Perbedaan utama dan mendasar antara manusia dan makhluk hidup lain adalah manusia memiliki akal pikiran, sedangkan makhluk hidup lainnya hanya memiliki instink. Bagi manusia yang menginginkan dan menghendaki keselamatan serta kebahagiaan hidup tidak cukup sekadar menggunakan akal pikiran, tetapi
Tampilkan postingan dengan label Humaniora. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Humaniora. Tampilkan semua postingan
September 12, 2020
Agustus 27, 2020
Somasi Terakhir Kemelut Keluarga Lebo-Kendal
Sejauh ini Pulung (diikuti Rimbun) selalu menggunakan paradigma dan pendekatan hukum, hukum dunia dan hukum buatan manusia. Bahkan secara langsung atau tidak langsung aku digiring untuk menyelesaikan perkara pengelolaan dan pemanfaatan tunjangan dana pensiun mbhTiman dengan membawa ke ranah hukum. Maka apa boleh buat, aku
Agustus 08, 2020
Solusi Terhormat Kemelut Keluarga Lebo-Kendal
Personifikasiku dalam
triwikrama
Proposal
Risalah penting ini perlu dan sengaja dituangkan dalam blog ini, karena selain (1) isinya cukup panjang, (2) juga akan menjadi bagian penting dalam upaya untuk pendokumentasian dan penulisan naskah roman sejarah desa Lebo, (3) di mana keluarga Kendal merupakan bagian tak terpisahkan dari keseluruhan naskah tersebut. Tulisan ini merupakan tanggapan penulis (Zaerudy)
Juli 22, 2020
Milestone Keluarga Lebo-Kendal
Beruang induk dan anaknya
Berikut ini adalah testimoni tulisan tangan dari Marhaeniwati selaku adik ipar kepada Zaerudy selaku kakak ipar menunjukkan dan menggambarkan suasana batin, kedekatan hati dan ketulusan jiwa dalam hubungan antara kedua insan tersebut.
Halaman 1
Sambungan
Halaman 2
Sambungan
Halaman 3
Sambungan
Dalam lika-liku perjalanan hidup Zaerudy dan Sri Pandamyatie dimulai semenjak tahun 1974 tercatat dua peristiwa penting yang merupakan milestone, atau tonggak sejarah dan dapat dikatakan ikut menjadi faktor determinan bagi arah perjalanan hidup keluarga Marhaeniwati ke depan. Mengingat kebetulan anak-anak sekarang sudah pada pandai berhitung, maka untuk sekadar sebagai gambaran “magnitude” dukungan atau “subsidi” dari keluarga Zaerudy kepada keluarga Marhaeniwati, secara matematisnya dapat diuraikan sebagai berikut.
- Tidak ingat persisnya, sekitar tahun 1977 Marhaeniwati datang ke rumah kontrakan di bilangan Jl Sahardjo, Manggarai, Jakarta Selatan, meminta bantuan kepada Zaerudy dan mengajak patungan untuk membeli rumah di Gg Mataram, Kendal, yang hingga sekarang ditempati keluarga Kendal. Kalau tak salah harga jadinya waktu itu sebesar Rp550.000,-. Zaerudy menyanggupi dan dapat mengusahakan hanya sebesar Rp350.000,-. Harga emas 24 karat tahun itu tercatat sebesar Rp2.500,- per gram. Sehingga jika dikonversikan dengan emas, maka uang sebesar Rp350.000,- itu sama dengan 350.000:2.500= 140 gram.
- Lagi-lagi tidak ingat persisnya, sekitar tahun 1990-an uang Rp350.000,- itu dikembalikan sebesar Rp500.000,- atau sama dengan 40 gram emas dengan harga emas 24 karat tahun itu tercatat Rp12.500,- per gram. Dengan demikian sebenarnya terdapat selisih nilai yang tidak atau belum dikembalikan sebanyak 140-40= 100 gram. Dan dengan harga emas saat ini Rp750.000,- per gram, maka jumlah totalnya sama dengan 100 x Rp750.000,-= Rp75.000.000,-.
- Atau bisa juga dengan cara matematika lain yang lebih proporsional dan rasional, yaitu berdasarkan nilai harga jual tanah pada tahun itu, katakanlah Rp30.000 per meter persegi. Maka total nilai jual tanah adalah sebesar 300x30.000= Rp9.000.000,-. Sehingga bagian bantuan atau kontribusi uang pembelian tanah sebesar Rp350.000 dari total harga tanah sebesar Rp550.000 tersebut secara proporsional nilainya adalah 350.000:550.000x9.000.000=5.727.200. Dan jika dinilai dengan harga emas waktu itu sama dengan 5.727.200:12.500= 458 gram. Sedangkan uang pengembalian sebesar Rp500.000,- jika dinilai dengan harga emas waktu itu sama dengan 500.000:12.500= 40 gram. Sehingga masih terdapat selisih yang tidak atau belum dikembalikan adalah sebanyak 458-40= 418 gram atau dengan harga emas sekarang Rp750.000,- per gram sama dengan (418 x 750.000)= Rp343.600.000,-. Perhitungan tersebut hingga postingan ini ditulis dapat dianggap sebagai nilai "subsidi" matematis dari keluarga Zaerudy ke keluarga Mutono.
- Perhitungan tersebut belum termasuk berkurangnya anggaran pengeluaran bagi keluarga Kendal untuk membayar sewa rumah setiap bulan yang sebelumnya masih menjadi “kontraktor” di rumah mbah Ti. Sementara dalam waktu yang sama Sri Pandamyatie di Jakarta masih harus menempati rumah kontrakan hingga tahun 1980.
- Terhitung sejak mbah Kusmari (mbah Timan) diajak tinggal bersama Sri Pandamyatie di Jakarta, uang pensiun beliau sepenuhnya “dikelola” oleh Marhaeniwati. Mungkin karena saking tulus dan ikhlasnya, Sri Pandamyatie sendiri tidak pernah melihat ataupun berniat untuk mengetahui berapa besar jumlah uang pensiun tersebut yang diterima setiap bulannya. Sementara biaya hidup mbah Timan selama 4 tahun bermukim di Jakarta hingga wafat sepenuhnya ditanggung oleh Zaerudy berdua.
Sebut saja uang pensiun itu diasumsikan sebesar Rp150.000,- per bulan, maka total jumlah pensiun selama 4 tahun adalah 150.000 x 48 = 7.200.000. Jika dinilai dengan harga emas 24 krt pada waktu itu Rp12.500 per gram, maka nilainya sama dengan 7.200.000:12.500=576 gram atau jika dinilai dengan harga emas sekarang sama dengan 576 x 750.000= Rp432.000.000.
Ketika meninggal dunia mbah Kusmari meninggalkan 4 (empat) buah cincin yang keempatnya telah dibagikan kepada kedua anaknya masing-masing 2 (dua) buah. Ugani malah tidak kebagian karena jauh dan tidak pernah ikut merawatnya. Di samping itu, mbahTiman juga meninggalkan uang tunai sebanyak Rp400.000,- sudah habis untuk biaya pengurusan jenazah hingga selesai saat itu.
Catatan:
- Dalam kedua peristiwa tersebut, baik Mutono maupun Sri Pandamyatie, tidak terlibat secara langsung dan tidak mengikuti detail prosesnya. Allah Maha Mengetahui yang sebenarnya.
- Salah satu tanda anak salih-salihah dan berbakti kepada orang tua adalah meneruskan kebajikan yang pernah diajarkan dan ditanamkan oleh orang tuanya. Minimal tidak melakukan moral hazard.
- Di Jakarta ada sebuah tradisi bagus dalam prosesi pemakaman. Seusai jenazah disalatkan, dalam sambutan keluarga diumumkan jika ada pihak yang merasa masih memiliki urusan dengan si mayit, seperti utang piutang, janji dan atau lainnya, agar menghubungi pihak keluarga ahli waris untuk dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
- Kutipan hadist.
Dalam sebuah hadis Rasulullah menyebutkan nanti dihari kiamat akan ada orang-orang yang menghadap Allah dengan membawa amal yang begitu banyak namun justru ia termasuk orang-orang yang merugi, bahkan Rasullullah menyebutnya merugi. Nah mengapa dan siapakah mereka yang dimaksudkan oleh Rasullullah?
Dikisahkan, Rasulullah saw pernah berdiskusi dengan para sahabatnya tentang definisi orang yang merugi. "Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut?" tanya Rasulullah. Para sahabat berpendapat, orang bangkrut adalah mereka yang tidak mempunyai dirham maupun dinar. Ada juga yang berpendapat mereka yang rugi dalam perdagangan. Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang bangkrut dari umatku adalah mereka yang datang pada Hari Kiamat dengan banyak pahala shalat, puasa, zakat, dan haji. Tapi di sisi lain, ia juga mencaci orang, menyakiti orang, memakan harta orang (secara bathil), menumpahkan darah, dan memukul orang lain. Ia kemudian diadili dengan cara membagi-bagikan pahalanya kepada orang yang pernah dizaliminya. - Kedua milestone ini dimasukkan dalam rangkaian naskah Sejarah Desa Lebo (Simak: Sejarah Desa Lebo)
Bersambung: Proposal Solusi Terhormat
April 19, 2020
Dari Perang Peradaban ke Perang Kepercayaan
Di penghujung abad 20 lalu Alfin Toffler, seorang futuris alumni Harvard University berpendapat bahwa sejarah perkembangan umat manusia terbagi dalam tiga “langkah besar” atau gelombang, yang dikenal sebagai “Wave Theory”. Gelombang pertama dimulai 10.000 tahun lalu, yaitu sebuah fase tatkala manusia hidup secara nomaden dengan berburu lalu beralih hidup berkelompok dan lebih lama menetap di suatu tempat dengan bercocok tanam atau bertani (agriculture). Sejak saat itulah budaya mulai tumbuh dan berkembang. Menyusul kemudian gelombang kedua bersamaan dengan ditemukannya mesin uap pada abad ke-18 pasca Perang Sipil di Amerika Serikat, yang dikenal sebagai Revolusi Industri. Orang mulai meninggalkan profesi pertanian dan berduyun untuk bekerja di pabrik-pabrik di perkotaan. Inilah sebuah awal kebangkitan industri, dan memuncak pada saat meletus Perang Dunia II. Jika kedua gelombang tersebut lebih bertumpu atau mengandalkan pada “otot”, maka gelombang berikutnya lebih mendasarkan pada “otak”. Memasuki gelombang ketiga sebagaimana kita saksikan dan alami hingga hari ini, atau yang sering disebut sebagai Abad Teknologi Informasi (Information Technology), dunia mengalami lompatan fantastis dan spektakuler, kemajuan pesat tak terbayangkan pada beberapa dekade sebelumnya yang dianggap sudah mengalami perkembangan signifikan. Salah satu cirinya yang paling dominan menurut futuris itu adalah masyarakat dengan budaya materilistis-individualistis. Tuntutan kebebasan dan penegakan demokrasi di seluruh dunia semakin menguat.
Di Indonesia, lebih spesifik di tanah Jawa sebagai pulau paling banyak populasi penduduknya, perkembangan budaya dan peradaban juga bisa ditinjau melalui pendekatan “Wave Theory”. Gelombang pertama dimulai ketika berabad-abad sebelumnya masyarakat hidup dalam sistem kepercayaan animisme dan dinamisme disusul masuk dan berkembangnya agama Hindu (+Budha) di bumi Nusantara. Ajaran Hindu yang paling menonjol adalah pengakuan dan penerapan sistem kasta dalam masyarakat, di samping konsep budaya “adiluhung” yang sering diidentikkan dengan kehidupan keraton dengan budaya feodalismenya. Sebagian masyarakat Indonesia mungkin masih ingat salah satu ajaran kepemimpinan warisan budaya lama, yaitu “Hasta Brata” yang sempat dipopulerkan dan dijadikan pedoman kepemimpinan semasa pemerintahan Presiden RI ke-2 Soeharto. Sebuah ajaran yang mulia dan luhur, namun dalam praktiknya belum tentu seindah seperti yang digambarkan dalam konsep. Gelombang kedua terjadi dengan masuknya agama Islam ke bumi Nusantara. Ajaran pokok dari agama ini adalah kesamaan derajat di antara sesama manusia (di sisi Tuhan), sedangkan yang membedakan hanyalah perilakunya (ketakwaanya kepada Tuhan). Sebagaimana tercatat dalam sejarah, ajaran dan spirit inilah yang menjadi sumber energi dan motor penggerak utama bangsa Indonesia sehingga dapat mentas dari cengkeraman penjajah. Seiring dengan hadirnya gelombang ketiga di level dunia menurut teori Alfin Toffler, masyarakat Indonesia nampaknya telah terlalu jauh hanyut dan tenggelam dalam pengaruh materialisme dan individualisme. Kebebasan individu kerap dimaknai sebagai egoisme dan keserakahan tanpa batas. Pada tataran ini, kesediaan berkorban (tidak sama tetapi sebangun dengan kurban hewan seperti pada Hari Raya Iedul Adha) atau patriotisme menjadi satu barang langka dan mewah. Ditambah dengan budaya instan dan pragmatisme, maka lengkaplah sudah Indonesia menjadi lahan bagi tumbuh suburnya tindak pidana korupsi dan peredaran narkoba, yang tentu saja membuat kepentingan asing semakin bersorak sorai.
Di saat-saat akhir pemerintahan presiden RI ke-2 Soeharto, sebagai seorang mantan prajurit tempur ia sempat menyebut krisis moneter (ekonomi) yang dihadapi pemerintahannya saat itu sebagai “musuh tidak kelihatan”, menurutnya lebih sulit untuk dilawan dan ditaklukkan, dibandingkan dengan melawan sesama tentara di medan perang militer. Indonesia saat ini selain menghadapi medan “perang ekonomi”, tak kalah pentingnya adalah gempuran “peradaban gelombang ketiga”, yang bukan saja tidak tampak, tetapi sangat membius bagaikan agama baru (pseudo-agama). Kalau mengikuti hukum “ekuilibrium”, atau teori “tesis, antitesis, dan sintesis”, maka akan ada saatnya datang (calon) pemimpin yang mau dan mampu merenung (kontemplasi) dan mawas diri tentang di mana peta keadaan dan posisi negeri tercinta saat ini berada, agar kemudian dapat memilih jalan dan strategi diagnostik untuk memenangkan pertarungan di era “perang peradaban” ini. Sebab bila tidak, berapa banyak sudah negara-negara besar terdahulu semisal kerajaan nabi Sulaiman atau Babilonia, Firaun di Mesir, dan kekaisaran Romawi, termasuk Majapahit musnah dan terhapus dari peta bumi karena ulah penduduknya sendiri. Draft artikel ini ditulis pada masa awal era reformasi lalu. Indonesia bahkan dunia sekarang sedang dihadapkan pada dua ujian berat dan tantangan besar sekaligus yang belum pernah terjadi dan dialami sepanjang sejarah manusia. Periode ini bisa disebut sebagai gelombang keempat, yakni “virus” kepercayaan yang telah mengobarkan “perang kosmik” --penulis sendiri menyebut "perang kepercayaan (iman) "--disusul dengan serangan telak berjangkitnya wabah pandemi covid-19 yang melanda hampir seluruh dunia.
Menurut Reza Aslan dalam bukunya tersebut, perang kosmik adalah sebuah pertempuran mengerikan yang abadi, tidak akan menghasilkan kalah atau menang, melainkan hanya kehancuran bumi. Karena perang kosmik terjadi bukan untuk penguasaan atau perebutan atas tanah atau politik tetapi untuk dan atas nama identitas. Lebih lanjut dikatakan bahwa yang dipertaruhkan dalam perang kosmik adalah perasaan diri seseorang dalam suatu dunia abstrak tak menentu. Dalam peperangan seperti itu, kehilangan berarti kehilangan iman, dan itu artinya sesuatu hal yang tidak terpikirkan. Tidak ada kompromi dalam perang kosmik. Tidak ada negosiasi, tidak ada penyelesaian, tidak ada istilah atau kata menyerah.
Ketimpangan dan ketidakadilan yang membelenggu dunia pasca Perang Dunia II dan selama berlangsungnya perang dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat pada abad lalu mendorong Bung Karno untuk membentuk wadah baru yang disebut The New Emerging Forces, terdiri dari negara-negara berkembang yang notabene bekas jajahan negara Barat, namun akhirnya kandas di tengah jalan. Di tengah situasi dan kondisi sosial-politik dunia yang semakin karut marut dan cenderung "zero sum game" ini diperlukan kesediaan dan sikap arif dari semua pihak untuk menemukan dan membentuk tatanan baru dunia yang lebih adil dan beradab di atas landasan kemanusiaan yang universal guna menyelamatkan bumi dari kehancuran peradaban.
April 02, 2020
Kisah di Balik Covid-19 dan Trifeet
Gambaran situasi sebagian besar belahan bumi akibat keganasan covid-19 saat ini nyaris mirip dengan novel fiksi dalam buku berbahasa Inggris berjudul "Trifeet" (1970-an).
Kisah novel berawal dari jatuhnya sebuah meteor misterius di sebuah wilayah terpencil di India jelang siang hari. Meteor tersebut ketika memasuki atmosfir memancarkan cahaya biru terang yang telah menyinari hampir sebagian besar permukaan planet bumi. Pancaran cahaya tersebut dalam sekejap telah merusak retina mata manusia, sehingga membuat semua orang di berbagai belahan bumi yang kebetulan melihat pancaran cahaya itu menjadi buta. Tidak banyak orang yang selamat dari kebutaan itu, kecuali hanya sedikit orang saja yang kebetulan saat itu sedang dirawat di Rumah Sakit karena menderita sakit mata dalam keadaan ditutup plester atau kain verban atau berada di ruang kedap cahaya.
Dalam waktu yang sama, pancaran cahaya meteor tersebut rupanya juga telah merangsang tumbuhnya serbuk bibit tumbuhan perdu sejenis bunga kecubung yang belakangan baru diketahui telah ribuan tahun lalu berada di bawah permukaan bumi. Pertumbuhannya demikian cepat dan dalam hitungan jam ia berkembang menjadi besar berbentuk seperti seekor angsa berkaki tiga setinggi lebih kurang 3 meter. Orang2 menyebutnya "trifeet" (si kaki tiga).
Trifeet dalam jumlah yang kian bertambah dapat bergerak dan berjalan dengan kecepatan 5 km per jam dan menyerang manusia dengan cara mematuk kepala dan menghisap darah serta tentu saja otaknya. Di kota-kota di berbagai penjuru negeri terjadi kacau balau. Nampak banyak warga mengalami kepanikan sambil berlarian tak temtu arah dalam keadaan buta untuk mencari perlundungan dari serangan Trifeet. Sebagian kecil orang yang tidak mengalami kebutaan bekerja keras menolong para korban untuk mendapatkan tempat berteduh dan berlindung.
Di sebuah rumah yang berhalaman luas penghuninanya memasang semacam ranjau kawat kabel telanjang yang dialiri arus listrik di sekeliling pagar halaman sebagai pelindung dari serangan Trifeet. Benar saja, ketika dari kejauhan terlihat Trifeet berbondong mendatangi rumah tersebut untuk mencari mangsa danenyerang manusia. Tetapi ketika mereka menabrak pagar halaman nampak makhluk-makhluk seperti robot itu hangus terbakar oleh aliran listrik dan mati. Giliran esok hari suasana kota sudah sangat sepi. Hanya nampak sejumlah orang sebagai relawan atau untuk keperluan sendiri mendatangi toko swalayan yang tidak dijaga untuk mengambil atau lebih tepatnya menjarah barang-barang kebutuhan rumah tangga terutams makanan untuk persediaan.
Saat itu digambarkan peradaban manusia runtuh, segala macam kemajuan teknologi termasuk persenjataan untuk melawan dan menghabisi Trifeet itu seperti sudah tak ada gunanya. Seketika itu manusia kembali dlm kehidupan primitif.
Dalam kondisi seluruh penghuni bumi panik dan hampir mengalami putus asa, seperti sudah menjadi sunnatullah, pada akhirnya petaka itu berlalu dan dapat diatasi. Pada awal-awal kejadian sebagian orang ada yang berusaha melawan dan membasmi makhluk Trifeet itu dengan cara dibakar. Tetapi karena jumlahnya cukup banyak sedangkan upaya yang dilakukan sangat terbatas, serangan mereka malah kian mengganas.
Sampai akhirnya diketahui bahwa Trifeet itu teenyata tidak dapat melihat dan pergerakannya hanya mengandalkan dan melalui pendengara. Mirip makhluk dalam film Predator yang diperankan bintang film khusus fiksi tekno Arnlod Swarneger. Maka orang-orang kemudian melawannya dengab cara berdiam diri di rumah dan dilarang membuat atau mengeluarkan suara gaduh yang dapat mengundang Trifeet..! Hampir persis sejperti kasus covid-19 saat ini. Jika di Jawa ada futuris Joyoboyo yang mampu meramal masa depan melalui simbol-simbol. Maka di Amerika Serikat ada penulis yang dapat
mengarang cerita fiksi ramalan masa depan yang mendekati kenyataan sebagaimana terjadi hari ini sepanjang sejarah manusia.
Maret 10, 2020
Hikmah Salat Berjamaah
Bagi umat muslim menunaikan salat wajib lima waktu secara berjamaah di mesjid hukumnya sunnat muakkad atau sunat yang sangat ditekankan. Berjamaah itu sendiri pada hakikatnya bertujuan dan berorientasi untuk kepentingan serta menciptakan kemaslahatan dunia. Di antaranya guna membangun kesatuan dan persatuan umat sebagai basis kekuatan pembangunan di dunia sesuai dengan misi kekhalifahan yang dipikulkan di pundak manusia. Karena dalam kehidupan di akhirat kelak manusia tidak dapat lagi melakukan gotong royong dan tolong menolong, sekalipun antara anak dan orang tuanya. Di sana manusia benar-benar berdiri sendiri dan bertanggung jawab sesuai dengan amal pernuatam masing-masing selama hidup di dunia.
Berikut sekelumit pengalaman pribadi dalam berkomunikasi antar sesama manusia yang benar-benar didasarkan pada pikiran yang jernih dengan hati yang terbuka dan tulus ikhlas ketika melakukan salat berjamaah di mesjid. Sebuah pengalaman nyata dan sederhana, tanpa disengaja dan diduga yang cukup menggugah hati dan menyentuh rasa.
Kejadian sederhana tersebut mengingatkan kebenaran akan sebuah pepatah Arab:
Makna hakikinya, setinggi apapun ilmu bila tidak diamalkan akan sia-sia. Sebaliknya, sesederhana atau sekecil apapun perbuatan atau dalam terminologi agama disebut amal kebajikan pastilah lebih bermanfaat ketimbang berhenti sebatas teori.
Pada suatu hari sebagaimana secara rutin dilakukan penulis melaksanakan salat subuh berjamaah sebagai makmum di sebuah mesjid di dekat rumah. Usai mengucapkan salam tiba2 kaki kanan mengalami kram. Untuk mengatasinya, dalam posisi duduk di shaf yang cukup rapat secara buru-buru kaki terpaksa diselonjorkan ke depan meski tidak dapat sepenuhnya lurus.
Dengan sedikit manahan rasa sakit penulis bermaksud beranjak dan meninggalkan tempat (saja) seraya dengan berbisik berkata kepada seorang jamaah di sebelah kanan: "kaki saya kram", seakan meminta dimaklumi jika penulis tidak dapat mengikuti "wirid", yakni rangkaian kalimat suci yang biasa dilafalkan bersama-sama dipimpin imam sehabis melaksanakan salat wajib di mesjid-mesjid aliran tradisional.
Tetapi di luar dugaan saudara sejamaah tersebut malah memegang lalu menekan kuat-kuat kaki penulis layaknya pemberian pertolongan pada kasus kram sambil berkata dengan suara perlahan bahwa kalau mengalami kram kaki tidak boleh ditekuk!
Penulis hanya terdiam sementara kaki masih dipegang dan ditekan. Selang beberapa saat kemudian penulis dengan suara pelan berkata bahwa rasa sakit sudah mulai reda dan berterima kasih sambil bangkit berdiri untuk meninggalkan tempat.
Dua atau tiga hari kemudian saat menunaikan salat maghrib berjamaah, sehabis salat sunat "tahiyat mesjid", yakni penghormatan pada mesjid, tampak saudara sejamaah tersebut duduk di depan penulis juga usai melakukan salat sunat yang sama. Dilihat dari penampilan dia sepertinya seorang bapak muda usia 35-an tahun, kesannya orang kantoran, sangat taat beragama dan tekun beribadah.
Selama ini interaksi di antara jemaah pada umumnya hanya sebatas "tahu muka" (Jawa, "kenal kebo"), dan tidak (pernah) bertegur sapa, kecuali orang yang memang sudah saling mengenal sebelumnya. Mungkin hal seperti itu merupakan fenomena umum terutama di mesjid-mesjid perkotaan.
Melihat kesempatan itu tiba-tiba saja muncul gagasan dalam pikiran penulis untuk menyenangkan hatinya hitung-hitung sebagai balasan atensi yang telah ditujukan kepada diri penulis pada hari yang lalu.
Penulis pun bergeser dari tempat duduk semula dan menyambanginya untuk menyapa lantas bertanya:"Saya seringkali mengalami kram kaki, hampir tiap malam kenapa ya?".
Penulis sengaja tidak membahasakan pak, mas atau bang karena merasa kesulitan untuk mencari kata yang tepat sehubungan dengan performa saudara sejamaah tersebut, dari pada salah. Dengan senang hati dan penuh perhatian dia mengatakan bahwa bisa jadi karena asam urat. Lalu penulis bercerita pernah dites di laboratorium hasilnya normal. Masa? Sahutnya.
Karena qamat sudah dikumandangkan, maka pembicaraan pun terputus dan giliran untuk melaksanakan salat berjamaah. Kali ini kembali kami duduk bersebelahan dalam satu shaf. Begitu usai mengucapkan salam tanpa diduga dengan suara perlahan ia langsung melanjutkan kembali pembicaraan tentang kram!
Terlihat betul dari gesturnya begitu senang dan bahagianya ketika dimintai pendapat, ingin berbagi dan menolong kepada sesama. apalagi oleh orang yang dilihatnya telah berkumis dan berjenggot putih seperti penulis. Dan yang lebih mengharukan dan mengherankan, sejak kejadian itu saudara sejamaah tersebut setiap bertemu dan bersalaman dengan penulis selalu bersikap layaknya "sungkem" (Jawa, sangat hormat), sehingga membuat penulis merasa jengah. Namun dalam kurun waktu yang sama, di mesjid yang sama ada juga seorang tokoh muda muslim setempat, berpendidikan S2 di bidang agama yang kerap juga mengisi khutbah dan imam salat jum'at, dalam bermasyarakat sikapnya terkesan angkuh. Kesan itu muncul karena penulis pernah bertemu di sebuah rumah sakit untuk berobat, bahkan kebarengan melaksanakan salat magrib berjamaah di musholla rumah sakit. Tetapi di lain hari penulis bertemu di mesjid yang biasa melakukan salat berjamaah dan menanyakan lebih jauh tentang tujuan kedatangannya ke rumah sakit beberapa hari lalu, dia "berlagak" seperti tak pernah bertemu dengan penulis di rumah sakit.
Dalam perjalanan menuju pulang penulis bermenung dan bertanya dalam hati, demikian mudah dan begitu sederhanakah untuk membuat hati orang lain merasa nyaman dan bahagia, sementara di dunia maya banyak orang sibuk menebar dan menanamkan kebencian?
Tetapi dari sekelumit pengalaman tak sengaja tersebut bagi penulis ternyata menyisakan sejumput rasa bersalah atau mungkin berdosa, karena telah berpura-pura tidak mengetahui sedikit tentang kram dan penangannya, sehingga mungkin saja telah membuat saudara sejamaah tersebut menjadi kurang konsentrasi dan khusyu dalam salatnya. Karena sebenarnya dengan adanya asuransi jaminan kesehatan BPJS boleh dibilang hampir setiap warga negara Indonesia sekarang ini sudah "melek seluk beluk berobat", utamanya mereka yang sebelumnya tidak pernah berurusan dengan dokter karena faktor biaya.
Penulis pikir pola dan spirit komunikasi semacam itu mengapa tidak diterapkan dalam kehidupan rumah tangga bersama pasangan kita? Lebih dari itu tentu bisa. Dalam berbagai telaah tentang komunikasi dengan pasangan dalam rumah tangga juga seringkali dikemukan semacam anjuran perlunya "sedikit berbohong" demi menyenangkan dan membahagiakan pasangan.
Kebenaran "resep" itu sendiri akhirnya terpulang kepada masing-masing individu. Meskipun dalam kasus pengalaman penulis ketika salat berjamaah di mesjid itu awalnya memang tidak disengaja untuk berbohong.
Desember 15, 2019
Analisis Psikososial Investasi Abal-abal
Simak dulu: Ternak bebek petelur.
Contoh tersebut diambil tidak bermaksud untuk mendiskreditkan orang atau pihak tertentu, tetapi sekadar sebagai gambaran salah satu obyek tawaran investasi menarik yang secara kebetulan pernah dilakukan oleh sebuah perusahaan bernama "Add Farm" pada tahun 2000-an yang
Desember 05, 2019
Belajar Dari Imu Perbandingan
Simak dulu ini: Studi banding ala Cak Nun
Membandingkan atau di lingkungan pemerintahan dikenal dengan istilah studi banding antara sesuatu dengan yang lain guna memetik hikmah serta menarik pelajaran dari hasil sebuah perbandingan merupakan ilmu yang sah dan ilmiah. Sebagaimana diketahui bahwa baik di kalangan legislatif maupun eksekutif kegiatan studi banding kerapkali
November 28, 2019
Cara Mengubah Hidup: Memadukan Teori dan Praktik
Dengarlah
- Apa kata ustadz (Klik untuk membuka)
Lebih mengedepankan teori.
Semua berangkat dari ilmu.
- Apa kata motivator.
Hal yang dapat mengubah hidup itu bukan apa
November 11, 2019
Renungan Maulid Nabi: Reinterpretasi dan Reaktualisasi Pemahaman
Berbicara mengenai akhlak atau budi pekerti Nabi saw, maka autentitas keluhuran atau keagungan akhlak Nabi saw sesungguhnya tidak dapat diragukan lagi, karena Allah swt sendiri yang mengisbatkan hal tersebut.
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.
Al-Qalam 4
Sehingga olah karenanya kemudian Tuhan
November 09, 2019
Sejarah Rivalitas NU dan Muhammadiyah
Aliran Wahabi
Gagasan pembuatan film "Jejak Langkah 2 Ulama" yang menceritakan perjalanan KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy'ari banyak mendapat apresiasi dari berbagai kalangan, khususnya Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir. Menurutnya, saat ini banyak
September 27, 2019
Sumbangan Islam Kepada Dunia Ilmu dan Peradaban Dunia Modern
Inilah beberapa sumbangan pemikiran dari dunia muslim dalam masa keeamasan yang sangat menentukan kepada kelangsungan peradaban dunia, khususnya dalam dunia sain dan teknologi. Sementara dunia Barat masih dalam kegelapan yang selama ini mengklaim sebagai penemu berbagai perkembangan sain dan teknologi seraya menafikan kontribusi dunia muslim terdahulu.
- Menghidupkan kembali disiplin-disiplin ilmu Yunani yang
September 25, 2019
Agustus 02, 2019
Komunis vs Islam: Pengaruh Ajaran Pada Perilaku
Bagaimana pengaruh sebuah ajaran terhadap sosok figur pada khususnya atau manusia pada umumnya? Artikel Komunis dan Islam: Pengaruh Ajaran pada Perilaku ini mencoba untuk membedah dalam sebuah studi kasus.
Sungguh menarik perbincangan di sebuah stasiun televisi MetroTV yang mengangkat topik tentang sosok sastrawan besar, Pramudya Ananta Toer. Secara tidak langsung dari perbincangan tersebut
Mei 11, 2019
Album foto keluarga
Audio recording >>
Foto diambil tepat dg 2 peristiwa besar dlm negeri (1966): 1. Devaluasi mata uang rupiah (Rp1.000 jadi Rp1); 2. Sidang MahMiLuB mantan PM era OrLa, DR Soebandrio dan divonis mati. Ironisnya, tokoh yg mengadili: Ali Said, SH (Hakim), Durmawel, SH (Oditur), juga Presiden RI Soeharto lebih dulu mati.
Langganan:
Postingan (Atom)