PORTAL KAJIAN ISLAM KONTEMPORER: Memadukan Wahyu dan Nalar Sehat Menuju Keseimbangan Hidup. "Banyak orang terjerumus karena menilai kebenaran dari SIAPA yang mengatakan, bukan dari APA yang dikatakan"

September 04, 2018

Politisasi Agama dalam Sejarah Muslim


Aksi tembak menembak









Sejak diturunkan Alquran lebih dari satu setengah abad yang lalu, kebenaran itu tak pernah terwujud secara sempurna dan utuh dalam perjalanan sejarah umat muslim kecuali untuk kurun waktu yang boleh dikatakan sangat singkat, yakni pada masa hidup Nabi saw dan para penggantinya yang diberi petunjuk al-khulafa ar-raasyidun). Ini artinya bahwa klaim adanya suatu kebenaran Islam yang ideal, esensial dan dapat terus bertahan serta berlaku hingga sepanjang sejarah, termasuk hari ini, adalah sebuah mitos atau utopia yang tak ada kaitannya dengan fakta sejarah yang ada. Sesudah zaman keemasan dunia Islam yang berlangsung begitu singkat, bahkan sebelum masa itu sendiri berlalu, fitnah besar pun terjadi. Umat muslim tercabik-cabik dan terseret ke dalam pusaran berbagai aliran dan sekte. Sekalipun hal tersebut sesungguhnya tidak terlalu mengejutkan jika merujuk pada sabda Nabi saw yang menyebutkan bahwa umat pengikut beliau kelak akan terpecah menjadi 73 golongan. Tiap aliran dan sekte mengklaim bahwa hanya dirinyalah yang mewakili Islam yang "benar", dan bukan golongan lain. Setelah itu perlahan tapi pasti, melalui proses sejarah yang panjang muncullah aliran ortodoks besar, seperti Sunni, Syiah dan Khawarij, melalui program pengumpulan dan penyusunan buku-buku hadis yang dikenal dengan al-shihah,, yaitu buku-buku yang khusus memuat hadis-hadis sahih.
Islam pada masa Nabi saw dan penggantinya para sahabat bukanlah Islam sunni, bukan syiah, atau bukan pula kelompok khawarij. Ketiganya muncul setelah dan sepanjang pertikaian dan perang saudara yang timbul dan dicatat dalam sejarah peradaban Islam sesudahnya. Sebagaimana tercatat dalam sejarah, dan setidaknya dapat pula disaksikan hingga hari ini, setiap kali sekelompok umat Islam di wilayah manapun, dari aliran ini atau itu, dengan suara lantang memaksakan paham dan pandangannya sendiri dan mengklaim sebagai Islam yang "benar" seraya menyingkirkan kelompok lain, adalah merupakan fakta umat muslim dalam sejarah. Kalau sudah demikian, alih-alih umat di tingkat akar rumput para pemuka agama pun disadari atau tidak disadari, sengaja atau tidak sengaja, acapkali mencampuradukkan antara kebenaran sosiologis, yakni kebenaran atas dasar pendapat mayoritas masyarakat dan kebenaran yang benar (ideal, esensial dan hakiki), yaitu kebenaran yang memancar dari jiwa secara spontan melalui perdebatan dan proses pemikiran serta pengujian yang mendalam berbasis fakta.
Sebagai contoh, pada saat ini dua macam kebenaran tersebut mendapatkan konfirmasi dan legitimasinya melalui keputusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Mahkamah Agung yang membolehkan mantan nara pidana koruptor untuk "nyaleg", sebagai kebenaran sosiologis. Sedangkan dalam PKPU (Peraturan KPU) yang melarang mantan napi koruptor untuk "nyaleg" merupakan kebenaran "yang benar".



Halaman:    


Simak Juga:




Posting Komentar