PORTAL KAJIAN ISLAM KONTEMPORER: Memadukan Wahyu dan Nalar Sehat Menuju Keseimbangan Hidup. "Banyak orang terjerumus karena menilai kebenaran dari SIAPA yang mengatakan, bukan dari APA yang dikatakan"

Desember 15, 2019

Analisis Psikososial Investasi Abal-abal








Simak dulu: Ternak bebek petelur.

Contoh tersebut diambil tidak bermaksud untuk mendiskreditkan orang atau pihak tertentu, tetapi sekadar sebagai gambaran salah satu obyek tawaran investasi menarik yang secara kebetulan pernah dilakukan oleh sebuah perusahaan bernama "Add Farm" pada tahun 2000-an yang
bergerak di bidang ternak bebek petelur di wilayah Indramayu pada akhirnya terungkap sebagai investasi abal-abal alias investasi bodong.

Jika dirunut sejarahnya, tindak kejahatan tipu menipu di antara manusia sesungguhnya sudah seumur manusia. Di Indonesia kasus penipuan dalam investasi dengan modus operandi menjanjikan keuntungan besar yang menggiurkan mulai terjadi pada media dekade 1950, bahkan dilakukan di lingkungan perusahaan bank swasta. Sepanjang krisis ekonomi menjelang meletus peristiwa G30S-PKI dengan tingkat inflasi hingga 600% kasus penipuan dalam bidang investasi juga terjadi, meskip tidak sampai mencuat dan menjadi berita besar. Yang menjadi catatan penting dan kajian sekaligus pertanyaan besar dalam tulisan kali ini adalah meskipun kasus tipu menipu khususnya dalam bidang investasi itu telah berulang terjadi dan banyaknya korban berjatuhan, namun masih saja banyak orang tertarik untuk berinvestasi yang akhirnya juga tertipu dan menambah panjang daftar korban penipuan investasi abal-abal.

Tulisan ini mencoba membedah latar belakang sekaligus menjawab pertanyaan mengapa hal terseebut bisa terjadi.

  1. Dari persepktif calon investor

Kondisi psikososial ditinjau dari sisi investor (konsumen) notabene memiliki unsur-unsur yang dapat berpotensi menjadi calon korban dari tawaran investasi abal-abal alias investasi bodong sebagai berikut:
  • Calon investor memiliki sendiri sejumlah uang atau memiliki peluang untuk mendapatkan uang yang dapat atau akan diinvestasikan, misalnya dengan cara berhutang atau mengajak orang lain sebagai pemilik uang.
  • Calon investor mengetahui dan menyadari bahwa uang yang ada ditangannya mandek dan tidak dapat berkembang, sehingga jika kondisi tersebut terus berlangsung maka lama kelamaan uangnya akan habis dibelanjakan.
  • Oleh karenanya, calon investor disadari atau tidak disadari, sengaja atau tidak disengaja, biasanya cenderung timbul keinginan untuk "mencari kelebihan" dari uang yang dimiliki atau dikuasainya. Dalam situasi dan kondisi psikologis demikian, keinginan tersebut segera berubah menjadi sebuah kebutuhan (demand), dimana kadarnya bisa gradual mulai dari kebutuhan biasa, mendesak atau mendesak sekali.
  • Calon investor tidak memiliki informasi yang cukup dan benar dalam bidang investasi, satu dan lain hal antara lain karena malas atau tidak terpikir untuk mencari informasi, paling tidak dalam dua hal, yakni:
    • Jenis-jenis dan sistem atau tata cara berinvestasi.
    • Profil lengkap termasuk status legalitas perusahaan investasi.
    • Dalam kondisi dan situasi terdesak calon investor cenderung lebih dikuasai emosi dan kurang atau kehilangan kewaspadaan ketimbang berpikir jernih dan tenang.
  1. ..
  2. Dari persepktif perusahaan (calon penipu)
Sementara kondisi psikososial ditinjau dari sisi perusahaan investasi (produsen jasa) notabene memiliki unsur-unsur yang berpotensi besar sejak awal memang dengan sengaja dan direncanakan mencari "mangsa" atau korban dari usaha yang dijalankan, bertolak dari informasi yang dimilikinya meliputi hal-hal sebagai berikut:
  • Mengetahui sejumlah informasi mengenai kondisi psikososial "calon korban" dalam hal ini calon investior sebagaimana disebutkan di atas, dan "mencium" sebagai peluang yang pada dasarnya mereka menginginkan cara investasi yang dapat memberikan keuntungan cepat dan berlipat.
  • Berpenampilan mewah untuk menunjukkan bonafiditas dan kredibilitas perusahaan, seperti misalnya berkantor dengan cara mengontrak di wilayah dan lingkungan stratgeis dan elite, mengundang sekaligus memanfaatkan tokoh pejabat atau public figure, sepengetahuan atau sepengetahuan figur yang bersangkutan.

Simak Juga:




Posting Komentar