PORTAL KAJIAN ISLAM KONTEMPORER: Memadukan Wahyu dan Nalar Sehat Menuju Keseimbangan Hidup. "Banyak orang terjerumus karena menilai kebenaran dari SIAPA yang mengatakan, bukan dari APA yang dikatakan"

September 09, 2018

Sambungan keenam: Sejarah Desa Lebo


Terbang solo



Akhlak Mulia, Ideologi Dunia



Korban Perundungan (Bullying)

Menurut Rudy, akhlak yang pernah juga disebut budi pekerti, atau lebih tepat menurut persepsi dan perspektif Islam, merupakan persoalan yang lebih besar dan mendasar dibandingkan misalnya dengan perkara kerukunan antar agama. Sebagai contoh sebut saja seperti peredaran narkoba, secara terang benderang menimbulkan dampak dan ancaman yang justru sangat serius dan mampu membinasakan peradaban sebuah bangsa bahkan dunia. Sejak mulai menyadari keberadaannya di dunia, sebagaimana dialami oleh kebanyakan anak seusianya, ia mengira bahwa kehidupan di dunia ini penuh dengan keramahan dan kasih sayang. Namun seiring dengan bertambahnya umur dan lingkungan pergaulan, prasangka itu mulai memudar dan berubah. Dia terlahir dengan membawa sedikit cacat bawaan di bagian telinga kanannya yang agak berkeriput dan kehilangan kemampuan pendengaran. Pada mulanya ia belum menyadari akan kekurangan atau kelainan fisik tersebut, sehinggga tidak sampai mempengaruhi kondisi kejiwaannya. Namun setelah ia mulai bergaul ke luar rumah khususnya di sekolah, beberapa teman sekolah bahkan sebagian orang dewasa  merundung dirinya. Sepintas ia sempat menduga bahwa perbuatan mereka didorong perasaan iri dan dengki gara-gara ia terlahir di tengah keluarga yang mapan dan terpandang. Belakangan, sedikit kekurangan pada fisik semakin lengkap ketika namanya juga menjadi obyek dan bahan olok-olokan. Berbeda dengan ajaran Islam yang mengajarkan kepada para orang tua agar memberikan nama yang baik bagi anak-anak mereka. Di dunia Barat paling tidak menurut pujangga kelas dunia asal Inggris, William Shakespeare, justru mengatakan bahwa “apalah artinya sebuah nama”. Perbedaan filosofi dan konsep secara diametral tersebut boleh jadi memang bersifat mendasar. Karena perbedaan perspektif tersebut juga berlaku di dunia kesehatan. Menurut konsep Barat kesehatan dimulai dari luar (jasmani), dengan slogan ‘jiwa yang sehat terletak pada tubuh yang sehat. Sedangkan menurut konsep Timur (Islam) mengatakan sebaliknya. Namun kadang ia berpikir bahwa pendapat pujangga besar tersebut mungkin ada benarnya. Bukankah emas tetaplah emas sekalipun dikatakan sebagai besi atau suasa? Tetapi baginya menjadi masalah ketika neneknya mendaftarkan dirinya untuk masuk sekolah SR rupanya tidak memperhatikan soal penulisan nama. Maklum neneknya memang sama sekali tidak pernah mengenyam pendidikan formal. Ia tidak mengerti dan membayangkan kalau nama “Djaerodi” saat mendaftar sekolah di belakangan hari berpotensi untuk dapat dijadikan bahan olok-olokan, baik di sebagian kalangan anak-anak maupun sebagian orang dewasa. Kelak, pada tahun-tahun awal menetap di Jakarta ia memperbaiki ejaan namanya dalam dokumen kependudukan tanpa memperdulikan lagi kesinambungan dengan nama yang tertera di semua dokumen sekolah yang dimiliki selama ini. Lucunya, ketika sudah bergabung di LP3ES, ia tersenyum dan merasa seperti mendapat kawan senasib. Pasalnya, ia mendengar cerita tentang Dawam Rahardjo, salah seorang direktur LP3ES, telah kehilangan ijazah Strata 1 (satu) dari Universitas Gajah Mada. Dan konon, ia tak pernah berupaya dan berniat untuk mendapatkan duplikatnya, sampai kemudian ia meraih gelar professor pun tidak lagi memiliki ijazah sarjana S 1 (Strata 1).
Semasa ia duduk di bangku kelas tiga SR, teman sekelasnya, Sutrisno, yang berperawakan lebih besar dengan kepala besar pula (denggel, Jawa), senang sekali mengolok-olok dirinya. Kesabaran dan sikapnya yang diam rupanya dianggap sebagai kelemahan, sehingga suatu saat dia berbuat agresif dengan menjitak kepalanya. Dengan mengerahkan segala keberanian dan seperti kesetanan ia berusaha membalas perlakuan yang dianggap telah melewati batas, sehingga terjadilah sebuah duel. Kejadiannya berlangsung cepat sehingga lepas dari pengamatan guru maupun perhatian teman-teman lain. Dalam perkelahian itu ia berhasil mengalahkannya dan dibuat tak berkutik. Sejak kejadian itu, dia tak pernah lagi melecehkan dirinya. Pengalaman pahit itu kembali menimpa dirinya saat ia duduk di kelas empat SR di Gringsing dengan jadwal masuk siang hari. Seperti biasanya setiap musim hujan tiba, hujan turun terus menerus hampir sepanjang siang dan hanya berhenti sebentar, lalu hujan turun kembali. Cuaca semakin gelap karena langit tertutup mendung yang menggulung berwarna hitam pekat. Namun pemandangan sekitar berubah terang ketika kilat menyambar diiringi petir menggelegar bertubi-tubi memekakkan telinga. Cuaca demikian dapat berlangsung berturut-turut hingga satu minggu lamanya. Seusai jam belajar sore hari ia berlari-lari kecil sendirian menembus lebatnya hujan bercampur kilat dan petir, menyusuri jalan untuk menuju pulang. Tiba-tiba seorang anak pengendara sepeda menyeruduk tubuhnya dari arah belakang seraya melarikan diri sehingga tubuhku terjungkal di atas jalan. Beruntung jalan dalam keadaan tergenang air hujan setinggi lutut, sehingga ia tidak terluka dan hanya sedikit rasa memar di bagian pinggulnya. Sekilas sempat terlihat penyeruduk itu rupanya teman sekolah berlainan kelas. Seperti merasa iri selama ini dia memang kerapkali merundungnya. Padahal belakangan diketahui bahwa sang penyeruduk sebenarnya masih termasuk saudara sepupu. Dengan menahan sedikit rasa sakit ia segera bangkit dan sambil kepala merunduk-runduk ia melanjutkan perjalanan menyusuri jalan desa yang membelah areal persawahan. Kira-kira dua puluh meter lagi langkahnya mencapai perbatasan desa, melalui sudut matanya tiba-tiba terlihat kilat petir besar menyambar kira-kira di atas perbukitan arah selatan. Cahayanya membentuk garis tebal terang benderang menyinari langit yang gelap tertutup mendung hitam pekat. Selanjutnya ia tak ingat lagi, dan saat menyadari tubuhnya sudah tergeletak di tengah persawahan yang baru saja selesai dibajak, kira-kira tiga meter dari jalan. Mungkin ia telah tersambar petir. Dengan tubuh bermandi lumpur dan segera meluntur begitu terguyur hujan, ia pun bangkit tertatih-tatih naik ke jalan untuk melanjutkan perjalanan. Setiba di rumah ia tidak mandi lagi dengan air sumur, karena sudah kedinginan. Jauh di kemudian hari baru ia berpikir kalau rangkaian pengalaman buruk dan nahas tersebut boleh jadi yang mengakibatkan ia jatuh sakit thypus sangat parah.


Halaman: 1 2 3 4 5 6



Bersambung ke: Sambungan ketujuh: Sejarah Desa Lebo
Kembali ke: Sambungan kelima: Sejarah Desa Lebo

Simak Juga:




Posting Komentar