Pada abad-abad lalu, kebanyakan para ulama mengajarkan bahwa konsep amar ma'ruf, seperti melaksanakan
salat dan ibadah karena mengharapkan pahala sebagai bekal umtuk masuk ke dalam
sorga. Sedangkan konsep nahi munkar didasarkan karena takut masuk ke neraka. Pemahaman tersebut dalam ilmu manajemen sumber daya manusia dikenal
sebagai pendekatan reward and punishment dalam rangka untuk menegakkan
disiplin. Namun belakangan, ketika umat semakin cerdas
dan berpikiran dewasa, sebagian ulama mulai memperkenalkan pemahaman baru yang
mengungkapkan bahwa pandangan dan sikap lama sesungguhnya merupakan tingkat implementasi iman yang paling dasar. Sedangkan tingkat yang lebih tinggi, sebagaimana
diuraikan dalam video youtube di atas, bahwa ritual
salat dan ibadah tidak cukup atau tidak akan menolong pelakunya bisa masuk
sorga. Meskipun dalam penjelasan selanjutnya disebutkan bahwa ritual salat dan
ibadah itu bukan tidak perlu, namun hal yang menentukan kebahagiaan manusia di akhirat adalah rahmat Allah swt. Sementara
rahmat Allah swt disebutkan sepenuhnya merupakan kewenangan dan "hak prerogatif"
Tuhan. Jika kerangka pemikiran tersebut diumpamakan sebagai sebuah "teori", maka secara konstruksi sepertinya terdapat "gap" atau "jalan buntu". Di satu sisi,
manusia melakukan "salat dan ibadah" dianggap tidak menolong. Tetapi di sisi
lain, rakmat Tuhan sebagai kata kunci dikatakan sepenuhnya menjadi kewenangan
dan semata hadiah dari Tuhan yang tidak ada hubungannya dengan amal manusia. Alur pemikiran demikian dapat disebut sebagai "teori
pasrah bongkokan" yang dalam ilmu kalam atau theologi dikenal sebagai paham atau aliran Jabariyah yang bersifat inward looking. Sejauh ini, hampir sebagian besar
ulama menafsirkan posisi hubungan antara manusia dan Tuhan berpegang dan
mengacu pada ayat Alquran berikut yang bersifat theosentris atau
berpusat pada Tuhan.
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku
Adh-Dhariyat 56
Pandangan tersebut berbeda dengan pemikiran dan pandangan filsafat di dunia Barat yang beraliran anthroposentris
atau berpusat pada manusia. Meskipun belakangan sebagian ahli agama
Islam juga mengembangkan theologi pembangunan dengan pendekatan
anthroposentris berdasarkan kajian Alquran. Menurut pandangan ini, manusia diciptakan memang untuk mengabdi kepada Tuhan. Hanya saja, pengabdian tersebut bukan untuk kepentingan Tuhan, tetapi untuk kepentingan manusia itu sendiri. Karena sesungguhnya Tuhan tidak membutuhkan sesuatu (salah satu sifat Tuhan: qiyamuhu binafsihi). Perlu digarisbawahi bahwa Tuhan menurunkan rahmatNya berupa agama adalah sebagai petunjuk, tuntunan dan pedoman hidup (QS 2:2). Hal tersebut dapat dianalogikan
sebagai "rambu lalu lintas". Beberapa ciri pokok rambu adalah:
Sebuah rambu harus jelas dan mudah dipahami (QS 20 : 2),
Sebuah rambu mustahil menyesatkan,
Sebuah rambu kebenarannya bersifat pasti.
Sebuah rambu jika diikuti sudah pasti yang didapat bukan masuk jurang atau kecelakaan lain, akan tetapi akan mengantarkan "user" sampai pada tujuan dengan selamat, sejalan dengan doa dalam surat al-Fatihah: اهدنا الصراط المستقيم (Tunjukkanlah kami jalan yang lurus). Logikanya, di dunia yang bersifat fana atau sementara saja jika mengikuti
"teori" sunnatullah atau hukum sebab akibat dapat memberikan kepastian hasil,
maka "teori" agama haruslah memberikan lebih dari kepastian untuk meraih tujuan
kebahagiaan hidup di akhirat yang abadi. Pandangan tersebut diperkuat
dengan salah satu sifat Tuhan bahwa mustahil bagi Tuhan untuk mengingkari janji atas
sunnah yang diciptakanNya.
"Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengumpulkan manusia untuk (menerima pembalasan pada) hari yang tak ada keraguan padanya". Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.
Sulit dipungkiri dan dibantah pendapat yang mengatakan bahwa agama yang bersifat supranatural merupakan teori spekulatif, karena kebenarannya memang tidak dapat diukur dan dibuktikan di laboratorium sebagaimana sunnatullah atau
hukum alam yang bersifat natural. Sunnatullah pada hakikatnya adalah janji Allah swt. Sejauh ini pemahaman agama bergerak di
wilayah penafsiran atas dua sumber dan pedoman Islam, yakni Alquran dan Hadist. Sebagaimana diketahui bahwa sepeninggal Nabi saw
muncul dan berkembang berbagai penafsiran dalam
pemahaman agama. Guna menepis atau meminimalisir tudingan spekulatif tersebut,
berikut adalah
Cara Meraih Kebahagiaan di Akhirat
Di bawah ini merupakan sebuah pemahaman alternatif sekaligus "teori solutif" (moderat) guna memperluas cakrawala berpikir. Terhadap berbagai tafsir dan paham keagamaan yang berkembang sampai hari ini pada akhirnya terpulang pada pilihan individu sesuai dengan apa yang diyakini berdasarkan daya nalar dan pemahaman masing-masing
Laksanakanlah pesan azali Tuhan tentang misi kekhalifahan manusia di bumi yang berorientasi pads outward looking atau kesalihan sosial dengan membangun, menebar dan berbagi kebajikan di muka bumi sebagaimana dimaksudkan dalam Alquran.
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi".
Al-Baqarah 30
Pertanyaannya, bagamana implementasi dari misi kekhalifahan manusia di bumi? Hal itu
dijabarkan oleh Nabi saw melalui sabdanya: Tidaklah aku diutus Tuhan,
melainkan untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.
Dan sabdanya lagi: Sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat bagi manusia (dan makhluk) lain.
Jika manusia melaksanakan pesan azali tersebut seperti yang dikehendakNya, pastilah Tuhan akan berkenan atau dalam bahasa Alquran disebut rida.
رَضِيَ اللَّـهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ
Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya.
Al-Mujadila 22
Dan di sanalah pintu rahmat Tuhan terbuka. Satu contoh paling fenomenal implementasi pesan azali ini adalah riwayat seorang perempuan (mantan?) pelacur yang dinyatakan sebagai ahli sorga karena telah memberikan minum pada seekor anjing kehausan yang terperosok di dasar sumur tua.
Makna dan hakikat ibadah ritual seperti salat adalah sebagai sarana komunikasi langsung untuk memelihara kedekatan hubungan manusia dengan Tuhan. Dengan demikian dalam doa tidak mengharapkan hasil akhir (sikap paham Jabariah), tetapi sebagai sumber semangat dan kekuatan dalam melaksanakan misi kekhalifahan di dunia.
Dan lust but not least, dia haruslah seorang mukmin monotheistis.
Demikianlah Cara Meraih Kebahagiaan di Akhirat. Semoga bermanfaat.