Dalam sejarah tercatat bahwa sentuhan agama Hindu di tanah Jawa khususnya telah melahirkan seni dan budaya tinggi, seperti wayang (kulit, wong), panggung ketoprak, seni tari dan tembang, dan
serta adat istiadat dan ajaran budi pekerti adiluhung, dan lain-lain. Sementara Islam boleh dikatakan tidak demikian. Mengapa? Ada sementara pendapat dan kalangan yang menyebutkan bahwa hal tersebut terjadi karena sebahagian dari ulama mengharamkan kesenian (dan budaya) yang tentu saja membawa banyak pengikut. Sebuah aliran paham puritan yang sesungguhnya tidak realistis dan inkonsisten bahkan melawan kodrat. Karena bukankah seni itu indah, sedangkan Tuhan Maha Indah dan menyukai keindahan? Tanpa seni dan budaya, jiwa menjadi kering dan gersang. Kondisi jiwa demikian memang mudah disusupi dan cukup ideal bagi berseminya bibit-bibit kekerasan, lebih-lebih jika dirangsang dan dipicu oleh hasrat dominasi dari sosok pemimpin yang diilhami atau bersumber dari ayat Alquran, seperti kecaman bahkan kutukan Tuhan terhadap kaum Yahudi dan Nasrani yang dipahami secara keliru.
وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّـهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّـهِ ذَٰلِكَ قَوْلُهُم بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِن قَبْلُ قَاتَلَهُمُ اللَّـهُ أَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ
Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orang-orang Nasrani berkata: "Al Masih itu putera Allah". Demikianlah itu ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah melaknat mereka, bagaimana mereka sampai berpaling?
At-Taubah 30
Sementara faktanya, di antara kitab-kitab suci terutama dari agama "langit" atau agama "dunia" sekalipun, di dalam ayat-ayatnya tidak ada tercantum kalimat yang berisi kecaman bahkan kutukan terhadap pengikut agama lain seperti Alquran terhadap kaum Yahudi dan Nasrani. Fakta tersebut ditambah lagi dengan karakter bangsa arab, notabene tempat persemaian Islam, yang temperamental dan keras alih-alih berkesenian yang dapat menghaluskan jiwa dan rasa malah cenderung "menyukai" untuk memilih cara dan menempuh jalan kekerasan. Kecaman dan kutukan Tuhan atas kaum Yahudi dan Nasrani sebagaimana termaktub dalam surat AT-Taubah 30 oleh penganut paham (anti seni dan budaya) tersebut seakan atau memang dianggap sebagai legitimasi untuk menyuburkan sikap permusuhan bahkan melakukan tindakan yang bersifat agresif, seperti persekusi, perundungan, pelecehan dan menebar ujaran kebencian tanpa hak, seperti contohnya dilakukan belakangan di negara Indonesia khususnya kepada kaum Nasrani.
Kesan wajah "sangar" Alquran (hasil tafsir, pemahaman dan penjabaran dari ulama dan kelompok muslim garis keras selama ini) ternyata dan terbukti dapat juga ditampilkan dengan wajah "jinak" dan damai pada masa Walisongo khususnya sunan Kalijogo, sehingga sempat melahirkan karya-karya seni antara lain gubahan cerita wayang yang cerdas dan menarik, seperti lakon "Petruk Dadi Ratu", "Bimo Kunthing", dan beberapa tembang langgam Jawa yang mampu menggugah sukma
Fenomena pemahaman dan tindakan semacam itu sesungguhnya telah terjadi dan mulai muncul semenjak zaman dua khalifah terakhir sahabat Nabi saw, yakni Ustman ra dan Ali ra. Bila dikaji secara lebih mendalam benang merahnya adalah upaya mengkapitalisasi dan "melegitimisasikan" ayat (ayat) tersebut untuk tujuan apapun sesungguhnya sama artinya dengan berbuat lancang kepada Tuhan atau dengan kata lain mengambil alih wewenang Tuhan. Karena pada dasarnya murka Tuhan kepada makhlukNya tersebut sepenuhnya merupakan wewenang dan hak "prerogatif" Tuhan. Di samping itu, kaum Yahudi dan Nasrani sebagaimana termaktub dalam surat Al-Baqarah 120 yang kerapkali digunakan sebagai legitimasi sikap permusuhan dari sebahagian kaum muslim tersebut sesungguhnya menunjuk pada mereka yang hidup di kala turun wahyu, yakni semasa hidup Nabi saw. Hal ini dapat dipastikan dan ditandai dengan adanya awalan huruf "alif" dan "lam" pada kata benda (isim) "Yahudi" dan "Nasrani", menurut ilmu nahwu disebut "isim ma'rifah" (tertentu), padanan awalan "the" dalam bahasa Inggris disebut sebagai
definite article. Tambahan pula, kata ganti "kamu" dalam ayat tersebut adalah sangat jelas dialamatkan kepada Nabi Muhammad saw.
Jadi, pengertiannya tidak dapat digeneralisasikan atau "digebyah uyah" (Jawa), apalagi manusianya sudah sangat jauh melampaui batas waktu dan tempat. Penafsiran demikian sejalan dengan tafsir atas surat Al-Mukminun 6 tentang
"seks yang diperbolehkan di luar nikah" sebagai tema yang diajukan dalam sebuah disertasi di UIN Yogya yang sempat menuai kontroversi itu.
وَلَن تَرْضَىٰ عَنكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّـهِ هُوَ الْهُدَىٰ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُم بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّـهِ مِن وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.
Al-Baqarah 120
Sebagian besar Alquran yang dilengkapi dengan terjemahan, untuk kata Yahudi dan Nasrani, karena faktor kelalaian atau mungkin kesengajaan, kata "itu" tampak tidak dituliskan. Padahal sebagaimana diketahui bahwa satu kata dapat memberikan makna yang sangat berbeda. Tak usah satu kata, kurang tanda titik atau koma saja dapat memberikan makna yang berbeda.
Sementara itu satu hal kiranya perlu dicatat bahwa ketika Alquran (Islam) turun di tanah arab nan tandus dan gersang terbukti telah mengubah bangsa arab yg semula biadab alias jahiliyah menjadi bangsa yang beradab dalam tempo kira-kira 2 dekade.
Namun fakta sejarah tersebut tidak ada jaminan dari Alquran kemudian kaum atau bangsa yang telah diangkat derajatnya oleh sentuhan ajarannya tersebut akan terus menjadi kaum yang beradab dan mencapai derajat tinggi di mata Tuhan. Dan satu hal lagi perlu diingat bahwa pada dasarnya Tuhan sangat mencintai dan menyayangi segenap makhlukNya. Hal tersebut terbukti bahwa sungguhpun sebagaimana termaktub dalam surat At-Taubah 30 Allah swt telah melaknat kaum Yahudi dan Nasrani, namun Tuhan masih memberikan kesempatan kepada mereka untuk berubah tanpa harus menghapus dan kehilangan identitas mereka, dengan syarat yang tidak terlalu sulit, yakni memperbaiki dan meluruskan akidah mereka dari syirik menuju tauhid.
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَىٰ وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّـهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati
Al-Baqarah 62
Berikut adalah analogi (sebagian) ulama dan kelompok muslim yang dikategorikan lancang kepada Tuhan.
Seorang ayah atau ibu sedang memarahi anaknya, tiba2 ada orang lain ikut nimbrung memarahi sang anak. Kira2 apa yang terjadi dan penilaian apa yang layak untuk orang yang suka ikut-ikutan nimbrung tanpa hak tersebut..?