Dalam artikel lain telah dipaparkan dan dibahas secara mendasar tentang bagaimana hubungan antara Islam dan Demokrasi. Tulisan kali ini membahas dan mengupas dasar hubungan antara Pencasila dan Demokrasi. Topik ini sengaja diangkat terutama guna menanggapi
sekaligus mencoba untuk meluruskan pandangan yang dikemukakan oleh Sang Ideolog Indonesia terkemuka, Surya Paloh. Ia acapkali melontarkan dan mengemukakan pandangannya tentang hakikat
sekaligus mencoba untuk meluruskan pandangan yang dikemukakan oleh Sang Ideolog Indonesia terkemuka, Surya Paloh. Ia acapkali melontarkan dan mengemukakan pandangannya tentang hakikat
dan filosofi Pancasila. khususnya sila keempat yang berbunyi “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/ Perwakilan” yang diperhadapkan vis avis bahkan dinilai kontradiktif dengan demokrasi sebagai sebuah dasar hidup bermasyarakat dan bernegara yang saat ini menerapkan sistem “one man one vote” untuk memilih wakilnya. Sementara penjabaran dan implementasi sila keempat dari Pancasila tersebut sejauh ini harus diakui belum menemukan format sebagaimana yang diharapkan dan dimaksudkan oleh para penggagas dan pencetus Pancasila. Hal tersebut mengemuka setelah menyimak kenyataan bahwa tingkat pendidikan masyarakat Indonesia yang belum merata untuk tidak mengatakan sangat timpang di berbagai kondisi dan strata sosial.
Demokrasi dalam Islam
Kuat dugaan bahwa pemakaian kata “permusyawatan” dalam sila keempat dari Pancasila terinspirasi dan mengadopsi ajaran Islam mengenai kehidupan bermasyarakat sebagaimana termaktub dalam Aluran surat As-Shura (42:38) yang sejak berabad-abad lalu dijadikan rujukan utama jika berbicara mengenai sistem demokrasi:
وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ