Dalam pembicaraan sehari-hari atau dalam acara ceramah agama seringkali kita mendengar ungkapan dan nasihat terutama ditujukan kepada mereka yang sedang tertimpa kesedihan atau musibah bahwa Tuhan pasti memberikan sesuatu yang terbaik kepada umatNya. Baik dalam pengertian apa yang baik atau menyenangkan maupun apa yang buruk dalam arti apa yang tidak
menyenangkan manusia. Hal itu bisa jadi berbeda dengan baik menurut Tuhan adalah apa yang dikehendakiNya dan buruk adalah apa yang tidak dikehendakiNya. Pertanyaannya, benarkah Tuhan selalu atau hanya memberikan sesuatu yang terbaik untuk kepentingan manusia, karena pada dasarnya Tuhan tidak membutuhkan sesuatu apapun? Atau pertanyaannya bisa dibalik, mungkinkah Tuhan memberikan sesuatu yang buruk kepada makhlukNya, dalam hal ini manusia? Sebagian pendapat mengatakan bahwa ungkapan tersebut selain berfungsi sebagai penghibur agar manusia tidak terjerumus dalam putus asa, juga disebut sebagai etika dan tata krama kepada Tuhan dengan cara "menyalahkan diri sendiri". Sikap tersebut menurut Alquran dikategorikan sebagai nafsu lawwaamah
وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ
dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)
Al-qiyamah 2
Karena dari beberapa petunjuk berikut mengisyaratkan bahwa Tuhan dapat saja menurunkan dan memberikan sesuatu yang buruk.
- Tuhan menciptakan iblis yang akan atau dapat menjerumuskan dan menyesatkan manusia. Padahal dengan atau melalui cara ujian tersebut Tuhan bermaksud mengangkat derajat manusia.
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedangkan mereka tidak diuji lagi?
Al-Ankabut 2
- Tuhan juga membuka dan menyediakan jalan sesat, di samping jalan yang benar.
وَهَدَيْنَاهُ النَّجْدَيْنِ
Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan
Al-Balad 10
- Tuhan dapat saja menjatuhkan derajat manusia, di samping mengangkat.
قُلِ اللَّـهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَن تَشَاءُ وَتَنزِعُ الْمُلْكَ مِمَّن تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَن تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَن تَشَاءُبِيَدِكَ الْخَيْرُإِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu
Ali Imran 26
- Tuhan dengan kuasaNya bisa jadi menyesatkan, selain dapat pula memberi petunjuk kepada manusia.
فَمَن يُرِدِ اللَّـهُ أَن يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِوَمَن يُرِدْ أَن يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ
Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit
Al-An'am 125
يُضِلُّ بِهِ كَثِيرًا وَيَهْدِي بِهِ كَثِيرًا
Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk
Al-Baqarah 26
- Hadist berikut menggambarkan Tuhan bagaikan sebuah "cermin". Seakan apa yang dilakukan manusia, demikian pula Tuhan akan melakukan. Kalau hadist tersebut dipahami secara harfiah, maka enaklah manusia. Tinggal bermodal "prasangka", maka semua keingingannya dapat terwujud!
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى
Aku sesuai dengan persangkaan hamba pada-Ku”. (Muttafaqun ‘alaih)
- Hadist berikut menyebutkan bahwa ridha Tuhan "disandarkan" tidak kepada orang yang bersangkutan tetapi pada ridha kedua orang tua.
رِضَى الرَّبِّ فِي رِضَى الوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ
Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua. Hakim, ath-Thabrani.
Kata kuncinya adalah menggali dan mencari tahu untuk kemudian diikuti apa yang dikehendaki dan apa yang tidak dikehendaki Tuhan.
- Dalam mengimani takdir sebagai bagian dari rukun iman diikuti penjelasan bahwa takdir Allah swt meliputi segala hal yang baik dan yang buruk.
خيره وشرّه من اللّه
Baik dan buruk (semua) datang (berasal) dari Allah swt