Ini masih cerita humor ala Tjokrodjiyo. Si Tuis, begitu biasa dipanggil, memang benar-benar “manusia udik”. Betapa tidak? Selain tinggalnya di kawasan kaki gunung jauh dari suasana kemajuan, satu kali pun ia belum pernah bepergian ke kota. Kebetulan saja karena kebaikan hati saudaranya yang telah lama mengikuti orang tuanya tinggal di kota, suatu hari si Tuis diajak menginap dan berjalan-jalan keliling kota.
Saat melihat lampu neon yag bulat panjang, ia mengira dan menyebutnya seperti es lilin. Ketika mendengar teriakan pengumuman dari pengeras suara di stasiun kereta api ia mengira dan menyebutnya sebagai rapat kampanye partai. Dan ketika melihat kereta api meluncur dengan cepat, ia pun berkomentar: “Sambil melata saja larinya kenceng begitu. Apalagi kalau berdiri…”. Lama-lama ia mengeluh kepalanya pusing..
Saat melihat lampu neon yag bulat panjang, ia mengira dan menyebutnya seperti es lilin. Ketika mendengar teriakan pengumuman dari pengeras suara di stasiun kereta api ia mengira dan menyebutnya sebagai rapat kampanye partai. Dan ketika melihat kereta api meluncur dengan cepat, ia pun berkomentar: “Sambil melata saja larinya kenceng begitu. Apalagi kalau berdiri…”. Lama-lama ia mengeluh kepalanya pusing..