PORTAL KAJIAN ISLAM KONTEMPORER: Memadukan Wahyu dan Nalar Sehat Menuju Keseimbangan Hidup. "Banyak orang terjerumus karena menilai kebenaran dari SIAPA yang mengatakan, bukan dari APA yang dikatakan"

Agustus 21, 2015

Budi Pekerti dan Warisan Tradisi





“Hutang emas dibayar emas, hutang budi dibawa mati”. Demikianah salah satu ungkapan atau peribahasa lama yang boleh jadi kalangan generasi milenial sekarang sudah tak (lagi) mengenalnya. Jika dugaan itu benar, alih-alih melaksanakan
sekadar memahami arti dan makna budi pekerti dan tradisi saja pun jangan-jangan tak lagi kuasa. Peribahasa sesungguhnya merupakan sebuah kristalisasi atau kodifikasi dari perilaku masyarakat yang berlangsung selama bertahun-tahun, bahkan mungkin berabad-abad sehingga menggumpal menjadi warisan tradisi dan kemudian terhimpun sebagai pedoman hidup yang disebut budi pekerti. Pada jamannya sebuah peribahasa bukanlah hanya sebatas kata-kata, tetapi benar-benar nyata dan hidup (dilakukan) di tengah masyarakat. Meskipun ungkapan tersebut bukan bersumber dari ajaran agama, namun karena masyarakat menganggap bahwa arti dan maknanya mengandung keindahan dan nilai luhur, maka mereka memegangnya sebagai pedoman dan sikap hidup (way of life).

Kasih Ibu Sepanjang Jalan


Manusia yang berbudi (luhur) sangat menyadari dan menghargai budi (baik) orang -- tak peduli dari siapapun, dari orang tua atau dari orang selainnya. Lebih-lebih bila ia sendiri yang telah menerima (termakan) budi (baik) itu, bahkan dianggapnya sebagai hutang yang mesti dibayar. Mengikuti bunyi peribahasa tersebut, mengajarkan bahwa hutang budi tidak akan pernah dapat lunas dibayar hingga yang bersangkutan masuk ke liang lahat. Dalam kamus peribahasa. budi (baik) orang tua secara khusus digambarkan dalam sebuah ungkapan: “Kasih Ibu Sepanjang Jalan, Kasih Anak Sepanjang Penggalan”. Ungkapan-ungkapan tersebut senafas dengan ajaran Islam agar anak berterima kasih kepada Tuhan dan kedua orang tuanya sambil mengingatkan jerih payah dan budi (baik) mereka kepada anak mereka.

وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.

Lukman 14

Mereka yang berpikiran minimalis barangkali merasa sudah lengkap muslimnya ketika sudah (dapat) menunjukkan rasa syukur dan baktinya kepada kedua orang tuanya, sementara mereka mengabaikan budi (baik) orang lain yang pernah termakan. Kalau demikian pemahamannya, itu sama artinya dengan menganggap seakan-akan ajaran tradisi lebih indah dan luhur dari pada ajaran Islam. Perlu dicatat bahwa ketika Islam diturunkan di padang tandus Saudi Arab di tengah masyarakat jahiliah, di tanah Jawa masyarakatnya justru telah mencapai tingkat peradaban yang tinggi, dengan candi Borobudur sebagai salah satu saksi sejarahnya. Anak berbakti kepada orang tua adalah hal biasa (sudah seharusnya sebagai bentuk kesalihan pribadi). Tetapi tahu akan budi baik orang adalah luar biasa. Moralitas yang maju lebih menghargai kesalihan sosial, yaitu menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi. Itulah spirit Islam yang sesungguhnya. Masyarakat Betawi yang dianggap berwatak indivisualistis dengan slogannya yang terkenal “Lu-lu, Gue-gue” kini justru memperlihatkan kehalusan budi dengan menghidupkan kembali tradisi lama “munjung”, yaitu bersilaturahim sambil membawa buah tangan kepada orang tua dan orang yang dituakan karena dianggap berjasa ikut menentukan jalan hidupnya. Rasanya hanya ada dalam mimpi bila ada anak dapat pula membayarkan hutang budi kepada orang yang pernah berjasa pada orang tuanya.
Lebih dari itu cobalah tengok dan renungkan persoalan-persoalan berikut ini. Dalam pandangan Islam, perbuatan mencuri hukumannya jelas potong tangan, berzina dihukum rajam, dan seterusnya. Lalu hukuman apa yang pantas atau konsekuensinya untuk perbuatan-perbuatan berikut ini?

إِنْ أَحْسَنتُمْ أَحْسَنتُمْ لِأَنفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الْآخِرَةِ لِيَسُؤُوا وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُوا مَا عَلَوْا تَتْبِيرً

Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.  

Al-Isra 7

يَوْمَئِذٍ يَصْدُرُ النَّاسُ أَشْتَاتًا لِّيُرَوْا أَعْمَالَهُمْ* فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ* وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka,  Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.

Az-Zalzalah 5-7

المر ۚ تِلْكَ آيَاتُ الْكِتَابِ ۗ وَالَّذِي أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ الْحَقُّ وَلَـٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يُؤْمِنُونَ


Alif laam miim raa. Ini adalah ayat-ayat Al Kitab (Al Quran). Dan Kitab yang diturunkan kepadamu daripada Tuhanmu itu adalah benar: akan tetapi kebanyakan manusia tidak beriman (kepadanya).

Ar-Ra'd 1

Berikut adalah sederet daftar sifat dan sisi buruk yang banyak menghinggapi hati manusia.
1. Ingkar janji
2. Tidak bertanggung jawab
3. Tidak tahu (melupakan) budi (baik) orang
4. Zalim alias tidak adil
5. Memfitnah
6. Hasad, dengki
7. Loba alias tamak atau serakah
8. Mengurangi timbangan dalam berdagang
9. Berbohong
10. Berkhianat
11. Tak peduli, misalnya dirinya kenyang (berlebih) sementara tetangga, kerabatnya kekurangan
12. Takabur alias sombong, misalnya merasa tidak memerlukan orang lain bahkan Tuhan
13. Mengambil kesempatan dalam kesempitan

Lalu, apakah mereka yang sudah menerima hukuman atau menerima konsekuensinya di dunia akan dapat bebas “berlenggang” di akhirat kelak? Atau sebenarnya kebanyakan dari mereka tidak percaya (dan tidak tertarik) dengan soal-soal demikian.

Simak Juga:




Posting Komentar