PORTAL KAJIAN ISLAM KONTEMPORER: Memadukan Wahyu dan Nalar Sehat Menuju Keseimbangan Hidup. "Banyak orang terjerumus karena menilai kebenaran dari SIAPA yang mengatakan, bukan dari APA yang dikatakan"

Maret 13, 2021

Stigma Marjinal Petani Indonesia







Sebagaimana biasa sebuah tulisan kajian, diawali atau dimulai dengan paparan data dan analisis, lalu ditutup atau diakhiri dengan kesimpulan. Namun artikel kali ini sengaja dibalik, yakni diawali dengan kesimpulan lantas diikuti penjelasan dan elaborasinya. Mengapa demikian, karena topik yang akan disajikan sudah demikian lama berlangsung, untuk tidak dibilang akut, dan secara luas dikenal serta dikonsumsi oleh masyarakat luas dari berbagai kalangan. Kesimpulan sebagaimana tertera pada judul dapat dibuktikan atau didasarkan 3 fakta dan indikasi yang cukup menarik, yaitu:
  1. Tidak tertariknya kebanyakan angkatan muda Indonesia terjun dan menekuni profesi petani;
  2. Bahkan yang lebih ironis lagi, para lulusan dan alumni IPB (Institu Pertanian Bogor) justru sepertinya lebih tertarik untuk memilih profesi bidang lain, seperti di bidang perbankan, penerbitan atau pendidikan sebagai pengajar atau peneliti dan tinggal di wilayah perkotaan ketimbang menggeluti profesi atau praktisi petani dan menetap di perdesaan;
  3. Timbul tenggelamnya kondisi pelaku usaha di berbagai sektor budidaya pertanian.

Selanjutnya, dengan adanya fakta dan fenomena tersebut memunculkan sebuah pertanyaan kritis, yakni “mengapa petani mendapat stigma marjinal atau dengan kata lain dianggap profesi marjinal di Indonesia?”. Pertanyaan klasik tersebut menurut lirik lagu Ebit G Ade mungkin lebih pas “coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang”, karena bertanya kepada darat, ombak, matahari semua diam alias mereka tidak menjawab. Sementara dalam tulisan ini secara gamblang dan terang benderang dapat disebutkan bahwa penyebab utama dari marjinalisasi petani hanya dua, yakni “ulah” para tengkulak dan “perangai” para investor besar yang bermental kapitasitik dan hanya “mau mencari enak sendiri dan memetik hasil tanpa jerih payah serta tidak berwawasan lingkungan yang berkelanjutan”. Sesungguhnya fenomena demikian bukan hal baru, tetapi sudah melembaga dan membudaya sejak Indonesia merdeka masih muda usia. Inilah geliat dan pergulatan para perintis dan pelopor petani yang telah menorehkan tinta emas dalam bidang usaha pertanian dan peternakan dari beragam sektor komoditi, namun nasibnya kemudian disalib dan dilindas oleh dua pelaku usaha bermental benalu sebagaiamana disebutkan terdahulu.

Halaman: 1 2 3


Simak Juga:




Posting Komentar