Sekapur Sirih
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ayat Alquran yang pertama kali diturunkan diawali dengan satu kata perintah membaca. Untuk membaca sudah barang tentu tak akan lepas dari obyek bacaan dalam bentuk tulisan atau teks. Dan sebuah tulisan yang bermutu, baik dari segi
substansi atau isi maupun redaksi, selain merupakan kinerja dari sebuah proses penulisan secara
inheren sesungguhnya juga mencakup proses editing. Manusia memperoleh ilmu pengetahuan melalui dua jalan, yakni wahyu dan akal pikiran. Melalui wahyu dari Tuhan, manusia dapat mengetahui hal-hal yang gaib dan tak terjangkau oleh daya pikir atau nalar manusia, seperti misalnya tentang hidup sesudah mati. Namun wahyu saja tanpa dibarengi dan dipahami dengan nalar yang sehat dan benar bisa tersesat. Blog ini berupaya mengangkat dan menjembatani berbagai hal yang selama ini kurang mendapatkan perhatian secara khusus dan serius, yakni perlunya upaya menyelaraskan antara wahyu dan pemahaman berdasarkan kaidah-kaidah penalaran yang sehat serta dapat dipertanggungjawabkan. Salah satu bukti kebenaran bahwa Alquran bukan hasil 'karangan' dan 'bikinan' seorang Muhammad, keturunan suku Quraisy dari bangsa Arab, adalah dapat dilacak dari kecermatan redaksional Alquran, dari sudut pandang apapun dan manapun, baik secara substansi, redaksi dan editing maupun estetika dan keindahan bahasa (sastra).
Kuntowijoyo, seorang cendekiawan muslim dan budayawan sekaligus guru besar sejarah Universitas Gajah Mada, dalam bukunya "Muslim Tanpa Mesjid" (2001) memprediksi bahwa tak lama lagi akan "lahir generasi baru muslim dari rahim sejarah tanpa kehadiran sang ayah". Mereka ini mendapat pengetahuan agama bukan belajar dari figur narasumber dan lembaga konvensional, seperti mesjid, pesantren dan madrasah, melainkan dari sumber anonim, kursus, seminar, media cetak dan perangkat elektronik, serta media sosial mutakhir yang kerapkali disebut dengan istilah plesetan "mbah google". Entah sengaja atau tidak, terkait dengan prediksi sang guru besar tersebut atau tidak, seluruhnya atau sebagian, ternyata meleset. Mesjid yang diperkirakan akan kehilangan atau setidaknya berkurang jamaah dan fungsi strategisnya, dalam sebuah kajian intelejen belakangan terungkap bahwa kekosongan tersebut justru telah diisi dan dimanfaatkan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menggunakan jargon 'partai dakwah' sebagai kredo politiknya, sementara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), sebagai sebuah gerakan politik berwajah ormas keagamaan yang sudah dilarang dalam pemerintahan presiden Jokowi itu, untuk membangun basis massa serta menghimpun kekuatan pendukungnya melalui kegiatan dakwah. Situs ini bermaksud dan berupaya untuk ikut menyongsong
trend tersebut guna memperkaya khazanah bacaan, sambil menyajikan pemikiran alternatif berbasis profetik dan nalar sehat, serta menganggap tidak ada masalah jika kemudian terkesan kontroversial karena mengikuti alur 'paradigma' Alquran sendiri yang di sana sini serta antara satu dan lain ayat kerapkali juga terkesan kontradiktif.
Alquran sebagai sebuah bacaan yang mengandung atau memuat petunjuk dan sumber utama ajaran Islam dapat diibaratkan sebagai sebuah hidangan makanan, demikian Prof Quraish Shihab mengibaratkan dalam bukunya "Membumikan Alquran". Dalam menyantap suatu hidangan tak jarang atau hal yang lumrah bila orang yang (masih) awam dengan hidangan tersebut kadang-kadang (harus) memerlukan bantuan dari orang yang sudah lebih dahulu mengetahui, menghayati dan mengalami bagaimana cara menyantap makanan.
Filsafat Agama
Menurut al-Kindi, satu-satunya filosof besar dan termashur yang berasal dari keturunan Arab di masa keemasan kekuasaan politik umat muslim itu, agama dan filsafat adalah ilmu tentang kebenaran. Filsafat adalah pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu dalam batas-batas kemampuan manusia, karena tujuan filsafat dalam berteori adalah menemukan kebenaran dan dalam berpraktik adalah menyesuaikan dengan kebenaran. Oleh karenanya, tidak ada perbedaan antara agama dan filsafat. Jika terdapat perbedaan antara filsafat dan agama (ilmu para nabi) hanya terletak pada cara, sumber dan karakteristiknya. Agama atau ilmu yang bersumber dari para nabi lebih jelas dan mudah dimengerti serta dipahami bahkan untuk dilaksanakan ('
ready for use'). Sedangkan filsafat sesuai karakteristiknya harus dicari dengan sungguh-sunguh dan dikuasai, dengan cara menapak jejak dan pendapat para pemikir terdahulu dan menguraikan dengan sebaik-baik serta sebenar-benarnya.
Lebih lanjut filsafat dibagi menjadi 3 kategori atau cabang.
- Ilmu fisika merupakan cabang filsafat dalam tingkat paling bawah; yakni ilmu berhubungan dengan sesuatu yang bersifat inderawi (dapat ditangkap dengan panca indera).
- ilmu matematika, bagian filsafat tingkat menengah yaitu ilmu mirip fisika tetapi memiliki wujud tersendiri.
- ilmu ketuhanan (ilmu rububiyah,ilmu tauhid, ilmu kalam, theologi), yakni ilmu tingkat paling tinggi yang sama sekali tidak berhubungan dengan benda.
Menurutnya, selain hal-hal yang berguna terkadang ada hal-hal merugikan yang dibawa juga oleh rasul-rasul Tuhan yang mesti dijauhi. Oleh karenanya, kita tidak perlu malu mengakui kebenaran dari manapun datangnya,meskipun dari negara atau bangsa-bangsa yang jauh letaknya dari kita. Tidak ada yang lebih utama dari orang yang mencari kebenaran. Orang yang mengingkari filsafat berarti mengingkari kebenaran, oleh karenanya ia menjadi kufur akan kebenaran. Bahkan mereka yang anti filsafat justru memerlukan filsafat itu sendiri untuk mengokohkan alasan-alasan pendapat mereka tentang tidak perlunya filsafat. Dan perlu digarisbawahi bahwa filsafat berlandaskan pada nalar dan akal pikiran, sedangkan agama berlandaskan wahyu. Logika merupakan metode filsafat, sedangkan iman merupakan kepercayaan pada hakikat-hakikat yang disebutkan dalam Alquran sebagaimana diwahyukan Allah swt kepada para rasul dan nabiNya.
Menuntut ilmu secara logika atau lebih spesifik menggunakan logika,
nalar, dan akal pikiran diperintahkan dalam agama. Polemik cukup panjang antara pemikir sekaligus sufi termasyhur, Imam Ghozali, dan filsuf sekaligus ilmuwan Ibnu Rusyd tentang filsafat dan alam semesta di masa kemudian seakan membelah warga masyarakat dunia menjadi dua aliran dan peradaban secara dikotomis. Yakni peradaban Timur yang berorientasi pada kehidupan abadi nanti sesudah mati disponsori dan dipengaruhi oleh pandangan dan pemikiran sang sufi. Sementara peradaban Barat yang berorientasi pada kehidupan dunia yang fana dan di depan mata dipandu dan dipengaruhi oleh Ibnu Rusyd dengan menghidupkan kembali pemikiran dari Aristoteles, salah seorang filosof besar Yunani, negeri asal muasal tumbuh kembangnya filsafat di dunia. Sebagaimana kemudian tercatat dalam sejarah, pembelahan tersebut membawa akibat berkepanjangan yang dapat dirasakan sampai hari ini. Dunia Timur seakan tenggelam dan asyik maksyuk dalam harapan penuh untuk menggapai kehidupan di akhirat kelak seraya melupakan atau mengesampingkan kehidupan dunia. Tak ayal, dampak yang tak terhindarkan dari paradigma dan sikap batin semacam itu adalah perlahan namun pasti mereka mengalami kemunduran yang signifikan dalam peradaban, tak kecuali hegemoni politik umat muslim satu demi satu mengalami keruntuhan setelah menguasai dunia lebih dari lima abad sejak agama Islam mulai menyebar ke berbagai penjuru bumi. Sedangkan dunia Barat yang mengikuti pemikiran pemikiran Ibnu Rusyd sehingga kembali berminat dan kemudian mendalami serta mengembangkan filsafat Yunani, khususnya pemikiran Aristoteles, akhirnya mampu dan berhasil menguasai sebahagian besar rahasia alam semesta melalui sain dan teknologi, sehingga pada gilirannya mereka dapat menguasai geopilitik.
Pada awal abad 20 banyak dari kalangan kaum terpelajar dan terdidik yang berpandangan bahwa memeluk suatu agama atau beragama itu merupakan tingkat pikiran manusia yang paling rendah. Namun pasca perang dunia kedua dan masyarakat dunia menyaksikan serta mengalami berbagai kehancuran, kecuali di negara-negara atheis, manusia kembali menaruh perhatian dan harapan pada peran agama dalam menatap masa depan yang lebih baik. Hanya saja, perhatian dan harapan pada agama justru dapat terjerumus ke dalam bahaya baru jika menerima agama apa saja dan secara begitu saja tanpa pemikiran dan penyelidikan dengan nalar sehat terlebih dahulu. Sebagaimana dapat disimak saat ini masyarakat dunia dihadapkan pada bermacam-macam paham dan ideologi, sehingga bilamana tidak melalui upaya penyelidikan yang seksama akan sulit mengambil sikap dan keputusan karena tidak mampu membedakan antara baik dan buruk serta antara benar dan salah. Sejak ambruknya atheisme yang sempat menjadi tumpuan harapan bagi hampir sepertiga jumlah penduduk dunia, kini manusia kembali kepada Tuhan (theisme). Namun lagi-lagi agama menghadapi tantangan baru dalam bentuk dogma atau kepercayaan yang bisa disebut 'pseudo-agama' terhadap kemampuan otak pikiran manusia dalam bidang sain dan teknologi yang mengalami kemajuan dan perkembangan sangat pesat terutama dalam dua dekade terakhir yang disebut-sebut sebagai revolusi industri generasi keempat. Karena memikirkan tentang agama tidak akan dapat memberikan kepastian, kendati sesungguhnya dengan memeluk agama banyak hal yang dapat ditemukan penyelesaiannya melalui kepercayaan yang sungguh-sungguh terhadap adanya Zat Maha Pencipta. Dua kata yang seringkali dipahami secara keliru adalah antara "agama" dan "filsafat". Kedua kata tersebut sekaligus memiliki kesamaan dan perbedaan. Kesamaannya adalah keduanya meliputi bidang terpenting yang menjadi pokok soal hidup dan mati seorang manusia. Sedangkan perbedaannya adalah cara pemikiran dan penyelidikan bidang tersebut. Filsafat mengandung arti berpikir atau menalar, sementara agama lebih pada rasa dan pengabdian, selaras dengan unsur dasar manusia yang terdiri dari nalar dan rasa, biasa disebut lahir dan batin. Filsafat itu menuntut pengetahuan untuk memahami. Sedangkan agama menuntut pengetahuan untuk mengabdi. Inti dari agama bukan pengetahuan tentang tuhan, akan tetapi hubungan antara manusia (makhluk) dan tuhan (khalik). Jika agama diibaratkan pernyataan rasa cinta, maka filsafat merupakan bentuk kontemplasi tentang rasa cinta itu. Contoh sederhana dapat disebutkan misalnya tentang kewajiban dan ritual ibadah haji. Pengetahuan agama menginginkan manifestasi rasa dengan melakukan upaya keras untuk dapat mencium hajar aswad dan sebanyak mungkin membaca kalimat suci. Sedangkan pengetahuan filsafat lebih fokus pada kontemplasi sejarah napak tilas perjuangan Nabi Ibrahim as dalam menegakkan kalimat tauhid bagi anak hingga turun temurunnya. Dan Nabi Muhammad saw lah yang kemudian menebarkannya ke seluruh penjuru bumi. Secara awam mungkin beranggapan bahwa berpikir itu adalah pembawaan manusia dan berproses apa adanya. Padahal berpikir atau menalar itu ada cara atau metodenya yang terangkum dalam bidang ilmu logika sebagai bagian dari filsafat. Meskipun sama-sama berpikir, namun berpikir dengan nalar yang benar menghasilkan kebenaran. Sedangkan berpikir dengan cara yang salah atau tidak benar akan menghasilkan kesalahan atau ketidakbenaran. Sementara agama sebagai dogma merupakan sumber pengetahuan tentang baik dan buruk yang bersifat abadi.
Visi dan Misi
Visi
Memperkaya khazanah bacaan dan literasi dalam rangka ikut mencerdaskan kehidupan bangsa.
Misi
Bertolak dan berbekal pengalaman selama 20 tahun di bidang penerbitan buku dan majalah ilmiah di LP3ES (1980-2000), sebuah lembaga penerbitan dan penelitian bertaraf nasional dengan jaringan internasional yang cukup berpengaruh pada dekade 1980-an, di samping berbagai pengalaman lain sebagai peneliti dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Departemen Agama (1964-1967), biro iklan anak perusahaan majalah berita TEMPO (1975-1979), dan pendiri-pengajar kursus otomotif (1975-1985), pada bulan Juli 2011 blog “Agama dan Logika” ini dibangun dan dikembangkan sebagai wahana belajar dan mengajar dalam bentuk penyebaran informasi berbasis profetik yang bermanfaat bagi kehidupan dunia dan akhirat.
Dua bidang utama dipilih, yakni Pendidikan Akhlak yang dahulu disebut Budi Pekerti dan Pemikiran Alternatif utamanya di bidang agama Islam, termasuk mencoba untuk meluruskan pemahaman yang bengkok atau setengah bengkok. Berbekal latar belakang 10 tahun mengenyam pendidikan kejuruan ilmu pendidikan dan hukum agama (Islam) serta mengacu pada prinsip manajemen sebagaimana dikatakan dalam sebuah peribahasa “sekali dayung dua-tiga pulau terlampaui”, maka pendidikan akhlak dipilih sebagai misi utama.
Selanjutnya, salah satu kelompok sasaran yang paling besar pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat adalah para tokoh formal, penyelenggara Negara dan tokoh-tokoh pemimpin informal. Oleh karenanya, berbagai tulisan yang dipublikasikan di blog ini selain dimaksudkan dapat menjadi inspirasi dan salah satu referensi dalam kegiatan tulis menulis serta editing pada umumnya, namun substansinya juga berpretensi untuk ikut menebarkan ajaran nilai-nilai keluhuran akhlak yang digali dari berbagai sumber, baik di bidang religi maupun tradisi budaya. Guna memperkaya khazanah informasi blog ini siap berbagi, baik menerima maupun memberi, terutama kepada siapa saja dan di mana saja yang menginginkan dan memerlukan perubahan.
Salam,
Admin