Kucing dan anjing rukun
Sejak awal agama Islam masuk ke wilayah Nusantara, kutipan ayat Alquran berikut tidak ada paksaan dalam (perkara) agama sesungguhnya sudah sangat populer, baik di kalangan umat pada umumnya maupun apalagi kalangan ustadz dan juru dakwah, sebagai bagian pokok dari ajaran mengenai toleransi agama. Bahkan maksud dan pesan dari ayat tersebut bukan hanya populer, akan tetapi
selain cukup dipahami juga telah diimplementasikan dalam berbagai kegiatan dakwah dan penyebaran agama Islam sebagaimana dilakukan oleh jajaran Walisongo di tanah Jawa pada masa itu yang masyarakatnya masih menganut agama Hindu dan Budha.
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ...قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَن يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللَّـهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا انفِصَامَ لَهَا وَاللَّـهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.selain cukup dipahami juga telah diimplementasikan dalam berbagai kegiatan dakwah dan penyebaran agama Islam sebagaimana dilakukan oleh jajaran Walisongo di tanah Jawa pada masa itu yang masyarakatnya masih menganut agama Hindu dan Budha.
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ...قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَن يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللَّـهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا انفِصَامَ لَهَا وَاللَّـهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Al-Baqarah 256
Pernyataan tentang Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam) tersebut dikuatkan dan ditegaskan dengan turunnya ayat lain yang secara implisit menyatakan bahwa Rasulullah saw saja dalam misi dakwah beliau sifatnya hanya menyampaikan. Adapun perkara orang atau masyarakat mau atau tidak mau menerima adalah menjadi urusan dan tanggung jawab masing-masing. Itulah makna sesungguhnya dari sikap toleransi dalam agama.
قُلْ أَطِيعُوا اللَّـهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ إِن تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا عَلَيْهِ مَا حُمِّلَ وَعَلَيْكُم مَّا حُمِّلْتُمْ وَإِن تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا وَمَا عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ
Katakanlah: "Taat kepada Allah dan taatlah kepada rasul; dan jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang"
An-Nur 54
Toleransi Agama dan Strategi Dakwah
Sebagaimana kemudian tercatat dengan baik dalam sejarah bahwa strategi dakwah dan penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh para Walisongo tersebut berjalan dengan lancar dan mulus tanpa resistensi dan penolakan yang berarti, sehingga secara perlahan namun pasti masyarakat tanah Jawa berubah menjadi pemeluk agama Islam yang taat sampai hari ini.
Bila ditilik dari sejarah penyebaran dan perkembangan agama Islam di 'tanah asal dan kelahirannya' memang penuh dengan dinamika yang tak jarang melampaui batas ketentuan mengenai 'Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)' tersebut, bahkan lebih dari itu melibatkan kekerasan fisik. Demikian pula rupanya tak terkecuali di Indonesia, dalam perkembangannya bibit dan gejala pemaksaan (dalam agama) tersebut mulai tumbuh dan mendapat tempat terutama --lagi-lagi-- akibat dari dinamika dan persaingan di dunia politik di tanah air yang sangat keras. Salah satu contoh yang cukup fenomenal adalah tentang bagaimana sebuah ormas (organisasi kemasyarakatan) agama Front Pembela Islam (FPI) yang dipimpin seorang ulama aktivis gerakan Habib Riziek menafsirkan dan mengimplementasikan sebuah sabda Nabi saw berikut dengan menggunakan kaca mata kuda.
عَنْ أَبِي سَعِيْد الْخُدْرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ
Dari Abu Sa’id Al Khudri radiallahuanhu berkata : Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa melihat kemunkaran maka ubahlah dengan tangannya; jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya; jika tidak mampu (juga) maka (tolaklah) dalam hatinya, dan yang demikian adalah selemah-lemahnya iman. Riwayat Muslim