PORTAL KAJIAN ISLAM KONTEMPORER: Memadukan Wahyu dan Nalar Sehat Menuju Keseimbangan Hidup. "Banyak orang terjerumus karena menilai kebenaran dari SIAPA yang mengatakan, bukan dari APA yang dikatakan"

Februari 22, 2019

Humor Politik: Arwah Gentayangan




Berawal dari fatwa MUI gerakan aksi bela agama yang dipicu oleh pernyataan Gubernur DKI Jakarta AHOK, yang dipahami secara salah, sehingga melahirkan aksi solidaritas yang dimotori oleh GNPF-MUI, yang di kemudian hari terungkap fakta
bahwa mayoritas basis massanya berasal dari pengikut dan anggota HTI dan FPI. Dalam perjalanannya, gerakan politik mengatasnamakan agama tersebut dari waktu ke waktu melakukan metamorfosis mengikuti dan seiring dengan perkembangan politik di tanah air. Mulai dari Persaudaraan Alumni, Presidium Alumni yang keduanya disingkat PA 212, hingga paling mutakhir adalah mereka yang berhimpun dalam Ijtima Ulama.
Seperti diketahui, dalam 'injury time' masa pendaftaran peserta untuk Pilpres 2019, saat mana kubu penantang dalam hal ini Prabowo Subianto harus maju dan melakukan pedaftaran  di KPU tahun lalu bersama calon wakil presiden definitif muncul dua opsi, yakni antara ulama (sesuai rekomendasi Ijtima Ulama) atau Sandiaga Salahudin Uno. Dan sejarah pun menorehkan tintanya dengan keputusan pilihan jatuh kepada Sandi, karena kepemilikan sumber dana yang merupakan faktor dominan. Tinggallah Ijtima Ulama yang telah melakoni perjuangan panjang nan berliku akhirnya seperti "gigit jari" alias tidak mendapatkan apa-apa. Riwayat perjalanan tersebut mengingatkan pada mitologi di kalangan etnis Jawa pada zaman dahulu, yang menggambarkan bahwa orang yang mati karena bunuh diri, maka arwahnya 'gentayangan' dan kerapkali akhirnya menjadi hantu. Dikatakan bahwa arwah tersebut hendak masuk kembali ke dalam tubuh tidak bisa (lagi). Sementara di alam kubur ia ditolak. Itulah perumpamaan nasib para pengikut dan tokoh Ijtima Ulama yang paling pas dalam percaturan politik nasional.


Simak Juga:




Posting Komentar