Prinsip Kembali kepada Allah dan Rasul
Sejak pertama kali gejala perpecahan dalam tubuh umat muslim mulai muncul, seruan dan ajakan agar semua masalah perbedaan pendapat dan pandangan bahkan pertikaian dan permusuhan, dikembalikan kepada Allah swt Alquran) dan Rasulullah saw sesungguhnya sudah dari dulu dipikirkan serta dilakukan dengan berpedoman pada ayat berikut.
فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّـهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّـهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian
An-Nisaa 59
Ayat tersebut merupakan rujukan utama agar supaya segala perbedaan dan pertentangan pendapat di antara kaum muslimin hendaknya merujuk dan mengembalikan pokok masalahnya kepada Allah swt dan Rasulullah saw. Namun dalam kenyataannya kalimat 'kembali kepada Alquran dan Hadist' tersebut bukanlah 'senjata pamungkas' yang secara otomatis dapat mengakhiri perbedaan dan pertentangan pendapat yang terjadi. Bahkan yang terjadi adalah sebaliknya, di titik itu justru muncul dan terbuka kemungkinan medan perbedaan dan pertentangan baru karena perbedaan dalam pemahaman terhadap Alquran dan Hadist itu sendiri. Di bagian lain, Islam sangat menghargai kebebasan berpikir dan prinsip kebebasan beragama. Termasuk di dalamnya adalah pemahaman dan keyakinan.
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ
Tidak ada paksaan dalam agama...
al-Baqarah 256
Oleh karenanya, keberagaman pemikiran dan pemahaman dalam kehidupan umat Islam adalah sebuah keniscayaan yang tak terelakkan lagi. Sedangkan potensi dan fenomena saling membid'ahkan, bahkan saling mengkafirkan kerap muncul sesungguhnya akibat kurang memahami prinsip2 tersebut secara kosekuen dan utuh. Sikap yang benar adalah masing-masing hendaknya memberi keleluasaan antara sesamanya untuk mempertanggungjawabkan sendiri pemahamannya kepada Allah swt, tanpa saling memaksakan pendapat sendiri.