PORTAL KAJIAN ISLAM KONTEMPORER: Memadukan Wahyu dan Nalar Sehat Menuju Keseimbangan Hidup. "Banyak orang terjerumus karena menilai kebenaran dari SIAPA yang mengatakan, bukan dari APA yang dikatakan"

September 25, 2018

Komentar atas Paparan Sujiwo Tejo di Forum ILC

Bagi umat muslim awam, menilai tokoh muslim atau pemimpin agama (ulama, cendekiawan, peneliti) sejati  sesungguhnya cukup sederhana, yakni dengan cara melihat rekam jejaknya melalui:
1. Karya tulis dari hasil research atau penelitiannya; Secara tak langsung atau dengan kata lain
dapat dsimpulkan bahwa hanya mereka yang memiliki karya tulis dari hasil penelitian yang dapat disebut sebagai tokoh agama.
2.  Yang bersangkutan tidak ikut2an larut dalam budaya pop.

SUJIWO TEJO MENYEBUTNYA SEBAGAI 'ULAMA TABLIG'. PENGERTIAN DAN MAKSUDNYA SESUNGGUHNYA KURANG LEBIH SAMA SEBAGIMANA URAIAN DI ATAS.

SUJIWO TEJO JUGA MENYEBUTKAN TENTANG TAKBIR YG MENAKUTKAN KARENA DITERIAKKAN DENGAN NIAT SEBAGAI 'YEL' (POLITIK). DAN INILAH SALAH SATU CONTOH BENTUK POLITISASI AGAMA YANG PALING ELEMENTER DAN MUDAH DILAKUKAN, SERTA JELAS BUKAN DENGAN NIAT UNTUK MEMUJI SERTA MEMBESARKAN ASMA ILAHI YANG KELUAR DARI HATI NURANI YANG SUCI MELALUI MULUT SEORANG HAMBA SAHAYA DI DEPAN SANG PENCIPTA...!!

Sujiwo Tejo aslinya adalah seorang seniman, tetapi dalam forum tersebut tampaknya mau mencoba berbicara dengan bahasa ilmiah. Sehingga tampak agak terbata2 ketika harus berbicara seraya berpikir keras di luar disiplin ilmunya, menambah sulit untuk dipahami. Melompat2... Mungkin rujukannya Khalil Gibran.

Sujiwo Tejo sendiri sebenarnya termasuk telah terjebak menjadi seniman pop (silit brintik..eh salah selebriti). Sebagai perbandingan dapat disebutkan contoh seniman sejati lokal misalnya Deddy Dores, Nike Ardilla (pop) atau Leo Waldy (dangdut).

"Ulama" sejati yang mumpuni, dan paripurna tiada lain adalah Nabi saw. Beliau pernah hidup 'dalam sunyi, sepi di gua Hiro, kawasan perbukitan jauh dari hiruk pikuk dan keramaian kota untuk melakukan observasi, kontemplasi dan meneliti'.
Beliau akhirnya terjun ke tengah masyarakat sebag ai 'ulama tablig' (istilah Sujiwo Tejo). Namun bukan dengan tujuan untuk mencari popularitas dengan tujuan untuk meraih kemuliaan duniawi. Dan yang lebih dan tak kalah penting adalah beliau telah meninggalkan 'haritage' dalam bentuk mushaf Alquran yang bisa menjamah dan dijamah oleh setiap insan sepeninggalnya. Jarang ulama yang mau dan mampu  serta bersedia berkaca dan becermin pada Nabi saw.
Di Indonesia ulama semacam itu (peneliti dan mubaligh), sepertinya baru ada satu orang, yaitu Prof HAMKA.


Simak Juga:




Posting Komentar