Menutup aurat bagi perempuan, sebagaimana laki2, hukumnya wajib. Hanya saja, rumusan batas aurat bagi perempuan, di antara ulama
sendiri berbeda2 pendapat.وَقُل لِّلْمُؤْمِنَـٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَـٰرِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ *إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا* وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka....
An-Nur 31
Dalam teks huruf tebal dari ayat dalil menutup aurat tersebut sesungguhnya secara jelas dan eksplisit disebutkan pengecualian bagian yang tidak harus ditutup. Atau dengan kata lain kalimat tersebut sesungguhnya merupakan rumusan batas aurat. Pengecualian tersebut merujuk pada apa yang biasa terlihat di masyarakat Arab waktu itu, yakni budaya dan tradisi bangsa Arab yang berlaku saat itu. Seperti diketahui bahwa tradisi Arab (jahiliyah) sangat merendahkan perempuan yang memandang perempuan tak lebih hanya sebagai barang bahkan lebih rendah dari itu adalah sebagai obyek seksual semata.
Jadi, jelaslah bahwa pakaian cadar adalah produk budaya yang dicantelkan pada kewajiban menutup aurat menurut hukum agama, dan bukan hukum agama itu sendiri. Sehingga pengecualian yang dimaksud dalam ayat tersebut di lingkungan masyarakat atau negara lain bisa (saja) berbeda rumusannya.
Pendapat demikian sejalan dengan pendapat Prof. Nina, dosen IAIN Yogya, bersama seorang perempuan Profesor juga dari Komnasham dalam sebuah acara dialog Dua Sisi di sebuah media elektronik beberapa waktu yang lalu.
Sistem politik hukum tersebut senapas dengan hukum tentang diperbolehkannya laki2 memiliki istri atau menikahi hingga empat orang perempuan sekaligus. Turunnya ayat tersebut juga merupakan ketetapan sekaligus sebuah prores adaptasi atau "jalan tengah" (sesuai dengan kredo Islam sebagai 'al-wustho') terhadap tradisi dan budaya Arab yang berkarakter sangat poligamis tanpa batas. Sedangkan di lingkungan masyarakat lain, poligami dianggap tak sejalan dengan spirit dan prinsip keadilan yang juga sangat dijunjung tinggi dalam Islam.
Orang2 atau pihak yang ingin "menelan mentah2" budaya Arab yang dikiranya sebagai bagian dari ajaran agama Islam ke dalam budaya lain, sadar atau tidak sadar justru telah merendahkan agama Islam itu sendiri, yang spiritnya adalah alih-alih membongkar sangat menghargai dan melestarikan nilai -nilai budaya luhur yang ada.
Ketika Sukmawati Soekarnoputri dalam puisinya hanya membandingkan antara cadar sebagai hasil budaya Arab dengan konde budaya Nusantara, duduk perkaranya agak berbeda dan sesungguhnya jauh dari tujuan dan maksud pelecehan agama. Demikian pula ketika ia membandingkan kidung dengan azan, kalau dicermati sebenarnya dimaksudkan adalah lebih kepada nada suaranya, bukan substansi atau isinya.