PORTAL KAJIAN ISLAM KONTEMPORER: Memadukan Wahyu dan Nalar Sehat Menuju Keseimbangan Hidup. "Banyak orang terjerumus karena menilai kebenaran dari SIAPA yang mengatakan, bukan dari APA yang dikatakan"

Agustus 17, 2015

Renungan HUT RI ke-70








SIAPA SAJAKAH YANG PALING LAYAK (BERHAK) DIHORMATI (DIHARGAI) SETELAH TAAT KEPADA ALLAH SWT DAN RASULNYA?

Sesungguhnya inilah orang-orang atau golongan yang pantas kita hormati dan hargai di tengah hidup kita menurut Islam dan budaya Indonesia. Dlam kaitan ini Allah swt berfirman.

لَّا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّـهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ

Tidaklah sama orang-orang mukmin yang tidak mempunyai uzur (hanya) duduk berpangku tangan dengan orang-orang yang berjuang di jalan Allah dengan harta dan dirinya. Allah melebihkan orang yang berjuang dengan harta dan dirinya atas orang yang hanya berpangku tangan satu derajat… “

An-Nisaa 95

 
Secara sosial-budaya mereka dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kategori, yaitu:

DI RUANG UMUM (PUBLIK):
Berdasarkan firman Allah Swt dalam Al-Quran surat An-Nisaa 59
“Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul, juga (hormatilah dan hargailah) mereka yang ambil urusan (peduli dan berjuang) untuk kehidupanmu…”, Maka hormat dan penghargaan itu layak ditujukan dan diberikan kepada:
1. Mereka yang telah mewakafkan (seluruh) atau mendarmabaktikan (sebagian) hidupnya –baik langsung atau tidak langsung-- untuk kepentingan kita, Seperti misalnya:
a-  Sekarno dan Mohammad Hatta, Sang Proklamator (untuk lingkup nasional);
b-  Para guru yang ikut terjun langsung ke lapangan memperjuangkan kenaikan anggaran pendidikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari 5% menjadi 20%, sehingga guru di seluruh Indnesia dapat menikmati kesejahteraan yang jauh lebih baik seperti sekarang (skala sektoral);
2. Para Pengurus lingkungan dan Birokrat yang dalam melaksanakan tugasnya dengan berpegang prinsip: “Menghidupi (mensejahterakan) lingkungan (RT/RW), dan tidak mencari kehidupan (penghidupan) dari kepengurusan  atau jabatan”. Dengan kata lain, penghormatan itu adalah pada mereka yang memberi (jasa) dan bukan menjual (jasa). Sebab jika niat mereka menjual (jasa), maka mereka itu tak lain adalah abdi (pelayan) kita (rakyat) sesuai dengan tuntutan era demokrasi yang berlaku di dunia (termasuk di Indonesia) saat ini (Indonesia bukan lagi Negara kerajaan, di mana rakyat menjadi abdi raja).
3. Orang-orang yang usianya (cukup jauh) lebih tua dari kita, karena doa mereka mustajab. Seperti diketahui bahwa cirri pokok masyarakat urban atau masyarakat industri adalah budaya profan (duniawi), desakralisasi (hilangnya hal-hal yang selama ini dianggap sakal), dan pragmatisme. Salah satunya adalah pandangan tentang peran dan fungsi doa. Banyak masyarakat sekarang doa orang tua hanya menjadi pelengkap penderita, dalam arti dianggap tidak terlalu berarti sebagai penentu keberhasilan dalam  mencapai suatu tujuan. Analog dengan hal tersebut misalnya, saat menghadapi musim kemarau panjang seperti sekarang ini orang leh atau bisa saja menempuh jalan berdoa dengan melaksanakan salat meminta hujan (istisqo) dan atau melakukan rekayasa cuaca. Namun dalam kenyataan selama ini, ditempuh atau tidak dua jalan itu, pada akhirnya (saatnya) nanti hujan akan tiba juga, karena hal itu memang merupakan bagian dari siklus kehidupan.

DI RUANG PRIBADI (PRIVAT)
1. Ibu (kandung) dan ayah biolgis, sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran surat Lukman 14
“Dan Kami pesankan kepada manusia (agar berbakti) kepada kedua orang tua,(lebih-lebih)  ibu yang telah menngandung dalam keadaan lemah dan susah payah…”, Hal itu diperkuat dengan riwayat Hadist tentang sahabat yang bertanya kepada Nabi Saw kepada siapakah kita harus berbakti, dijawab “ibumu” sampai tiga kali, baru kemudian “ayahmu”; Demikian pula termasuk kaum hawa pada umumnya.
2. Para cerdik cendekia dan ilmuwan yang jujur, saleh, ikhlas, rendah hati dan sederhana dalam arti hatinya tidak (lagi) cenderung pada kelezatan dan kenikmatan dunia serta senantiasa peduli pada nasib rakyat sebagaimana diuraian dalam Al-Quran surat At-Taubah  128 tentang sifat-sifat Nabi Saw:
“ Sungguh telah datang di tengah kalian seorang utusan dari kalanganmu sendiri, sangat  peduli akan penderitaanmu,sangat berharap agar kalian beriman dan selamat …”
Mereka itulah sejatinya yang diangkat dan memperoleh kedudukan tertinggi di sisi Allah Swt, sebagaimana termaktub dalam Al-Quran surat Al-Mujadalah 11:
“…Allah akan  mengangkat orang-orang yang beriman dari kalian dan  para ilmuwan beberapa derajat…”. Ulama yang tidak memiliki sifat-sifat seperti itu tentulah tidak dapat disebut sebagai  pewaris para Nabi sebagaimana dimaksudkan dalam sebuah Hadist.
3. Sungguh bodoh orang yang menghormati atau menghargai orang karena harta (dan pangkatnya), sementara boro-boro dia ikut menikmati harta dan pangkatnya, tak jarang justru mereka menjadi penyumbang polusi (udara), kerusakan lingkungan (air) dan kesenjangan (sosial). Simak QS 49:13

Simak Juga:




Posting Komentar