PORTAL KAJIAN ISLAM KONTEMPORER: Memadukan Wahyu dan Nalar Sehat Menuju Keseimbangan Hidup. "Banyak orang terjerumus karena menilai kebenaran dari SIAPA yang mengatakan, bukan dari APA yang dikatakan"

Juli 11, 2016

Antara Silaturahmi dan Rezeki






Dalam salah satu episode kajian tafsir Quran Al-Misbah yang ditayangkan oleh sebuah stasiun televisi swasta nasional tampak seorang pemirsa mengajukan pertanyaan kepada Prof Quraish Shihab sebagai berikut: “Apa pendapat Bapak atau bagaimana penjelasannya, orang yang tidak rajin beribadah hidupnya serba berkecukupan bahkan berlimpah, sementara orang yang tekun beribadah tidak
(kunjung) kaya-kaya?”. Inti dari pertanyaan seperti itu sesungguhnya kerapkali menjadi pertanyaan besar di tengah masyarakat khususnya umat muslim. Hanya saja, pada waktu-waktu yang lalu format pertanyaannya masih cenderung ragu atau malu-malu. Namun karena jawaban yang diperoleh selama ini kurang atau tidak cukup memuaskan, terbukti pertanyaan serupa masih tetap saja muncul bahkan belakangan pertanyaannya tidak lagi berputar tetapi menghunjam langsung tanpa tedeng aling-aling. Wacana dan pertanyaan yang lebih mendalam mengenai rahasia ketuhanan tersebut sesungguhnya dapat diajukan misalnya, mengapa Tuhan terkesan melakukan 'pembiaran' atau 'tidak melindungi' sebagian para nabi yang notabene adalah utusanNya dibunuh kaum kafir? Perlu dicatat bahwa kata 'pembiaran' seringkali dilontarkan oleh pihak oposisi sebagai tuduhan negatif kepada pemerintah yang dinilai gagal dalam menjalankan roda pemerintahan. Satu lagi pertanyaan dan pernyataan kritis mengenai Nabi saw. sebagai suri tauladan (QS 33:21 dan QS 60:6). Keterangan dan kata 'uswatun hasanah' (suri tauladan yang baik) tidak spesifik (tidak diawali dengan huruf 'alif dan lam' (dalam bahasa Inggris 'the' ), untuk menerangkan 'definite article', di samping awalan 'a' untuk menerangkan 'indefinite article'. Itu artinya adalah salah satu dan bukan satu-satunya (suri tauladan). Pengertian dan pemahaman demikian dapat diterima nalar, karena bahkan jauh sebelum kedatangan Nabi saw, manusia sesungguhnya juga sudah mengenal nilai-nilai kebajikan, baik melalui wahyu maupun hasil pemikiran manusia.


إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّـهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ حَقٍّ وَيَقْتُلُونَ الَّذِينَ يَأْمُرُونَ بِالْقِسْطِ مِنَ النَّاسِ فَبَشِّرْهُم بِعَذَابٍ أَلِيمٍ

Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tak dibenarkan dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, maka gembirakanlah mereka bahwa mereka akan menerima siksa yg pedih

Ali Imran 21

Cara Terbaru Berdoa yang Makbul


Prof Quraish S sendiri sebenarnya sudah beberapa kali menghadapi pertanyaan seperti itu. Dan jawabannya tak jauh berbeda, antara lain disebutkan bahwa ibadah ritual tak ada hubungannya dengan limpahan harta, rezeki bukan terbatas hanya dalam bentuk harta kekayaan, untuk mendapatkan harta kekayaan ada ilmunya yang harus diterapkan dan dilaksanakan. Sayangnya, si penanya menyebut klausulnya “tekun beribadah (ritual)” bukan lebih spesifik “tekun berdoa”. Sebab jika modusnya “tekun berdoa”, maka pertanyaannya menjadi “mengapa doa belum atau tidak dikabulkan?”. Simak: Bukti Doa Makbul. Sementara Tuhan menjanjikan akan mengabulkan setiap doa atau permohonan hambaNya. Untuk pertanyaan inipun para ahli agama telah memiliki atau mempersiapkan jawaban yang pada dasarnya juga tidak memberikan kepuasan kepada para penanya.

Di bagian lain disebutkan dalam sebuah Hadist Nabi Muhammad saw bersabda bahwa keutamaan dan manfaat silaturahmi itu selain memnanjangkan umur juga meluaskan rezeki. Nasihat ini lebih “masuk akal” yang dalam teori manajemen modern disebut “net working” sebagai salah satu syarat keberhasilan suatu usaha. Hanya saja, pertanyaannya kemudian bila ditinjau dari segi bobot atau nilai timbangan secara sekilas rasanya “tekun ibadah (atau berdoa)” lebih besar atau berat daripada “silaturahmi”, tetapi dampak terhadap rezeki seseorang jadinya tidak berbanding lurus, sebagaimana tergambar dalam sebuah pertanyaan tersebut di atas. Lepas dari sahih tidaknya Hadist berikut ini jarang dikutip untuk menjawab persoalan tersebut: “Kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian”. Maksud dan makna Hadist tersebut selaras dengan akal yang mampu mengungkapkan bahwa dunia ini tunduk pada apa yang disebut Hukum Alam atau dalam istilah agama disebut Sunnatullah. Sedangkan Sunatullah sesungguhnya bukan saja merupakan ciptaan tetapi pada hakikatnya adalah merupakan "janji" Tuhan yang tentu saja mustahil Tuhan mengingkarinya. Hal ini dapat ditelaah misalnya pada peristiwa kemukjizatan terbelahnya air laut ketika Nabi Musa as dikejar oleh pasukan Firaun, belakangan dalam suatu penelitian fenomena alam tersebut dapat dijelaskan secara ilmiah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa fenomena alam tersebut tetap berlaku --dan tidak bertentangan dengan-- hukum alam.

Sebagian bersumber dari sebuah hadist disebutkan bahwa silaturahmi dalam implementasinya ada beberapa tingkatan secara berturut-turut mulai dari yang tersendah hingga tertinggi (analog dengan mengucapkan salam):
1. Membalas silaturahmi, semisal kunjungan dengan kunjungan,
2. Memulai silaturahmi,
3. Secara proaktif memperbaiki tali silaturahmi yang hendak diputuskan,
4. Memberi kepada orang yang tidak (pernah) memberi kepada si pemberi.

Simak Juga:




Posting Komentar