PORTAL KAJIAN ISLAM KONTEMPORER: Memadukan Wahyu dan Nalar Sehat Menuju Keseimbangan Hidup. "Banyak orang terjerumus karena menilai kebenaran dari SIAPA yang mengatakan, bukan dari APA yang dikatakan"

Maret 20, 2017

Seiman Sebuah Syarat Berumah Tangga?

 



Mungkin setiap orang tua atau putra-putri yang akan membina dan menjalani hidup berumah tangga boleh jadi mempunyai standar tujuan yang berbeda-beda dan tidak sama antara satu dengan lainnya. Namun pada umumnya mereka sepakat bila dikatakan bahwa ada dua tujuan utama membina rumah tangga.. Pertama, untuk mencapai kebahagian. Kedua, agar rumah tangga mereka langgeng hingga
ajal menjemput atau secara etis dan 'pasemon' dalam istilah Jawa disebutkan "sampai kaken-kaken dan ninen-ninen". Untuk dapat mencapai dua tujuan pokok tersebut acapkali didengar nasihat, baik dari pihak ortu maupun agamawan, salah satu syarat yang amat ditekankan adalah agar mencari pasangan hidup yang seiman. Hanya saja, sebagai manusia dewasa dan intelektual (dibekali akal pikiran) yang biasa memikirkan sesuatu langkah atau tindakan harus dilandaskan pada 'reasoning' (alasan), rasional, dan realistis, muncul pertanyaan mengapa harus seiman? Atau mungkin justru sebaliknya tidak harus (perlu) seiman? Barangkali syarat tersebut dimaksudkan atau setidaknya diharapkan akan dapat menjadi jaminan untuk tercapainya dua tujuan minimal tersebut. Lagi-lagi pertanyannya adalah kalau tidak demikian, lalu untuk apa syarat tersebut diajukan bahkan ditekankan?

Pertanyaan tersebut muncul setelah menyimak adanya kenyataan dan pengalaman empiris yang menunjukkan bahwa tak sedikit rumah tangga yang mengalami kegagalan dan berakhir dengan perceraian --selain tidak langgengnya pernikahan, asumsinya juga tidak berbahagia--, baik pernikahan seiman maupun pernikahan tidak seiman. Fakta di bawah permukaan bisa jadi merupakan gunung es dan sulit untuk dihitung, karena memang belum ada penelitian mengenai hal tersebut. Tetapi fakta yang dapat disimak publik dapat diambil contoh dari kalangan 'public figure", sepertia misalnya kalangan artis, bahkan tak kurang-kurang adalah termasuk figur yang menyandang predikat dan profesi sebagai ustadz silibriti.

Silakan, jika Anda memiliki jawabannya dan hendak mencoba menjelaskan, termasuk syarat apa yang dianggap lebih faktual sekaligus mencerahkan untuk disarankan kepada calon pembina keluarga.

Simak Juga:




Posting Komentar