PORTAL KAJIAN ISLAM KONTEMPORER: Memadukan Wahyu dan Nalar Sehat Menuju Keseimbangan Hidup. "Banyak orang terjerumus karena menilai kebenaran dari SIAPA yang mengatakan, bukan dari APA yang dikatakan"

Februari 25, 2017

...Lain Arab Lain Lagunya







Pada penghujung tahun 2016 yang lalu saya pernah diundang untuk menghadiri acara Maulid Nabi yang diselenggarakan oleh sebuah Pondok Pesantren yang beroperasi di kawasan Jakarta Selatan. Tidak seperti biasanya acara Maulid Nabi yang diisi
dengan serangkaian bacaan riwayat Nabi, puji-pujian, dan ceramah-ceramah mengenai Nabi Muhammad SAW, kali itu bacaan-bacaan hanya mengambil porsi kecil.  Sebagian besar waktunya diisi dengan pidato-pidato politik. Maklum, selain kala itu suasananya memang menjelang Pilkada serentak 2017, khususnya DKI, salah satu pembicara giliran terakhir yang menyita waktu hingga 90 menit mengatakan bahwa inilah momentum dan saat yang tepat ketika kaum muslimin bersatu pasca aksi unjuk rasa 411 yang digerakkan oleh GNPF-MUI yang fenomenal itu untuk melakukan konsolidasi bahkan revolusi guna menyingkirkan pemerintahan yang disebutnya kafir di bawah Presiden Jokowi. Disebutkan pula oleh pembicara yang mengaku sebagai wakil Rizieq Shihab bahwa di Indonesia hanya ada dua pemimpin, yakni Rizieq Shihab dan Jokowi. Rizieq Shihab adalah pemimpin “de facto”, sedangkan Jokowi adalah pemimpin “de jure”, katanya. Tak cukup hanya itu.  Pidato politik yang penuh kemunafikan dan bualan itu juga dengan bangga dan yakin “mereview” atau menceritakan kembali kepada hadirin yang kebanyakan masih berusia muda itu detik-detik menegangkan aksi unjuk rasa 212 yang diisi dengan acara salat Jumat. Yaitu proses dialog atau lebih tepat menurutnya pembajakan khatib salat Jumat, yang sesuai rencana semula yang akan bertindak sebagai khatib adalah Ketua MUI, KH Ma’ruf Amin, tetapi kemudian diambil alih oleh Rizieq Shihab. Dan klimaksnya adalah mereka merasa sangat bangga dan puas sekali karena telah berhasil merendahkan martabat seorang Presiden RI, Kapolri, dan Panglima TNI, lagi-lagi menurut mereka, duduk bersimpuh di bawah selama khutbah berlangsung di tengah guyuran hujan. Kejadian demi kejadian yang sempat membuat suasana mencekam tersebut beberapa waktu yang lalu benar-benar kontras dan berlawanan dengan kabar sejuk yang datang dari Jazirah Arab, yang diakui sebagai negeri asal Rizieq Shihab, tentang rencana kedatangan Raja Saudi Arabia di Indonesia. Sungguh ironis memang, sama-sama orang Arab, tetapi Arab asli yang notabene tak menyandang gelar habib sangat menghargai dan menghormati Jokowi, sang Presiden RI. Lah sementara Arab yang satu ini lihat saja sendiri, perilakunya yang tak terperikan...

Simak Juga:




Posting Komentar