PORTAL KAJIAN ISLAM KONTEMPORER: Memadukan Wahyu dan Nalar Sehat Menuju Keseimbangan Hidup. "Banyak orang terjerumus karena menilai kebenaran dari SIAPA yang mengatakan, bukan dari APA yang dikatakan"

Januari 02, 2020

Cara Menolong Allah swt










Dahsyatnya Rentang Waktu


Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa masa hidup manusia pertama Adam as selama menetap di bumi adalah pada sekitar tahun 5.ooo SM. Jika dibandingkan dengan umur alam semesta yang jutaan tahun, sesungguhnya eksistensi manusia di muka
bumi belumlah terlalu lama. Dari riwayat tentang penciptaan Adam as terungkap bahwa Tuhan telah menciptakan makhluk lain (diperkirakan sejenis manusia juga) sebelum diciptakan Adam as. Hal ini dapat diketahui dari percakapan antara Malaikat dan Tuhan yang secara implisit menyatakan bahwa Malaikat mengetahui tentang keberadaan suatu makhluk sebelum Tuhan berencana untuk menciptakan Adam.

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan di dalamnya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".

Al-Baqarah 30

Pengetahuan Malaikat tersebut diperkuat dengan pernyataannya yang termaktub dalam ayat berikutnya.

قَالُوا سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۖ إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ

Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana"

Al-Baqarah 32

Dari riwayat tersebut juga dapat diperkirakan bahwa dalam penciptaan makhluk khususnya penghuni bumi, Tuhan rupanya juga (seperti dunia manusia) melalui atau melakukan proses "uji-coba", yang bisa juga "mengalami" gagal..! Sehingga setelah itu, diciptakanlah cikal bakal manusia bernama Adam.

Persoalan selanjutnya adalah apakah kemudian anak turun Adam mau dan mampu "menolong" Tuhan, agar "proyek manusia" ini berhasil atau mungkin harus gagal lagi, maka jawabannya tentu terpulang kepada segenap manusia yang telah diberi mandat sebagai khalifah di muka bumi.
Memang, Tuhan berjanji kepada siapa saja manusia yang mau dan mampu menolongNya untuk suksesnya "proyek manusia" tersebut.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَنصُرُوا اللَّـهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.

Muhammad 7

Kebanyakan buku tafsir Alquran dalam terjemahan bahasa Indonesia, kalimat "jika kamu menolong Allah" dibubuhi keterangan dalam kurung dengan kata "agama", sehingga maksudnya adalah "menolong agama Allah". Padahal dapat saja atau tafsir yang lebih masuk akal adalah "menolong Allah untuk menyukseskan proyek penciptaan manusia" (jangan sampai gagal lagi sebagaimana penciptaan makhluk sebelumnya), dengan cara membangun kesejahteraan menuju baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur sebagai perwujudan dari misi kekhalifahan manusia di muka bumi.


Di samping itu, salah satu sifat Tuhan adalah "robb", yakni memelihara atau mendidik. Dalam kasus "proyek gagal", yaitu penciptaan makhluk sebelum penciptaan Adam terkandung hikmah dan pendidikan kepada manusia bahwa segala kejadian harus melalui proses menurut kaidah evolusi sebagai bagian dari sunnatullah yang merupakan ciptaan Allah swt juga. Akan halnya kalimat "kun fayakun" penggalan ayat dari surat Yasin yang kerap dipahami secara salah sebagai sesuatu yang "instan", sesungguhnya merupakan gambaran normatif tentang kemahakuasaan Tuhan. Sedangkan kejadiannya tetap melalui proses dan kaidah sunnatullah.

Dalam perkembangannya, penambahan kata "agama" pada terjemahan ayat tersebut
dalam dunia perpolitikan di Indonesia ternyata pemahamannya telah direduksi, sehingga dianggap sebagai legitimasi terhadap gerakan politik yang mengeksplorasi ujaran kebencian dan penghujatan dengan dalih membela agama dan mengatasnamakan agama. Atau dengan kata lain rentan disusupi gerakan apa yang kemudian pupoler disebut sebagai politisasi agama.

Simak Juga:




Posting Komentar