Sekitar Eksekusi Pancung TKI di Arab Saudi, Aksi Bela Ulama, dan Kritik Amien Rais
1. Arab tidak sama atau identik dengan Islam dan demikian pula sebaliknya.
Pemerintah Arab Saudi yang notabene normatif menerapkan syariat Islam, dalam praktiknya belum tentu sesuai dengan tuntunan akhlak Islam. Pelaksanaan eksekusi tanpa notifikasi kepada pemerintah Indonesia, khususnya kepada pihak keluarga terhukum, ditambah perlakuan terhadap jenazah
terhukum tidak dipulangkan atau diserahkan kepada pihak keluarga, bahkan dikubur dengan cara mengecor dengan beton semen, sungguh menunjukkan tindakan yang jauh dari alih-alih sikap persaudaraan sesama muslim bersahabat pun tidak. Kebenaran dan keagungan nilai ajaran Islam tidak diukur dari asal kebangsaannya, apakah dia Arab, Indonesia, Cina atau bangsa lain. Contoh lain adalah Gubernur DKI Anies yang menutup jalan umum untuk keperluan menampung dan berdagang bagi empat ratusan pedagang kaki lima atau PKL, dengan dalih merangkul rakyat kecil,jumlahnya atau kemampuan ekonominya tidak jelas, seraya mengorbankan rakyat kecil lainnya.
Kejadian tersebut sekaligus merupakan salah satu bukti dari observasi dan sebuah thesis bahwa kekuasaan di tangan penguasa muslim cenderung sewenang-wenang dan mentang-mentang (berkuasa). Thesis tersebut memang masih perlu diuji dalam penelitian lebih lanjut.
terhukum tidak dipulangkan atau diserahkan kepada pihak keluarga, bahkan dikubur dengan cara mengecor dengan beton semen, sungguh menunjukkan tindakan yang jauh dari alih-alih sikap persaudaraan sesama muslim bersahabat pun tidak. Kebenaran dan keagungan nilai ajaran Islam tidak diukur dari asal kebangsaannya, apakah dia Arab, Indonesia, Cina atau bangsa lain. Contoh lain adalah Gubernur DKI Anies yang menutup jalan umum untuk keperluan menampung dan berdagang bagi empat ratusan pedagang kaki lima atau PKL, dengan dalih merangkul rakyat kecil,jumlahnya atau kemampuan ekonominya tidak jelas, seraya mengorbankan rakyat kecil lainnya.
Kejadian tersebut sekaligus merupakan salah satu bukti dari observasi dan sebuah thesis bahwa kekuasaan di tangan penguasa muslim cenderung sewenang-wenang dan mentang-mentang (berkuasa). Thesis tersebut memang masih perlu diuji dalam penelitian lebih lanjut.
2. Muslim tidak sama atau identik dengan Islam dan demikian pula sebaliknya.
Pendapat tersebut pertama kali ditemukan dan dikemukakan oleh Mohammed Arkoun, seorang Guru Besar Ilmu Sejarah di Universitas Sorbone, Paris, Prancis. Pada awalnya dalam studi penelitiannya ia menemukan bahwa apa yang berabad-abad dikenal dan disebut sebagai Sejarah Islam selama ini sesungguhnya merupakan dan lebih tepat dikategorikan sebagai Sejarah (umat) Muslim. Sedangkan Sejarah (pemikiran) Islam sendiri menurutnya, hingga kini belum pernah dilakukan penelitian dan dibuat atau disusun. Sehingga dengan demikian harus dibedakan antara Islam yang mutlak kebenarannya dengan kebenaran (pemahaman) muslim [sebagai manusia] yang relatif [nisbi]. Sebagai konsekuensi lebih lanjut dari pengertian tersebut adalah seruan dan ajakan untuk melakukan aksi bela ulama, sebagai contoh misalnya pada kasus Habib Rizieq, apalagi hanya ditujukan pada sosok atau figur seseorang, sesungguhnya sama sekali tidak berdasar bahkan menyimpang dari ajaran akhlak untuk menghormati ulama sebagai keahlian. Karena pada dasarnya, kesucian dan kebenaran Islam tidak akan pernah terganggu oleh [cara] apapun atau siapapun yang ingin mencoba mengusik atau merusaknya. Bukankah dalam satu ayat dalam Alquran bahkan menantang kepada siapapun untuk menandingi kebenaran wahyu tersebut?
وَإِن كُنتُمْ فِي رَيْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِّن مِّثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُم مِّن دُونِ اللَّـهِ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ
Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Alquran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar
Al-Baqarah 23
3. Amien Rais menyebut "Jokowi bagi-bagi sertifikat" sebagai pengibulan dan membohongi rakyat. Bahkan lebih jauh malah dianggap dan dikatakan sebagai memberikan peluang bangkitnya kembali PKI, karena Jokowi membagi-bagikan sertifikat tanah [negara] yang jumlahnya sekitar 26%, sementara Jokowi dituduh melakukan pembiaran terhadap tanah yang jumlahnya 74% dan dimiliki oleh kelompok kecil tertentu [maksudnya Cina].
Gugatan tersebut bisa jadi terbalik. Bukankah kalau begitu dialah yang mengibuli rakyat yang "minim literasi", atau pura-pura tidak tahu tentang program "Land Reform" yang diperjuangkan PKI dan kala itu ditolak oleh kelompok Islam, khususnya para alim ulama NU, karena pada prinsipnya program tersebut dinilai dan diduga sebagai upaya untuk membatasi [jumlah] kepemilikan tanah bagi semua warga negara. Dan logikanya, kalaupun benar pemerintahan Jokowi melakukan pembiaran terhadap sekelompok kecil cukong untuk menguasai tanah yang jumlahnya mencapai 74% itu, maka kebijakan tersebut (tanpa didukung data) justru berlawanan bahkan bertentangan dengan konsep dan cita-cita PKI saat itu. Bagaimana dia [Jokowi] bisa dituduh memberi peluang kebangkitan PKI, jika data dan fakta penopangnya saling bertentangan?
Berkaitan dengan hal tersebut Alquran telah mengingatkan.
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya (mengenai hal tersebut)
Al-Israa 36
Supaya menjadi (lebih) jelas, silakan simak: membaca-ulang-manifesto-komunis