PORTAL KAJIAN ISLAM KONTEMPORER: Memadukan Wahyu dan Nalar Sehat Menuju Keseimbangan Hidup. "Banyak orang terjerumus karena menilai kebenaran dari SIAPA yang mengatakan, bukan dari APA yang dikatakan"

September 09, 2018

Sambungan kelima: Sejarah Desa Lebo


Tugu Yogya





Bersama Aswab Mahasin Berburu Ilmu

Semenjak awal sekolah di PGAP dia duduk berdampingan satu bangku dengan Aswab Mahasin dalam satu ruang kelas yang sama. Pada awalnya ia kurang peduli dan tertarik dengan sikapnya yang agak berbeda dengan teman-teman sekelas lainnya. Menurutnya, rasa percaya diri yang tampak pada diri Aswab lebih karena ia merasa berasal dari Susukan, sebuah desa kecil tak jauh di selatan kota Salatiga. Seperti di bawah alam sadar sejak kecil Rudy merasa memiliki semacam daya magnit pribadi yang kerapkali membuat orang menaruh perhatian dan tertarik pada dirinya. Demikian pula Aswab yang aktif dan selalu ingin mendekati Rudy yang berwatak pendiam, sehingga membuat hubungan mereka kian hari kian bertambah akrab. Saling berkunjung dan menginap di rumah orang tua dan kampung halaman masing-masing pada suatu kesempatan liburan, sekalipun hanya sekali dalam seumur hidup, menandai sekaligus mempererat hubungan persahabatan mereka. Bahkan hubungan; tersebut tidak sebatas persahabatan antara mereka, tetapi lebih mendalam menjadi hubungan kekeluargaan. Hal ini dapat dilihat misalnya, hampir seluruh anggota keluarga Aswab mengenal dirinya dengan baik dan dekat. Ketika duduk di kelas dua PGAP beberapa kali ia mendengar sejumlah teman sekolah mengolok-olok Aswab dengan julukan filosof. Hal itu gara-gara mereka melihat Aswab seringkali menenteng-nenteng buku filsafat dan berbicara tentang Plato, Socrates dan Aristoteles, yang sebenarnya tidak mereka pahami. Belakangan sebutan filosof itu malah diganti menjadi Socrates. Diperlakukan demikian, sepertinya ia tak tersinggung dan sepertinya dianggap angin lalu. Memang, tak hanya bidang filsafat, rupanya Aswab juga memiliki minat dan selera cukup baik di bidang musik. Saat itu musik Rock and Roll dan Elvis Presley sebagai bintang penyanyi dengan gayanya yang khas sedang banyak digandrungi para remaja, tak terkecuali Aswab. Dalam sebuah pentas inaugurasi ia pernah tampil sebagai salah satu penyanyi, dan membawakan lagu seraya menirukan gaya Elvis Presley, lengkap dengan atribut celana model super lebar di ujung kaki dan potongan rambut berjambul. Kelak jauh di kemudian hari jika diingatkan kembali tingkahnya dulu, ia hanya senyum tersipu. Selain lagu-lagu pop, Aswab juga menyukai dan seringkali membawakan sebuah lagu klasik instrumental yang cukup populer karya komponis besar Ludwig van Beethoven. Sedangkan dalam mata pelajaran olah raga ia kurang maju, mungkin karena fisiknya yang kurang menunjang. Ia mendengar cerita dari kawan-kawannya kalau Aswab rajin berpuasa sunat hari Senin dan Kamis. Sampai lulus dari PGAP alih-alih berminat Rudy sama sekali belum mengerti apa itu filsafat termasuk juga musik. Secara jujur ia memberikan apresiasi dan merasa terkejut juga ketika kemudian mengetahui bahwa Rudy berhasil meraih peringkat pertama dalam ujian akhir PGAP. Sementara ia sendiri menduduki peringkat ketiga dan ikut terpilih dapat melanjutkan sekolah di Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN) di Yogya. Sekadar catatan bahwa siswa yang dapat melanjutkan jenjang pendidikan di PHIN adalah siswa lulusan dari PGAP di seluruh Indonesia hanya diambil empat orang siswa dari rangking satu sampai empat. Sisanya meneruskan ke jenjang pendidikan lanjutan atas di Pendidikan Guru Agama Atas (PGAA) di Solo. Entah mengapa, memasuki tahun ketiga sekolah di PGAP otak Rudy seperti terbuka lebar dan daya ingatnya semakin tajam seakan mencapai titik puncaknya. Sedemikian kuat daya ingatnya sehingga ia hampir hapal dan dapat mengingat dengan jelas di halaman berapa suatu materi pelajaran tercantum di dalam buku. Perubahan tersebut sunggguh merupakan lompatan besar mengingat saat tahun-tahun terakhir sekolah di SR Gringsing dulu prestasi belajarnya benar-benar terpuruk. Hampir enam puluh persen nilai rapornya berwarna merah. Saat menghadapi ujian akhir PGAP sementara teman-teman kos tekun belajar dengan menjinjing setumpuk buku seraya memisahkan diri di bawah pohon rindang jauh di halaman rumah. Dia sendiri sebenarnya merasa risau dan gelisah sendiri, karena tak tahu apa yang harus dibaca dan dipelajari. Ketika ia mencoba untuk menanyakan apa yang dibaca dan dipelajari teman-teman, mereka malah mengusirnya sambil mengatakan bahwa ia sudah pandai dan tak perlu lagi belajar. Dan benar saja, ketika ia berhasil mengintip ternyata banyak materi pelajaran yang mereka baca sesungguhnya sudah ia kuasai dan pahami. Ia masih ingat  pada saat mengerjakan soal Ilmu Fiqh dalam ujian akhir PGAP, yang seluruh materinya merupakan hapalan, dapat dikerjakan dengan lancar tanpa jeda berpikir seperti layaknya menyalin sebuah teks dalam tempo relatif cepat sehingga masih tersisa dua puluh menit dari waktu yang disediakan.
Dalam banyak hal kadang ia merasa kerapkali lebih beruntung dibandingkan dengan teman-teman lain, seperti misalnya ketika ia harus hijrah dan sekolah di Yogyakarta. Masalah utama dan pertama yang kerap dihadapi dan harus mendapatkan solusi adalah mengenai tempat tinggal atau rumah pemondokan. Ia merasa lebih beruntung dibanding teman-teman seangkatannya. Pada tahun pertama ia kost di rumah satu keluarga yang masih tergolong famili di Gondomanan di bilangan belakang keraton kesultanan Yogya. Meskipun antara pihak keluarganya dan famili tersebut sudah puluhan tahun tidak berjumpa dan bersilaturohim, namun berkat bantuan Mbah Sual –dalam subjudul tersendiri dikisahkan pengalamannya yang menyeramkan— yang kebetulan masih menyimpan alamat mereka, sehingga hubungan persaudaraan tersebut dapat terjalin kembali. Memasuki tahun kedua menetap di Yogya kesadaran dan pemikiran tentang berbagai ilmu serasa kian terbuka. Lingkungan pergaulan dengan latar belakang beragam, baik etnis dan budaya ataupun tingkat pendidikan cukup mempengaruhi dirinya. Perbincangan sehari-hari tentang agama ataupun pengetahuan umum lain kerapkali mewarnai pergaulan sesama teman atau kelompok. Sehingga mau tak mau ia terbawa arus untuk mengikuti diskusi tak resmi tersebut. Menurutnya, kesukaan Aswab untuk merenung dan berpikir berpengaruh besar dalam memberikan motivasi dan dorongan pada kawan-kawan sepergaulan untuk melakukan hal yang sama. Dalam banyak kesempatan tak jarang Rudy seperti ditantang untuk berdiskusi bahkan berdebat tentang berbagai hal, terkadang tentang tetek bengek seperti ada atau tidak ada makhluk hantu. Lucunya, belakangan baru diketahui rupanya dia termasuk sosok yang takut pada hantu. Rudy sendiri, kendati ia berasal dari perdesaan, tetapi ia kurang percaya dengan hantu.

Halaman: 1 2 3 4 5



Bersambung ke: Sambungan keenam: Sejarah Desa Lebo
Kembali ke: Sambungan keempat: Sejarah Desa Lebo


Simak Juga:




Posting Komentar