PORTAL KAJIAN ISLAM KONTEMPORER: Memadukan Wahyu dan Nalar Sehat Menuju Keseimbangan Hidup. "Banyak orang terjerumus karena menilai kebenaran dari SIAPA yang mengatakan, bukan dari APA yang dikatakan"

November 05, 2018

Menguak Rahasia Doa (3)





Lebih Dekat Mengenal Tuhan



"Siapa mengenal dirinya, (pastilah) dia mengenal Tuhannya”, demikian Nabi Muhammad saw bersabda. Manusia merupakan satu-satunya ciptaan Tuhan yang memiliki akal pikiran sehingga membedakannya dengan makhluk hidup lainnya di
muka bumi. Pada episode awal penciptaan dan kejadian manusia Tuhan telah menyatakan dan memperlihatkan kepada para Malaikat dan Iblis bahwa manusia merupakan makhluk yang memiliki kedudukan paling tinggi dan mulia di antara makhluk lain. Salah satu buktinya adalah Malaikat diperintahkan untuk bersujud kepadanya. Namun demikian pada saat yang sama manusia dapat terjerumus kedalam jurang kehinaan dan kenistaan yang serendah-rendahnya, bahkan  lebih rendah dari binatang, apabila mereka terbelit dan tunduk pada hawa nafsunya.

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَـٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَـٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai

Al-A'raf 179

Sebagaimana diketahui bahwa maksud dan tujuan penciptaan manusia (dan jin) tak lain adalah semata-mata agar mereka beribadah kepada Tuhan. Atas dasar ketetapan tersebut, maka mengenal Tuhan merupakan sebuah keniscayaan. Karena mustahil dan bagaimana mungkin  beribadah kepada Tuhan jikalau mereka tidak mengenal zat yang disembah. Dan jalan pintas untuk mengenal Tuhan adalah dengan mengenal dalam arti mempelajari serta memahami diri sendiri. Kendati berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini manusia mampu melakukan observasi alam semesta yang dapat menunjukkan bukti lebih dari cukup tentang adaNya dan kekuasaan serta keesaan Tuhan.
Manusia merupakan gabungan antara jisim dan ruh. Jisim merupakan pusaran hawa nafsu dan syahwat yang berpotensi mendorong manusia menuju kepada keburukan dan kegelapan. Sedangkan ruh merupakan pantulan cahaya Ilahi yang suci dan berpotensi mendorong manusia menuju kepada derajat kemuliaan, kebahagiaan dan tempat yang terang. Pada dasarnya manusia merupakan wadah yang netral sehingga menjadi ajang tarik menarik antara dua potensi kekuatan yang saling berlawanan tersebut. Akal sebagai penggerak atau eksekutor, —akal merupakan pembeda antara manusia dengan hewan— pada gilirannya menjadi pendulum apakah hawa nafsunya akan dapat menjadi tangga untuk mengantarkannya menuju kepada kesempurnaan dan kemuliaan serta kebahagiaan, atau sebaliknya akan menjadi peseluncur yang akan menggulung dan menjerumuskan manusia ke dalam jurang kesengsaraan, kenistaan dan kebinasaan.

Kaidah Sunnnatullah

Semakin besar upaya manusia untuk menjinakkan dan menundukkan hawa nafsu, maka semakin dekat ia kepada Tuhan. Atau dalam bahasa motivator dikatakan bahwa “semakin keras sikap manusia kepada dirinya, maka akan semakin lunak (kasih) sikap alam kepada dirinya”.

Jika disebutkan Tuhan bersemayam di atas ‘Arsy bukan berarti Tuhan merupakan Zat yang diam dan tersembunyi. Sesungguhnya bukan manusia saja yang mencari Tuhan, akan tetapi Tuhan juga menaruh perhatian terhadap manusia. Bahkan lebih jauh dikatakan bahwa satu meter manusia mendekat kepada Tuhan, maka seratus meter Tuhan akan mendekat kepada manusia. Demikian pula jika manusia “menolong” Tuhan, maka Tuhan pun akan menolong manusia.
Di bagian lain sebuah kalimat bijak mengibaratkan hawa nafsu bagaikan senar dari sebuah gitar atau biola. Jika senar disetel terlalu kendor, maka alat musik akan menghasilkan nada yang buruk dan tidak merdu didengar. Demikian pula sebaliknya, jika senar disetel terlalu kencang, maka alat musik akan sulit mengeluarkan bunyi bahkan boleh jadi putus. Dengan kata lain, sesungguhnya hawa nafsu diperlukan sebagai motor penggerak kehidupan, akan tetapi ia tidak boleh diumbar dan dilepas sehingga akan menguasai dan mendikte manusia. Di antara kedua kekuatan tarik menarik tersebut manusia diuji agar dapat mencapai tingkat dan derajat yang lebih tinggi.

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun

Al-Mulk 2

Manusia diuji sesuai dengan kemampuan (keadaannya), seperti misalnya orang kaya diuji melalui kekayaannya mengenai rasa syukurnya, sedangkan orang miskin diuji melalui kemiskinannya mengenai rasa sabarnya, pejabat atau penguasa diuji melalui jabatan atau kekuasaannya mengenai rasa keadilan dan welas asih terhadap rakyatnya, dan seterusnya. Di hadapan manusia telah dihamparkan dua jalan (untuk dipilih). Seperti misalnya, untuk berbuat benar atau salah. baik atau buruk, lurus atau bengkok, jujur atau bohong, cinta atau benci, syukur atau kufur, adil atau zalim, mengikuti jalan Tuhan atau jalan setan, dan seterusnya.

Harga Sebuah Kemenangan

Derajat tertinggi dicapai ketika kondisi dan situasi dimana serta manakala manusia dapat melakukan suatu kejahatan, namun ia dapat menghindarkan dirinya dan tidak mau melakukan tindak kejahatan. Di samping itu suatu kehidupan yang di dalamnya tidak ada kemenangan sesungguhnya merupakan kehidupan yang dangkal, rendah tingkat dan derajatnya, serta membosankan. Sedangkan suatu kemenangan tidak akan ada nilainya apabila diperoleh tidak melalui suatu perjuangan untuk menghadapi tantangan dan mengatasi rintangan

Tuhan telah mengingatkan manusia akan sebuah konsepsi moral bahwa risiko maupun konsekuensi atas segala keputusan dan tindakan atau sepak terjang tiap insan akan dirasakan atau diterima dan berbalik pada diri mereka sendiri. Sebagai bentuk dari sifat kemurahanNya, Tuhan memberikan penghargaan berlipat ganda atas perbuatan baik (surat  Al-Baqarah 261). Sedangkan untuk perbuatan buruk, maka risiko yang ditanggung hanya sebatas keburukan tersebut.

مَن يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ وَلَا يَجِدْ لَهُ مِن دُونِ اللَّـهِ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا...

Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah

An-Nisaa 123




Keluar Dari Belenggu


Tuhan menciptakan alam semesta beserta isinya ini berdasarkan konsep berpasang-pasangan. Di antara banyak sekali hal yang saling berpasangan itu, terdapat dua bidang utama berkaitan dengan kehidupan manusia, yakni bidang ekonomi dan sosial. Dalam bidang ekonomi atau lebih spesifik rezeki, manusia dilebihkan di antara satu dengan lainnya.

وَاللَّـهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ فَمَا الَّذِينَ فُضِّلُوا بِرَادِّي رِزْقِهِمْ عَلَىٰ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَهُمْ فِيهِ سَوَاءٌ أَفَبِنِعْمَةِ اللَّـهِ يَجْحَدُونَ

Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?

An-Nahl 71

Dengan kata lain, kaya dan miskin merupakan kodrat manusia. Sedangkan dalam bidang sosial (politik dan hukum), manusia diciptakan dalam dua golongan pula, yaitu sebagai hamba sekaligus sebagai khalifah.

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku

Adz-Dzariyat 56

Berbeda dengan bidang ekonomi, status dan tanggung jawab ganda yang dimiliki dan disandang manusia selaku hamba dalam saat yang sama sebagai khalifah itu tampaknya kurang mendapat tempat dan porsi yang memadai dalam kajian dan fatwa para ulama terdahulu. Kuat dugaan bahwa pemahaman tentang makna khalifah terlalu bias atau cenderung pada penguasa atau sultan dalam kerajaan Islam waktu itu. Jika dalam bidang ekonomi, demikian kuat doktrin tertanam bahwa orang kaya wajib menyisihkan sebagian hartanya untuk melindungi kaum ekonomi lemah. Bahkan selain tertuang sebagai bagian dari rukun Islam, kaum mampu yang enggan melindungi kaum terpinggir dengan keras dan tegas disebut sebagai kaum pendusta agama. Namun tidak demikian dengan status manusia sebagai hamba dan khalifah. Padahal dalam praktik dampaknya tidak kalah mengkhawatirkanya. Terlepas dari berbagai arti dan beragam penafsiran tentang khalifah, pengertian khalifah dan hamba haruslah juga berdimensi horizontal. Sejauh ini perintah untuk menegakkan keadilan dan kebajikan yang seharusnya lebih dialamatkan kepada khalifah (pemimpin) guna melindungi hamba (yang dipimpin) sepertinya dianggap hal yang tidak penting bahkan terkesam tidak jelas dan tegas. Sekalipun ekonomi merupakan persoalan yang sangat fundamental dan vital serta krusial bagi kehidupan manusia, namun ekonomi bukanlah segalanya.

يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ

Ia mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya

Humazah 3

Seperti telah disebutkan bahwa evolusi merupakan bagian dari sunnatullah dalam proses kehidupan alam semesta, tak terkecuali dalam proses berpikir. Bila dirunut semenjak pra sejarah, pada awalnya manusia secara fisik merasa lemah, sehingga karena diliputi perasaan takut ia mencari perlindungan, sesuai dengan alam pikiran serta kemampuan berpikirnya, pada sesuatu yang disaksikan dan dianggap memiliki kekuatan besar atau gaib. Apa yang dalam sejarah perkembangan teologi dikenal mulai dari animisme, dinamisme hingga politheisme atau bertuhan banyak. Dalam perkembangan selanjutnya konsep ketuhanan manusia tidak didasarkan pada perasaan takut, tetapi pada hasrat untuk mendapatkan pertolongan. Sehingga ia mencari Tuhan Yang Maha Esa di antara tuhan-tuhan yang dipercaya selama ini.  Di kalangan agama langit, manusia mengenal Tuhan Yang Maha Esa  dilakukan oleh Nabi Ibrahim as, bapak dari segala nabi. Dan semenjak itu manusia memasuki zaman ketuhanan monotheisme, sekaligus menjadi penanda zaman manusia berpikir modern dan meninggalkan serta menanggalkan zaman primitif. Bahkan dalam pandangan pos-modern, setelah melewati evolusi berbagai fase pemikiran tersebut, mulai dari animisme, politheisme hingga monotheisme, maka manusia akan sampai kepada pandangan “tuhan telah mati”. Dalam artian tuhan tidak terlalu dibutuhkan lagi dalam kehidupan umat manusia, karena mereka telah demikian percaya dengan kemampuan sendiri. Sepintas lalu kelihatannya bisa dianggap sesat, tetapi secara evolutif hal tersebut sesungguhnya merupakan sesuatu yang alamiah atau wajar. Ibarat  perkembangan anak di buaian orang tua, sekarang ia telah tumbuh menjadi lebih dewasa dan mandiri. Sehingga dalam konteks doa, hubungan manusia dengan Tuhan kemudian lebih didasarkan sekaligus ungkapan rasa cinta antara makhluk dan Sang Pencipta. Sebagai manusia dewasa ia bertanggung jawab atas diri sendiri di hadapan Zat Yang Dicinta.

كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ

Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya

Al-Mudatsir 38



Daftar Pustaka


Al-Faruqi, Ismail R.,1989, Islam dan Kebudayaan
Al-Ghazali, 1997, Mutiara Ihya Ulumuddin
AS-Shiddieqy, Prof Dr TM Hasby, 1990, Mutiara Hadist
Asy-Syarkowi, Hasan, 1994, Manhaj Ilmiah Islam
Barton, Greg, Ph.D, 2003, Biografi Gur Dur (The Autorized Biography of Abdurahman Wahid)
Bram Setiadi dkk, 2000, Raja di Alam Republik
Geertz, Clifford, Ph.D, 1989, Abangan, Santri, Priyayi dalam Maasyarakat Jawa (The Religion of Java)
Hassan, Ibrahim, 1989, Sejarah dan Kebudayaan Islam
Hasyim, Umar, 1978, Apakah Anda Termasuk Ahli Sunnah wal Jamaah?
n  Majalah Al-Fatah,, 1990, IAIN Palembang
Jacob, Prof.Dr.Tengku, 1998, Manusia, Ilmu dan Teknologi
Kuntowijoyo, Dr, 1991, Paradigma Islam, Interpretasi untuk Aksi
Kuntowijoyo, Dr, 2001, Muslim Tanpa Mesjid
LSAF, 1989, Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam
LSAF, 1992-1993, majalah Ulumul Quran
Mubarok, Dr Akhmad, 2004, Islam dari Rasional Hingga Spiritual
Musa, Dr M.Yusuf, 1991, Alquran dan Filsafat
Poerodisastro, Prof S.I., 1986, Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Peradaban Modern
Poespoprojo, W.Gilarso T, 1985, Logika Ilmu Menalar
Rasjidi, Prof Dr H.M., 1995, Filsafat Agama
Sufaat, M., 1985, Beberapa Pembahasan tentang Kebatinan
Syihabuddin S, 1971, Bidayatus Salikin
Yayasan Festival Istiqlal, 1996, Ruh Islam dalam Budaya Bangsa


Kembali ke: Menguak Rahasia Doa (2)

Simak Juga:




Posting Komentar