PORTAL KAJIAN ISLAM KONTEMPORER: Memadukan Wahyu dan Nalar Sehat Menuju Keseimbangan Hidup. "Banyak orang terjerumus karena menilai kebenaran dari SIAPA yang mengatakan, bukan dari APA yang dikatakan"

Maret 07, 2019

Perjanjian Antara Khalik dan Makhluk




Hanya dalam konsep theologi Islam hubungan antara Khalik (Zat Yang Maha Pencipta) dan makhlukNya ditata dan diatur dalam ketentuan layaknya sebuah 'perjanjian' antara dua pihak yang saling mengikat.

ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوا إِلَّا بِحَبْلٍ مِّنَ اللَّـهِ وَحَبْلٍ مِّنَ النَّاسِ

Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia.

Ali Imran 112

Berikut adalah beberapa dari sederet bentuk dan wujud yang membuktikan serta memastikan bahwa Tuhan memang bersifat dan bersikap demokratis sekaligus egaliter kepada makhlukNya. Padahal sebagai Zat Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta (Khalik), kalau (saja) Ia mau bisa (saja) Ia bertindak otoriter atas makhlukNya, tetapi nyatanya justru tidak demikian. Yang terjadi justru sikap Tuhan yang demokratis dan egaliter tersebut diungkapkan dan diwujudkan dalam bentuk ikatan perjanjian berlandaskan prinsip kesetaraan. Bandingkan hal tersebut dengan sebahagian manusia yang suka bersikap dan bertindak sewenang-wenang dan mentang-mentang (berkuasa) atau dengan kata lain sombong, bahkan mengaku sebagai Tuhan, contohnya seperti Firaun di Mesir yang sangat dibenci dan dikecam Tuhan.

Dalam sebuah hadist HR Muslim diriwayatkan,  ketika seorang sahabat Muadz bin Jabbal membonceng di belakang Rasulullah di atas keledai bercerita bahwa Rasulullah bertanya kepadanya: "Wahai Muadz, tahukah engkau apa hak Allah terhadap hamba-Nya, dan apa hak hamba terhadap Allah?". Muadz menjawab: "Allah dan rasulnya yang lebih mengetahui". Lalu Rasulullah saw pun menjelaskan: "Hak Allah terhadap hamba-Nya adalah (agar) mereka hanya menyembah kepada Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun (ini sesungguhnya merupakan kewajiban hamba terhadap Allah). Dan hak hamba terhadap Allah ialah Allah tidak akan mengadzab mereka yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun. Mendengar keterangan tersebut Muadz bertanya kepada beliau: "Wahai Rasulullah, bolehkah aku menyampaikan kabar gembira ini kepada manusia (lainnya)?, Rasulullah saw menjawab: "Jangan engkau kabarkan, karena mereka akan meninggalkan (menghentikan) berlomba-lomba untuk memperbanyak amalan".

Hadist tersebut sesungguhnya merupakan penegasan atas sikap Tuhan yang tidak akan mengampuni terhadap sikap dan tindakan manusia yang menyekutukan-Nya.

إِنَّ اللَّـهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللَّـهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar

An-Nisaa 48

Dari keterangan hadist dan Alquran tersebut lalu muncul pertanyaan, bagaimana atau apa kira-kira sikap dan tindakan Tuhan terhadap orang atau manusia yang tidak percaya dengan adanya tuhan alias atheis? Mereka atau kaum atheis tersebut adalah manusia yang tidak peduli atau tak acuh kepada Tuhan, dan mereka dapat dikategorikan sebagai kaum yang tidak menggunakan nalar sehat. Maka Tuhan pun tak akan acuh tak acuh alias akan mendiamkan pada mereka di hari kiamat kelak.

...وَلَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّـهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ...

...dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat ...

Al-Baqarah 174

Tak hanya itu. Bahkan sedemikian demokratis dan egaliter serta kemurahan sifat dan sikap Tuhan, sehingga lebih jauh Tuhan telah "meneken" perjanjian dengan makhlukNya dalam sebuah kontrak "jual beli" tak seimbang yang justru sangat menguntungkan bagi manusia.

إِنَّ اللَّـهَ اشْتَرَىٰ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُم بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّـهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَىٰ بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّـهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُم بِهِ وَذَٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar

At-Taubah 111

Sifat kemurahan Tuhan juga diperlihatkan dalam bentuk lain, yaitu bahwa Tuhan sama sekali tidak mengambil manfaat dari perbuatan baik yang dilakukan manusia. Akan tetapi kebajikan yang dilakukan oleh manusia tersebut manfaatnya justru diperuntukkan bagi kebaikan manusia itu sendiri.

إِنْ أَحْسَنتُمْ أَحْسَنتُمْ لِأَنفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا

Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri

Al-Israa 7

Di bagian lain Tuhan juga justru malah memberikan imbalan hingga berlipat ganda atas segala amal kebajikan yang diperbuat oelh manusia.

مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّـهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّـهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاءُ وَاللَّـهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui

Al-Baqarah 261

Demikian kemurahan Tuhan, sehingga sebagaimana dalam sebuah hadist lain disebutkan bahwa jika manusia hendak melakukan kebajikan, maka seketika itu pula malaikat saksi dan pencatat buru-buru menuliskan catatannya, sekalipun amal kebajikan tersebut belum dikerjakan. Dan sebaliknya ketika manusia berniat melakukan perbuatan buruk, maka malaikat saksi dan pencatat amal belum akan mencantumkan dalam buku catatan, menunggu sampai perbuatan tersebut benar-benar telah dilakukan.

إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ* مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

ingatlah ketika dua malaikat yang ditugaskan mencatat amal setiap amal manusia saling bertemu. Yang satu berada di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kirinya. Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya Raqib dan Atid

Qaaf 17-18

Simak Juga:




Posting Komentar