaskan bahwa menuntut atau mencari ilmu (tholabul ilmi, atau mencari ilmu) itu merupakan kewajiban atas setiap muslim dan muslimah.

طلب العلم فريضة على كلّ مسلم و مسلمة

Menuntut ilmu itu hukumnya wajib bagi muslimin dan muslimat. (HR Ibnu Majah & Abdil Bari)

اطلب العلم من المهد الى الّلهد

Carilah ilmu sejak mulai dari buaian hingga liang lahat. (HR Muslim)

Bahkan kewajiban untuk menuntut ilmu tersebut ditekankan bila perlu ditempuh sekalipun harus sampai ke negeri China. Untuk sekadar catatan bahwa ukuran jarak antara tanah jazirah Arab dan negeri Cina pada masa itu, selain dirasa sangat jauh juga ketersediaan fasilitas transportasi yang masih sangat ketinggalan, seperti onta atau paling banter kuda. Selain itu perlu ditambahkan bahwa memasuki awal tahun 2020 untuk pertama kali dalam sepanjang sejarah manusia terjadi wabah penyakit yang ditimbulkan oleh covid-19 (corona virus diseases). Virus tersebut berjangkit awalnya dari Wuhan, sebuah kota di China, yang kemudian menyebar dan menular secara cepat dan luas ke hampir seluruh penjuru dunia, sehingga oleh WHO, organisasi kesehatan PBB, dinyatakan sebagai pandemi.


Definisi dan Pengertian Ulama



Di samping itu, dalam kegiatan menuntut ilmu atau biasa disebut proses belajar-mengajar tentu selalu melibatkan dua subyek sebagai pelaku, yakni murid dan guru atau khusus dalam bidang agama disebut ulama. Hanya saja, hasil penelusuran definisi ulama vis a vis orientalis adalah khusus mereka yang mendalami dan mempercayai ilmu Alquran sepertinya kurang tepat. Seharusnya syarat utama yang diperlukan a tara ulama dan orientalis adalah kejujuran (bukan pada percaya atau tidak percaya pada objek kajian, dalam hal ini Alquran), baik sebagaimana diperlihatkan oleh ulama Bani Israel itu maupun standar kode etik keilmuan pada umumnya. Pertanyaannya, apakah ulama yang dikategorikan sebagai pemilik ilmu itu lantas tidak (lagi) mendapat beban kewajiban untuk menuntut ilmu? Jawabannya sudah pasti dan tentu saja tidak. Karena kalau ulama dikategorikan dan dinilai sebagai subyek yang tidak (lagi) berkewajiban untuk menuntut ilmu, maka logikanya ia dianggap telah mencapai tingkat paripurna dalam ilmu. Sesuatu "hil yang mustahal" jika merujuk pada ayat berikut.

قُل لَّوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِّكَلِمَاتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَن تَنفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَدًا

Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)"

Al-Kahfi 109

Bila demikian, maka logikanya dan pengertian yang perlu digarisbawahi adalah bahwa dalam konteks kewajiban dan proses mencari ilmu tidak ada perbedaan tingkat atau derajat antara murid dan guru, atau santri dan ulama. Kedua-duanya sedang dan terus belajar dalam menuntut ilmu. Selain itu ada satu hal mendasar yang juga patut diingat bahwa di atas semua itu ilmu pengetahuan yang telah diraih dan dimiliki tak akan berguna dan bermanfaat serta berarti apa-apa apabila tidak diamalkan dan atau dibagikan kepada orang lain yang memerlukan, sebagaimana disebutkan dalam sebuah adagium berikut.

العلم بلا عمل كشجرة بلا ثمر

Ilmu (pengetahuan) yang tidak diamalkan (diberdayakan) laksana sebatang pohon yang tidak dapat mengeluarkan buah

Demikian tinggi serta pentingnya kedudukan dan peran ilmu itu sehingga dapat mengubah status hukum atas perilaku yang buruk dan batil menjadi sah bahkan dianjurkan. Sebagaimana diketahui bahwa rasa iri hati, dengki, dan hasad itu merupakan sifat dan perangai yang sangat dicela dan dikecam sekaligus dilarang dalam Islam. Namun merasa iri dan dengki kepada orang lain yang memiliki ilmu kemudian mengamalkan untuk kemaslahatn sesama dan atau membagikannya kepada orang lain yang memerlukan itu tidak dicela dan tidak dilarang. Demikian pula merasa iri hati dan cemburu kepada orang kaya harta yang banyak disedekahkan kepada orang lain yang membutuhkan untuk tujuan kebajikan bukanlah merupakan sikap dan perbuatan yang tercela serta dilarang dalam agama.

Mengapa demikian penting ilmu pengetahuan bagi manusia? Karena dengan berbekal ilmu pengetahuan, maka akan membawa manusia masuk ke pintu gerbang keberhasilan, baik di dunia maupun di akhirat kelak, sebagaimana disebutkan dalam sebuah Hadis.

من اراد الدّنيا فعليه بالعلم ومن ارادلاخة فعليه بالعلم ومن ارادهما فعليه بالعلم

Barang siapa yang menginginkan kehidupan dunia, maka ia harus memiliki ilmu, dan barang siapa yang menginginkan kehidupan akhirat maka harus dengan ilmu, dan barang siapa yang menginginkan keduanya maka itupun harus dengan ilmu (HR Thabrani)


Bacaan: Pengertian ruh


Posting Komentar