PORTAL KAJIAN ISLAM KONTEMPORER: Memadukan Wahyu dan Nalar Sehat Menuju Keseimbangan Hidup. "Banyak orang terjerumus karena menilai kebenaran dari SIAPA yang mengatakan, bukan dari APA yang dikatakan"

Februari 10, 2019

Makna Bersyukur dalam Islam











Bersyukur dari kata dasar 'syukur' yang diterjemahkan dengan terima kasih bertolak dan berawal atau berpangkal dari 'perasaan menyenangkan'. Kata kuncinya adalah 'perasaan'. Dari keadaan dan pengalaman batin yang menyenangkan tersebut muncul sikap dan tanggapan positip dalam bentuk penghargaan atas suatu kebaikan, kemurahan, bantuan, hadiah, anugerah dan atau semacamnya yang diterima serta dirasakan oleh penerima. Selanjutnya, perasaan tersebut merangsang suatu pemikiran, antara lain yang paling pokok adalah sebab musabab atau asal usul datangnya 'perasaan menyenangkan' tersebut. Jika dalam pemikirannya yang bersangkutan mengira dan menganggap bahwa 'perasaan menyenangkan' tersebut timbul berasal atau berkat hasil dari jerih payahnya sendiri, maka (dapat) berpotensi melahirkan sikap takabur, congkak dan sombong.


Tetapi jika pemikiran dan sikapnya menganggap bahwa 'perasaan menyenangkan' tersebut berasal dari pihak luar dan tanpa peran dirinya, baik sebagian maupun keseluruhan, maka barulah (dapat) muncul pandangan dan sikap menghargai dan pada gilirannya timbul pikiran dan perasaan bersyukur pada sebab dan sumber datangnya 'perasaan menyenangkan' tersebut. Untuk memberikan sentuhan dan membangkitkan rasa bersyukur, dunia pendidikan zaman dahulu yang masih memberikan mata pelajaran budi pekerti memberikan ilustrasi sebuah cerita satire sebagai berikut.

Dikisahkan tersebutlah Sudiman, seorang pekerja kuli upah yang sehari-hari bekerja sebagai penggali atau pemecah batu di sebuah bukit batu yang terletak tak jauh dari desa tempat tinggalnya. Selama bertahun-tahun sudah ia menjalani profesi atau pekerjaan tersebut dengan bayaran pas-pasan untuk sekadar menghidupi seorang istri dan dua anaknya, namun hingga kini nasibnya tak juga berubah. Hari itu matahari sangat terik. Cahayanya yang menyilaukan dan panas menyengat menerpa Sudiman yang sedari tadi tampak basah kuyup bermandi keringat, meski ia mengenakan sebuah 'caping' (sejenis penutup kepala terbuat dari kulit bambu). Sambil menyeka keringat yang membasahi dahi dan meleleh melewati pelupuk mata, sejenak ia berhenti mengayunkan kapak batu seraya dan berdiri tegak untuk sekadar meluruskan punggung yang terasa pegal sementara tenggorok sudah mulai terasa haus, tampak wajahnya mendongak ke atas menatap teriknya matahari dari balik capingnya. Seketika itu terbersit dalam benaknya angan-angan seraya berbisik dalam hatinya: "Wahai.., andai saja aku jadi matahari, hidupku tidak akan menderita kepanasan seperti ini..!". Aneh bin ajaib, atas kehendak, izin dan kemurahan Zat Yang Maha Kuasa seketika itu juga dia berubah menjadi matahari! Namun keesokan harinya, ketika matahari memancarkan cahayanya yang amat terik tiba-tiba datang mendung hitam tebal dan tak lama kemudian turun hujan lebat disertai petir menyambar-nyambar. Menyaksikan hal tersebut sang matahari 'jadi-jadian' menggerutu dan merasa kecewa karena sinarnya tertutup mendung dan dikalahkan oleh hujan. Maka ia pun kembali berandai-andai ingin menjadi mendung dan hujan. Sekali lagi keajaiban terjadi. Atas kuasa dan izin Zat Yang Menguasai Alam Semesta seketika itu juga sang pemecah batu gunung itu berubah menjadi awan mendung. Waktu pun terus bergulir, sampai tiba hari esoknya awan mendung 'jadi-jadian' itu pun bergerak bergulung-gulung berwarna hitam pekat menutup langit. Tak lama kemudian turunlah hujan lebat dan lama sekali sehingga terjadi banjir besar yang mengepung dan hampir menenggelamkan bukit. Namun bukit batu cadas itu pucuknya tampak tetap perkasa menjulang tinggi tak tersentuh oleh air bah. Menyaksikan hal tersebut awan mendung lagi-lagi bersungut-sungut dan kecewa seraya berangan-angan ingin berubah menjadi bukit batu cadas. Lagi-lagi keajaiban terjadi. Untuk kesekian kalinya Zat Yang Maha Kuasa menunjukkan sifat Maha Pemurah dan PengasihNya, dan awan mendung pun seketika itu berubah menjadi bukit batu cadas. Sepertinya apa yang disebutkan dalam Alquran itu dapat terwujud.

إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَن يَقُولَ لَهُ كُن فَيَكُونُ

Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!", maka terjadilah dia

Yasin 82

Ayat tersebut oleh sementara ustadz dan ahli agama kerapkali diartikan dan dipahami secara harfiah (leterlijk, Belanda), sehingga menurut mereka cerita fiksi tersebut diyakini dapat saja terjadi di dunia nyata. Mereka barangkali lupa bahwa struktur kalimat dari ayat tersebut adalah kalimat pengandaian karena pernyataan tersebut diawali dengan kata اذا (jika) yang sifatnya hakiki dan normatif.

Demikianlah, hari pun berganti, ketika seorang kuli penggali dan pemecah batu lain datang melakukan pekerjaan sehari-hari menggempur bukit batu tersebut, lagi-lagi sang bukit batu jadi-jadianmengeluh dan kecewa karena dapat dikalahkan oleh pemecah batu itu. Maka ia pun berangan-angan ingin menjadi pekerja kuli batu. Dan keajaiban pun lagi-lagi terjadi. Bukit batu jadi-jadian itupun seketika berubah kembali kewujud aslinya, yakni kuli pemecah batu. Semenjak saat itu,ia berjanji dan bertekad dalam hati untuk menapaki hari-harinya selalu dengan perasaan nrimo ing pandum (menerima suratan takdir Tuhan tanpa berhenti berikhtiar) dan menjalani hidup ini dengan rasa syukur atas segala pemberianNya, seraya senantiasa mengingat dan merenungkan makna terdalam dari ayat berikut.

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih"

Ibrahim 7


Dalam hal itu Allah swt juga mengingatkan:

وَضَرَبَ اللَّـهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُّطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِّن كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّـهِ فَأَذَاقَهَا اللَّـهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ

Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat

An-Nahl 112

Dalam kajian etika atau akhlak mulia, kata 'syukur' biasa disandingkan dengan kata 'sabar'. Sebaliknya dari 'rasa menyenangkan" adalah 'rasa tidak menyenangkan' yang berpotensi memunculkan tanggapan negatip dan memicu kekecewaan dan penyesalan bahkan kemarahan bagi yang merasakannya. Karena tak tertutup kemungkinan bagi orang yang tertimpa keadaan tersebut melampiaskan amarahnya atau paling tidak memprotes kepada Tuhan Sang Pencipta bisa saja mengatakan 'Tuhan tidak Adil'..! Padahal cara dan sikap demikian tidak akan menyelesaikan masalah dan malah lebih menyusahkan diri sendiri. Sedangkan Tuhan Yang Maha Menciptakan telah memberikan tuntunan.

الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّـهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun"

Al-Baqarah 156

Karena pada dasarnya, keadaan 'perasaan tak menyenangkan' sebagian besar adalah merupakan akibat dari perbuatan yang bersangkutan sendiri.

وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ

Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).

As-Syura 30

Simak Juga:




Posting Komentar