PORTAL KAJIAN ISLAM KONTEMPORER: Memadukan Wahyu dan Nalar Sehat Menuju Keseimbangan Hidup. "Banyak orang terjerumus karena menilai kebenaran dari SIAPA yang mengatakan, bukan dari APA yang dikatakan"

Agustus 19, 2016

Bersyukur Ciri Orang Beragama




Renungan HUT RI ke-71


Tercatat ada tiga peristiwa besar dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia yang menelan banyak korban darah dan nyawa, yaitu:

(1) masa revolusi ketika para pejuang mengusir penjajah dan merebut kemerdekaan bagi bangsa Indonesia sejak tahun 1945, 
(2) tragedi saling membunuh antar sesama anak bangsa dalam sejarah kelam peristiwa G30S tahun 1965, 
(3) runtuhnya rezim otoriter Orde Baru yang korup ditandai dengan mundurnya Soeharto sebagai Presiden RI pada tahun 1968. Berbeda dengan peristiwa tahun ’65 dan ’98, segala pengorbanan semasa revolusi memang sengaja dipertaruhkan demi mendapatkan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Karena sesungguhnya kemerdekaan bangsa Indonesia bukan merupakan hadiah, tetapi kemerdekaan itu harus direbut melalui perjuangan dengan mempertaruhkan bukan hanya keringat dan harta melainkan juga darah bahkan nyawa yang jumlahnya tak terhitung, ratusan ribu hingga jutaan melayang dan gugur menjadi kusuma bangsa.


Cara Terbaru Bersyukur Sebagai Warga Bangsa


Lalu sebagai orang yang mengaku beragama (Islam) seberapa besar kita harus menunjukkan rasa terima kasih dan bersyukur kepada para pejuang itu yang telah mengorbankan darah bahkan nyawa demi mencapai kemerdekaan bangsa yang kita telah ikut menikmatinya? Bila Islam mengajarkan agar kita berterima kasih dan bersyukur kepada orang tua, pertanyaannya seberapa banyak orang tua (khususnya ibu) yang mengorbankan nyawa demi anaknya? Kalaupun ada ibu yang harus kehilangan nyawanya demi anak (saat melahirkan, misalnya) karena masih sebatas lingkup keluarga barangkali masih dianggap biasa. Jika dibandingkan dengan seseorang yang bersedia mati atau mengorbankan nyawanya demi kepentingan orang yang tidak ada hubungan kerabat atau keluarga, tentulah hal tersebut merupakan tindakan yang luar biasa. Dan untuk menunjukkan rasa terima kasih serta penghargaan bisa jadi layak disejajarkan dengan penghargaan kita kepada orang tua kita sendiri. Betapa tidak? Karena dengan kemerdekaan yang kita miliki dan nikmati berkat hasil perjuangan para pahlawan itu, kita bisa bebas melakukan apa saja yang terbaik untuk diri kita dan keluarga kita. Itu adalah sebuah logika sederhana, tetapi hampir dapat dipastikan tidak banyak yang memahami, alih-alih mengakui jasa-jasa mereka dan menunjukkan rasa syukur.

Jika ditinjau ddari sudut kepentingan sendiri, rakyat yang berdiam atau bertempat tinggal di Jakarta seharusnya menunjukkan rasa syukur dan penghargaan yang lebih besar kepada para pejuang itu, bila mengingat pusat kecamuk perang ataupun pergolakan kebanyakan berada dan terjadi diluar wilayah Jakarta. Sehingga korban yang berjatuhan dengan sendirinya paling banyak berada di luar Jakarta. Sebagai contoh, saat terjadi pertempuran melawan tentara Belanda yang hendak kembali menjajah bangsa Indonesia dengan mendompleng pasukan sekutu di bawah komando tentara Inggris tahun 1948, pasukan Belanda dengan gencar menggempur pasukan gerilya Peta (Pembela Tanah Air) di kampung penulis (Batang, Jawa Tengah) degan maksud menghambat laju pasukan tersebut setelah pertempuran di Jerakah, Semarang yang terkenal itu, di mana salah satu korbannya adalah paman penulis yang masih berusia 19 tahun harus gugur di medan perang. Sementara dalam kurun waktu tersebut di Jakarta, boleh jadi rakyatnya tengah tidur nyenyak atau dengan tenang melakukan kegiatan sehari-hari tanpa sesuatu yang mengganggu kehidupan mereka. Sepertinya mereka hanya diam berpangku tangan, sementara di tempat lain rakyat sedang berjuang menyabung nyawa antara hidup dan mati. Tetapi begitu cita-cita kemerdekaan berhasil dicapai dan terwujud, orang-orang yang tidak pernah ikut berjuang, mereka pun ikut menikmati kemerdekaan. Kondisi tersebut dapat dianalogikan seperti anak yang dilahirkan orang tuanya yang sebelumnya tidak pernah meminta untuk dilahirkan, lalu setelah dilahirkan mereka pun menikmati hidup serta kehidupannya. Sebagai orang yang berakhlak dan mengaku beragama, di manakah para pahlawan dan pejuang kemerdekaan itu ditempatkan dalam ruang hidup dan kehidupan kita?



Simak Juga:




Posting Komentar