PORTAL KAJIAN ISLAM KONTEMPORER: Memadukan Wahyu dan Nalar Sehat Menuju Keseimbangan Hidup. "Banyak orang terjerumus karena menilai kebenaran dari SIAPA yang mengatakan, bukan dari APA yang dikatakan"

Februari 16, 2019

Biang Perpecahan Umat Islam







Dalam sebuah Hadist riwayat HR.Thobroni disebutkan bahwa umat Islam kelak akan terpecah menjadi 73 golongan. Semuanya masuk atau menjadi ahli neraka kecuali satu golongan yang selamat dan masuk serta menjadi ahli sorga, yakni mereka yang mengikuti sunnah Nabi saw dan sahabat utama beliau. Berdasarkan hadist tersebut, maka

segenap manusia yang merasa dan menyatakan dirinya sebagai pengikut Rasulullah saw berbondong-bondong dan beramai-ramai berebut tempat untuk menempati serta menjadi golongan yang satu dan yang selamat itu. Prediksi Nabi saw tersebut, kalau boleh disebut prediksi, perpecahan itu mulai menampak dan memang benar-benar terjadi justru tak lama berselang sepeninggal Rasulullah saw. Satu per satu bermunculan, mulai dari golongan Khawarij, Murjiah, Mu'tazilah, Jabbariyah, Syiah dan seterusnya. Lucunya, bahkan sebagian di antaranya secara eksplisit dan vulgar menamakan atau mengidentifikasikan dirinya sebagai Ahlus Sunah wal Jamaah, persis mengikuti istilah dan meniru identifikasi golongan ahlli sorga yang disebutkan dalam hadist tersebut. Manusia boleh saja mengklaim merupakan bagian dari golongan yang satu dan yang selamat itu, tetapi pada akhirnya Allah Yang Maha Menentukan. Karena bisa jadi mereka hanyalah merasa dan berprasangka saja.


قُلْ هَلْ عِندَكُم مِّنْ عِلْمٍ فَتُخْرِجُوهُ لَنَا ۖ إِن تَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ أَنتُمْ إِلَّا تَخْرُصُونَ...

Katakanlah: "Adakah kamu mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga dapat kamu mengemukakannya kepada Kami?". Kalian tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kalain tidak lain hanyalah berdusta".

Al-An’am 148

Hadist Tentang Perpecahan Umat Muslim


Yang jelas, perpecahan itu dijalani dan dihadapi oleh umat sesudah Nabi saw. Sehingga jumlah perpecahan golongan dalam Hadist tersebut bisa jadi bukan bermakna harfiah, akan tetapi hanyalah merupakan angka simbolik. Sebagaimana terbukti kemudian, baik bentuk maupun jumlah perpecahan itu bisa berubah dan berbeda pada zaman yang berbeda pula. Namun satu hal yang patut dicatat adalah bahwa terutama selama rentang zaman keemasan disusul keruntuhan imperium Islam hingga akhir abad dua puluh lalu perpecahan yang timbul masih dalam batas kaidah kelimuan dan kajian teologis serta penghormatan terhadap wahyu Alquran. Tetapi setelah memasuki era teknologi informasi dan arus globalisasi yang luar biasa cepat, potensi perpecahan itu kian besar dan kompleks untuk tidak mengatakan brutal di abad 21 ini. Sehingga wajar bila masyarakat Indonesia pada umumnya dan umat muslim pada khususnya seringkali mengalami kegamangan dalam membaca atau mencermati fenomena tersebut. Bahkan salah-salah mereka dapat terkecoh dan terjerumus mengikuti aliran atau paham yang keliru dan sesat karena kecanggihan dalam mengemas suatu masalah yang berkembang di tengah masyarakat. Oleh karenanya, bagi kaum muslimin yang awam tetapi peduli terhadap makna inti dan pesan visioner dari Hadist tersebut kiranya diperlukan semacam pemetaan yang lebih sederhana mengenai pemikiran dan pemahaman agama (Islam) yang berkembang dewasa ini.

Dari berbagai perkembangan paham dan pemikiran yang terjadi di dunia Islam saat ini secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan, dan di antara ketiga golongan tersebut hanya satu golongan yang selamat, sebagai berikut:
  1. Golongan pertama adalah mereka yang mengatasnamakan agama (Islam) untuk kepentingan dan meraih kekuasaan dunia semata. Mengatasnamakan atau sekadar mengaku-aku sebagai pemeluk agama dapat dilakukan oleh siapa saja. Namun sesungguhnya ciri-ciri golongan ini mudah dikenali dan diidentifikasi. Antara lain adalah dari perilaku dan cara-cara penyampaian kebajikan agama yang tidak sesuai dengan akhlak mulia sebagaimana diajarkan Islam, seperti misalnya sikap dan pemahaman Islam yang eksklusif dan radikal, intoleran, serta suka menebar kebencian dan permusuhan, bahkan kematian sia-sia.
  2. Golongan kedua, terbagi menjadi dua kelompok, yaitu:
    • Kelompok pertama adalah mereka yang bersikap dan merasa mengetahui segala-galanya bahkan seakan-akan melebihi Tuhan atau menurut terminologi Jawa apa yang disebut sebagai ndisiki kersaning Pengeran (mendahului kehendak Tuhan). Sehingga sepertinya mereka tidak takut kepada Tuhan dan pada gilirannya tak segan-segan untuk melakukan apa saja atau istilah populernya 'menghalalkan segala cara' demi untuk meraih tujuan mereka. Padahal bukankah Imam Besar Mazhab Syafi’i saja bersikap rendah hati ketika beliau mempersilakan umat untuk mengikuti pendapat ulama lain jika kemungkinan pendepat mereka dianggap lebih benar dari pada pendapat dirinya?
    • Kelompok kedua, adalah mereka yang suka membebek secara membabi buta alias menjadi “pak turut” atau dalam bahasa agama disebut sebagai “taklid”. Menurut pengamatan di lapangan, di Indonesia kelompok kedua ini cukup banyak jumlahnya. Hal itu dapat ditengarai dengan kehadiran ratusan ribu umat dalam aksi unjuk rasa berbau “sara” di pusat ibukota menjelang diselenggarakan Pilkada tahun 2017 yang lalu. Disadari atau tidak disadari, di antara kedua kelompok tersebut ditengarai merupakan hubungan simbiosis mutualistis.

    Alasan Menolak Politisasi Agama di NKRI yang telah menetapkan Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai Ideologi Negara


    • Adanya realitas pemahaman atas sejumlah hal dalam agama Islam yang berbeda-beda di kalangan umat khususnya ulama sendiri, sekalipun pijakan dan pedoman mereka sama, yakni Alquran dan Hadist.
    • Mayoritas umat muslim yang masih awam dalam ilmu agama, bukan dicerdaskan, kerapkali justru hanya dimanfaatkan untuk ambisi kekuasaan politik semata.
    • Mayoritas rakyat atau penduduk Indonesia adalah muslim.
    • Dalam proses regenerasi kepemimpinan negara dan pemerintahan yang saling berhadapan (bersaing) bukan musuh, tetapi sesama anak bangsa. Berbeda seperti zaman revolusi dulu, dimana moral agama digunakan untuk mengobarkan semangat jihad melawan kejahatan kemanusiaan.


  3. Golongan ketiga, ialah mereka yang rendah hati (tawadhu’) dan teguh (istiqomah) dalam pendirian dan beragama (islam), serta meyakini bahwa kehadiran Rasulullah saw tiada lain kecuali (sebagai suri tauladan) untuk menyempurnakan kemuliaan dan keagungan akhlak (manusia) seraya menebarkan perdamaian dan kasih sayang (rahmat) di alam semesta. Dalam hal itu, patut dicatat pendapat Ibnu Miskawaih, seorang ahli filsafat etika yang disebut sebagai Guru Ketiga, setelah Al-Farabi sebagai Guru Kedua, dan Aristoteles sebagai Guru Pertama dalam filsafat etika, mendefinisikan akhlak sebagai suatu peri keadaan jiwa yang mendorong dan mengajak untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa dipikirkan (spontan) dan diperhitungkan sebelumnya.


Simak Juga:




Posting Komentar