Ulah ceurik
Siasat sesat
Istilah “snob” mengacu pada orang atau kelompok yang suka meniru gaya (hidup) kelas sosial yang lebih tinggi, berlagak atau dalam bahasa sehari2 disebut sok (sok tahu, sok mengerti, sok kaya, sok pintar, sok kuasa, sok suci dan sok-sok lainnya). Sikap sok
dapat dikategorikan sebagai gejala kelainan jiwa. Manifestasinya dalam bentuk mengaku-ngaku, gejala kejiwaannya adalah untuk memperoleh pengakuan dalam habitusnya. Budaya snob tersebut dalam praktiknya banyak macamnya. Sebagai contoh, orang yang sudah pergi menunaikan ibadah haji, dirinya merasa lebih suci daripada yang belum naik haji. Di zaman Orde Lama dulu, banyak orang2 daerah jauh dari pusat ibukota Jakarta berlagak dan meniru gaya hidup orang Jakarta, seperti dalam penampilan dan berbahasa. Warga Uni Soviet yang tinggal di wilayah Siberia, ribuan kilometer dari ibukota Moskow, kalau pergi keluar negeri ditanya asalnya, mengaku dari Moskow. Masyarakat luar lingkungan keraton Yogya dan Solo saat mengadakan resepsi pernikahan, baik dalam rangkaian upacara maupun berpakaian, meniru dan mengikuti adat keraton. Itu semua dilakukan karena berangkat dari rasa kekaguman pada orang atau kelompok sosial yang dianggap lebih sukses, sehingga dijadikan panutan atau model.
Pada zaman keemasan dan kejayaan dunia muslim di abad lalu, kekuasaan pemerintahan kesultanan yang menjangkau daratan benua Eropa dan Afrika merupakan gambaran kemajuan dan keberhasilan suku bangsa arab. Kondisi tersebut tak pelak juga memunculkan fenomena snobisme. Hampir seluruh wilayah negeri yang berada dalam pengaruh kekuasaan kesultanan, warganya terpapar gejala snob, tak terkecuali warga pinggiran yang menetap di negeri Yaman, Hadramaut. Secara genetik orang2 Hadramaut itu kebetulan memang serumpun dan merupakan keturunan ras smit, yang sejak berabad2 lalu bersaing dengan ras Aria yang banyak tinggal di daratan benua Eropa. Sehingga dengan bermodal rumpun Smit tersebut sekitar dua abad lalu secara koloni mereka datang ke wilayah Nusantara untuk mengais rezeki sambil menyebarkan agama Islam. Hanya saja, guna menaikkan dan menguatkan posisi politik dan status mereka di mata dan masa pemerintahan Belanda, mereka secara halus dan semacam siasat dengan mempromosikan paham pengkultusan Rasulullah saw, dan bersamaan dengan itu atau untuk tujuan menaikkan strata sosial dengan mengaku-ngaku sebagai kerabat dan atau keturunan serta pewaris nabi, dengan mengutip sebuah hadist yang seringkali diulang-ulang dalam ceramah habaib itu. "
Para ulama itu pewaris PARA nabi". Kata PARA (yang berarti kata jamak atau
plural sengaja digunakan huruf besar (kapital) dalam terjemahan hadist di sini, karena dalam ceramah2 bentuk kata jamak tersebut sengaja diabaikan dengan tujuan bahwa kata nabi tersebut maksudnya adalah Nabi Muhammad saw. Padahal maksudnya adalah pewaris semua para nabi utusan Allah swt.
Cara demikian memang cukup ampuh dan efektif untuk mencapai maksud dan tujuan politik tersebut. Terbukti, selama masa pemerintahan penjajah Belanda dalam hukum kolonial mereka bersama etnis Cina diperlakukan dan dikategorikan sebagai warga kelas dua, setingkat di bawah bangsa Belanda sebagai warga kelas satu. Sedangkan warga pribumi Nusantara sendiri cukup berada di derajat dan kelas tiga..!! Sebagai warga kelas tiga alias bangsa dijajah yang oleh bangsa Belanda dengan nada merendahkan disebut sebagai
Inlander dibatasi hak azasinya terutama di bidang ekonomi dan pendidikan. Orang
inlander cukup berpenghasilan 2,5 gulden (mata uang Belanda) untuk hidup satu bulan. Selain itu, di bidang pendidikan warga jajahan pada umumnya dibatasi hanya sampai tamat sekolah dasar saja (HIS). Itupun jika orang tuanya memiliki penghasilan 100 gulden setiap bulan. Ratusan tahun warga arab asal Hadramaut itu menikmati fasilitas dari kaum penjajah, sebagai bagian dari politik memecah belah tanpa perasaan bersalah. Disadari atau tidak, dengan demikian arab2 hadramaut itu (mungkin tidak semua) sesungguhnya telah mendukung bahkan ikut menikmati praktik ajaran agama Hindu yang mengajarkan penggolongan atau pembagian kelas masyarakat dalam kasta2 itu.
Dari pandangan agama Islam sikap kaum pendatang arab tersebut sudah dapat dikategorikan atau layak disebut sebagai murtad! Mereka tampaknya telah lupa atau malah sengaja mengabaikan prinsip kesetaraan antara sesama makhluk Tuhan, satu ajaran penting Islam yang seharusnya dijunjung tinggi dan diperjuangkan pengejawantahannya.
لَن يَنَالَ اللَّـهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَـٰكِن يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّـهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik
Al-Hajj 37
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا نَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّـهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّـهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal
Al-Hujurat 13
Akan tetapi kebanyakan rakyat Indonesia warga Nusantara, utamanya umat muslim, tidak mengetahui dan menyadari atau memang tak mau belajar sejarah. Sehingga ibarat diinjak2 kepalanya pun sebagian umat muslim Indonesia merasa nikmat, bahkan menyembah-nyembah dan memohon-mohon untuk diinjak kepalanya lebih keras lagi laksana di panti pijat saja, gegara perangkap dan jebakan politik berkedok agama yang bernama kultus individu, khususnya melalui paham
pengkultusan nabi Muhammad saw. Menurut data Badan Pusat Statistik, populasi mereka di Indonesia saat ini telah mencapai lima juta jiwa.
Semua manusia di muka bumi tak terkecuali di Indonesia memeluk agama Islam karena mengikuti ajaran Muhammad saw sebagai rasulullah, bukan karena beliau sebagai orang atau bangsa Arab
Pantaslah kalau bangsa Belanda pada masa jayanya menjajah bumi Nusantara dulu menjuluki rakyat Nusantara sebagai PRIBUMI BODOH alias MANUSIA DUNGU..dan PEMALAS!! Dan julukan tersebut bisa jadi benar, karena hingga hari ini kenyataannya sebagian dari mereka yang terdiri dari kaum muslim suka sekali membebek kepada arab Hadramaut tersebut. Kelompok tersebut sesungguhnya tergolong
ahistoris, tak pernah tahu dan tak mau belajar sejarah. Padahal Alquran mengajarkan agar umat muslim menghargai dan mau belajar dari sejarah.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّـهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّـهَ إِنَّ اللَّـهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan
Al-Hasyr 18
Dan lebih dari pada itu warga bangsa Indonesia sendiri sepertinya tak ingin bangkit dan terlepas dari belenggu perbudakan jiwa tersebut sehingga tetap terpuruk kehilangan harga diri dan martabat. Patut dicatat bahwa hampir sepanjang sejarah negara Yaman, Hadramaut merupakan wilayah Yaman bagian selatan, menyimpan catatan buruk, baik lokal maupun global, sehingga negara tersebut tetap terbelakang dan menjadi negara gagal. Sejak Abrahah al-Asyram al-Habsy, penguasa Yaman yang merasa iri dan cemburu pada kebesaran serta kemuliaan ka'bah lalu menyerbu kota Mekah bersama tentara gajahnya menjelang kelahiran calon nabi (Muhammad) kala itu hingga saat ini warganya dikucilkan oleh negara adikuasa Amerika Serikat bahkan diperangi negara asal Nabi Muhammad saw, Saudi Arabia.