PORTAL KAJIAN ISLAM KONTEMPORER: Memadukan Wahyu dan Nalar Sehat Menuju Keseimbangan Hidup. "Banyak orang terjerumus karena menilai kebenaran dari SIAPA yang mengatakan, bukan dari APA yang dikatakan"

Tafsir Alquran Maudhui-Tahlili




Alquran sebagai petunjuk dan sumber utama ajaran Islam dapat diibaratkan sebagai sebuah hidangan makanan. Dalam menyantap suatu hidangan tak jarang atau hal yang lumrah bila orang yang (masih) awam dengan hidangan tersebut kadang-kadang (harus) memerlukan bantuan dari orang yang sudah lebih dahulu mengetahui bagaimana cara menyantapnya. Lebih-lebih ketika orang hendak mengetahui dan memahami kandungan isi Alquran yang demikian luas dan dalam, baik yang tersurat dan tersirat maupun kesan yang ditinggalkan, maka wajarlah bila diperlukan suatu bimbingan. Dari sinilah kemudian muncul berbagai kajian tafsir Alquran yang menjadi pusat perhatian dan sebagai sumber penelitian serta telaah dari bermacam disiplin ilmu yang tak pernah habis. Sehingga dari sana pula lahir jutaan jilid buku dari generasi ke generasi, sesuai dengan kemampuan, minat, kebutuhan, kecenderungan dan sudut pandang masing-masing.

Wawasan Tafsir Alquran Tematik



Sejauh ini untuk menyajikan kandungan isi dan pesan-pesan Alquran para ahli telah menempuh banyak cara atau metode (manhaj). Namun secara garis besar metode tersebut dapat dikategorikan menjadi dua macam, yakni (1) “tahlili” atau “tajzi-i”, dan (2) “maudhui” atau “tauhidi” atau biasa disebut tematik. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa metode “tahlili” adalah suatu teknik penyajian sesuai dengan atau mengikuti urutan ayat demi ayat dan surat demi surat dalam Alquran. Teknik penyajian seperti ini dapat diibaratkan sebagai hidangan prasmanan. Para “tamu”, meminjam istilah Prof Quraish Shihab, boleh atau dapat memilih menu yang disukai dan atau diperlukan. Hanya saja, bagi orang yang sibuk dan ingin cepat mendapatkan informasi, sudah tentu metode ini kurang tepat atau kurang diminati. Sedangkan metode “maudhui” (tematik) adalah teknik penyajian berdasarkan tema yang dipilih oleh penyaji, bisa dalam bentuk pilihan surat atau pilihan topik bahasan tertentu, layaknya sebuah hidangan dalam kotak. Sebagai contoh misalnya, buku karya tulis Guru Besar Univeristas Al-Azhar, Mesir “Al-Bidayat fi Al-Tafsir Al-Maudui” oleh Al-Farmawi dan “Al-Futuhaat Ar-Rabbaniyah” oleh Al-Husaini Abu Farhah. Dalam waktu beberapa tahun terakhir ini, seorang dosen Fisika Universitas Gajah Mada bernama Agus Mustofa melalui studi kepustakaan dibarengi dengan studi empiris secara khusus berupaya menggali dan mengungkapkan rahasia di balik ayat-ayat Alquran terkait dengan berbagai temuan gejala atau fenomena alam di dalam kegiatan penelitian yang dilakukan di mana ia mengajar. Hasilnya kemudian dituangkan dan dipublikasikan dalam bentuk puluhan seri buku yang cukup menarik perhatian dan mendapat apresiasi dari banyak kalangan terutama dari kalangan angkatan muda terpelajar.

Permasalahan



Buku-buku Tafsir Alquran mainstream kebanyakan merupakan kajian akademik dengan metode deduktif kesannya serius dan kaku, sehingga seringkali dirasakan melelahkan bahkan membosankan, akibatnya menjadi kurang menarik. Kendati telah “disiasati” dengan bungkus ataupun kemasan judul kontemporer, seperti misalnya “Membumikan Alquran” atau “Wawasan Alquran” karya Prof Quraish Shihab, akan tetapi dari segi isinya “wajah asli” sebagai sebuah kajian ilmiah itu tetap saja tidak dapat “disembunyikan” atau ditutupi. Akibatnya cakupan sebarannya tidak cukup dapat menjangkau kelompok sasaran yang lebih luas dan bervariatif, di luar kalangan akademisi dan profesional yang jumlahnya relatif terbatas.
Tafsir Alquran secara umum dimaksudkan sebagai upaya untuk memahami Alquran dan menguraikan maknanya, memperjelas makna tersebut sesuai dengan tuntutan nash atau adanya isyarat yang mengarah kepada penjelasan tersebut atau dengan mengetahui rahasia terdalam yang tersirat di balik yang tersurat. Untuk menafsirkan Alquran sejauh ini para ahli tafsir (mufassir) mensyaratkan dimilikinya seperangkat ilmu alat, seperti ilmu bahasa dan susastra (Arab), usul fiqh, ilmu qiraa'at, asbab nuzul, dan nasakh-mansukh. Namun dalam perkembangannya, tidak ada suatu sistem atau aturan positif yang menghalangi seseorang dalam mencoba memahami Alquran dengan cara atau sudut pandang masing-masing sesuai dengan kemampuan pemikiran masing-masing, meski tidak memiliki atau ditunjang seperangkat ilmu alat yang seharusnya dimiliki, seperti contohnya tafsir Alquran yang disusun oleh Agus Mustofa, seorang dosen dan peneliti di UGM  Yogya sebagaimana disebutkan di atas.

Maksud dan Tujuan



Dengan mengamati dan memperhatikan berbagai hal dan kenyataan tersebut di atas maka kegiatan penulisan ini dimaksudkan untuk mengisi celah kebutuhan sumber bacaan agama khususnya Tafsir Dirayah Alquran, yakni tafsir Alquran melalui ijtihad akal pikiran dan nalar sehat atau filsafat, di samping tafsir dari perspektif fiqih atau sain seperti dilakukan Agus Mustofa dari UGM, dengan mendayagunakan dan mengerahkan seluruh kemampuan ilmu yang dimiliki, guna mencapai hasil penafsiran yang memadai, sesuai atau paling tidak mendekati apa yang dikehendaki ataupun dimaksudkan suatu ayat. Metode yang dianut dan digunakan adalah mengkombinasikan antara metode tahlili dan maudhui melalui pendekatan deduktif dengan teknik penyajian yang terkadang dan mungkin dianggap 'nyeleneh'. Dengan metode tersebut kiranya dapat lebih mengena dan dipahami khususnya oleh generasi milenial yang memang sedang berada pada fase kognitif dan eksploratif, selain tentu saja untuk umat muslim pada umumnya. Sebagai contoh, da’i sejuta umat, Zainuddin MZ menggunakan ungkapan dan istilah  “Tuhan tidak akan berhenti menjadi tuhan hanya karena atau sekalipun seluruh umat manusia tidak mau menyembahNya” ketika menafsirkan atau memahami ayat-ayat Alquran dalam surat Ibrahim berikut.

وَقَالَ مُوسَىٰ إِن تَكْفُرُوا أَنتُمْ وَمَن فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا فَإِنَّ اللَّـهَ لَغَنِيٌّ حَمِيدٌ

Dan Musa berkata: "Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari (nikmat Allah) maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji"

Ibrahim 8

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّـهِ وَاللَّـهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ

Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji

Fathir 15

اللَّـهُ الصَّمَدُ

Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu

Al-Ikhlas 2

Cara demikian mungkin oleh sebagian kalangan bisa dianggap “urakan” bahkan cenderung tidak beretika. Pada kesempatan lain dengan gaya kelakarnya yang khas ia menyatakan bahwa “Saya lebih memilih berhenti menjadi mubaligh jika beristeri lebih dari satu itu diharamkan” untuk menjelaskan dan menunjukkan sikap serta pandangannya tentang poligami. Sejauh ini tidak ada yang mempersoalkan cara-cara demikian karena pada dasarnya secara substansial pernyataan tersebut memang benar adanya.
Adapun tujuan dari kegiatan penulisan ini adalah turut mengambil bagian dalam upaya untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa dengan terus mengumandangkan syiar dan memperluas dakwah Islam yang merupakan kewajiban setiap muslim sekaligus merupakan muara dari segala kegiatan pengembangan ilmu agama Islam pada umumnya dan tafsir Alquran pada khususnya. Sebagai catatan sekaligus perbandingan dapat disebutkan sebuah fakta sejarah tentang keberhasilan metode dan strategi dakwah para Wali Songo yang sangat melegenda dan fenomenal, khususnya Sunan Kalijaga yang menggunakan pendekatan budaya dan metode induktif, sehingga dalam tempo yang relatif tidak lama Islam berhasil masuk di Tanah Jawa dan diterima secara damai, sekalipun berhadapan dengan masyarakat yang telah berabad-abad sebelumnya memeluk agama Hindu dan Budha.

Silakan simak:
Prinsip Tafsir Tematik

Posting Komentar