PORTAL KAJIAN ISLAM KONTEMPORER: Memadukan Wahyu dan Nalar Sehat Menuju Keseimbangan Hidup. "Banyak orang terjerumus karena menilai kebenaran dari SIAPA yang mengatakan, bukan dari APA yang dikatakan"

Agustus 27, 2015

Percaya Hal yang Gaib


He..he..he.. Ini mah bukan gaib









Percaya pada hal yang gaib merupakan syarat pokok dan pintu gerbang utama untuk menuju dan memasuki ranah agama. Definisi gaib dalam istilah agama adalah sesuatu yang tidak dapat diketahui dan diraba secara indrawi atau pancaindera, sebagaimana dimaksud dalam Alquran.

اللذين يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ

(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat,
dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka

Al-baqarah 3

Maka dalam filsafat aliran positivisme agama dianggap sebagai bukan obyek kajian ilmu karena gejala yang diungkapkan tidak didasarkan pada atau bertolak dari sesuatu yang dapat dijangkau oleh indera yang lima. Dugaan pembunuhan atas dua orang pengikut di Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi di Probolinggo, Jawa Timur, yang pernah menghebohkan dan berbuntut ditahannya pemimpin padepokan tersebut oleh pihak kepolisian merupakan apa yang kerap disebut sebagai puncak gunung es. Disebut demikian karena berbagai kejadian yang berpangkal pada
kepercayaan masyarakat kepada hal-hal yang gaib tetapi tidak masuk akal sebenarnya sudah menjadi fenomena umum yang menyebar di kalangan masyyarakat luas di berbagai penjuru tanah air, hanya saja tidak terungkap dan muncul ke permukaan. Secara umum pada dasarnya hampir semua kejadian tersebut berakar pada dua hal, yakni:
  1. Nafsu untuk menjadi kaya atau memiliki harta yang banyak
  2. Kekosongan dari nalar sehat sekaligus kegelapan jiwa dari cahaya petunjuk ilahiyah, bahkan paling parah adalah berupa peningkaran atau setidaknya pengabaian atas petunjuk tersebut.
Hasrat dan keinginan semua manusia untuk menjadi kaya dalam batas tertentu boleh jadi masih dianggap wajar dan manusiawi. Masalah timbul ketika untuk memenuhi hasrat dan keinginan tersebut dilakukan dengan menempuh jalan pintas atau cara cepat dan instan yang tak jarang merugikan diri sendiri ataupun orang lain. Kondisi demikian sesungguhnya memperlihatkan gejala atau tanda masyarakat yang tengah sakit. Pandangan tersebut diperkuat lebih-lebih dengan kemunculan Marwah Daud Ibrahim yang sempat mencuat namanya selaku seorang cendekiawan muslimah di masa Orde Baru justru kemudian diketahui --dan hal ini cukup mengejutkan-- duduk sebagai Ketua Yayasan Padepokan tersebut dalam sejumlah kesempatan dengan penuh yakin dan percaya menyatakan bahwa tidak seorang pun berhak mengklaim kebenaran seraya menuduh sesat bahkan mengkafirkan seseorang atau golongan. Ia juga mengemukakan bahwa manusia “boleh suka-suka menafsirkan dalam memahami sebuah petunjuk dan tanda (ayat) ilahiyah”, sedangkan benar atau salah sepenuhnya dikembalikan dan menjadi tanggung jawab masing-masing kepada Tuhan. Hal ini sama artinya menisbikan kebenaran agama dan pandangan tersebut benar dalam arti menyangkut pemahaman seseorang terhadap agama. Sedangkan kebenaran agama itu sendiri bersifat absolut aau mutlak. Satu hal penting yang seringkali dilupakan atau diabaikan adalah pengertian dan pemahaman pada perkara yang gaib sebagimana dimaksud dalam Alquran sumber informasinya harus dari Alquran, sebagai contoh adanya kehidupan sesudah mati atau akhirat. Selain bersumber dari Alquran, maka anggapan kegaiban pada suatu hal dapat dipastikan sesat.

Simak Juga:




Posting Komentar