Alquran (Tuhan) menunjukkan dan menyebutkan bahwa Nabi Muhammad saw adalah merupakan suri tauladan dalam praktik akhlak mulia bagi umat muslim pada khususnya dan manusia pada umumnya.
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّـهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّـهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّـهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah
Al-Ahzab 21
Tetapi sesungguhnya sumber utama
kebaikan itu sendiri adalah Allah swt sebagai Zat Yang Maha Sempurna. Kendati tidak disebutkan atau dikatakan secara eksplisit, akan tetapi meniru, mengikuti atau mendekati sifat-sifat Tuhan bisa menjadi jalan alternatif bagi umat tingkat advance bisa jadi lebih praktis dan menyejukkan bagaikan mereguk air langsung dari sumber mata air pegunungan. Sebagai contoh dan gambaran tentang hukum 'membayar lebih' dalam utang piutang atau pinjam meminjam dana. Biasanya mereka yang ingin mengetahui lebih jauh dan rinci dalam praktik Pinjaman Dana mencari rujukan dari riwayat hadist yang jumlahnya puluhan ribu itu, salah satunya adalah uraian berikut yang dikutip dari sebuah situs. Di dunia bisnis dalam praktiknya terjadi proses tarik menarik kepentingan dan negosiasi antara dua pihak atau lebih yang ujungnya adalah mendapatkan keuntungan atau kelebihan. Dalam modus Pinjaman Dana Murah vs Bisnis Menguntungkan , biasanya pihak yang memberikan pinjaman atau hutang mengharapkan kelebihan dari pihak yang meminjam saat membayar kembali hutangnya. Sementara dari pihak yang meminjam dana berada dalam posisi lemah karena membutuhkan, dalam praktiknya tidak memiliki kekuatan posisi tawar (bargaining position. Oleh karena itulah dalam Islam transaksi pinjam peminjam diatur yang pada dasarnya bertujuan atau dalam rangka untuk melindungi pihak yang lemah.
Pinjaman Dana: Membayar Lebih
Jika tambahan bukan prasyarat awal (yang ditetapkan atau diminta oleh pihak peminjam), dan hanya kerelaan dari pihak peminjam saat mengembalikan utang, maka tidak ada masalah alias diperbolehkan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Raafi’ bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah meminjam dari seseorang unta yang masih kecil. Lalu ada unta zakat yang diajukan sebagai ganti. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menyuruh Abu Raafi’ untuk mengganti unta muda yang tadi dipinjam. Abu Raafi’ menjawab, Tidak ada unta sebagai gantian kecuali unta yang terbaik (yang umurnya lebih baik, -pen). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian menjawab,
أَعْطُوهُ فَإِنَّ مِنْ خِيَارِ النَّاسِ أَحْسَنَهُمْ قَضَاءً
Berikan saja unta terbaik tersebut padanya. Ingatlah sebaik-baik orang adalah yang baik dalam melunasi utangnya. (HR. Bukhari no. 2392 dan Muslim no. 1600).
Padahal secara prinsip Tuhan sendiri sesungguhnya melakukan hal yang sama dalam perkara pinjam meminjam 'dana' sebagaimana disebutkan dalam Alquran yang relatif jumlah (ayat) lebih sedikit dan mudah ditemukan.
مَّن ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّـهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً ۚ وَاللَّـهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.
Al-Baqarah 245
Jika mengacu dan merujuk pada ayat tersebut, maka secara akhlak dan moral 'kelebihan' yang diberikan secara sukarela oleh pihak peminjam pada saat membayar kembali hutangnya (mungkin tak menyebut jumlah) pada dasarnya 'tidak dilarang'.
Bahkan lebih dari itu Tuhan telah membeli diri setiap mukmin senilai dan seharga sorgawi.
إِنَّ اللَّـهَ اشْتَرَىٰ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُم بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka
At-Taubah 111
Semakin lengkaplah sudah bahwa kesemuanya itu merupakan bukti sekaligus wujud nyata dari rahmat Tuhan kepada manusia sebagaimana diungkapkan dalam sebuah frasa 'rahmatan lil alamin' yang telah menjadi diskursus selama ini.