Agustus 22, 2020
Beda Paradigma dalam Kebenaran
Hakikat Kebenaran
Dalam Islam pesan agar senantiasa berusaha dan berjuang untuk menegakkan kebenaran tertuang dalam Alquran.
وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ...
...serta nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran
Al-Ashr 3
Hanya saja apa itu kebenaran (dan kebaikan) secara spesifik tidak didefinisikan dalam Alquran. Kecuali gambaran secara implisit dan simbolik sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Fatihah dengan istilah "jalan lurus".
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
Tunjukilah kami jalan yang lurus,
Al-Fatihah 6
Namun secara global dan dogma, Alquran sebagai wahyu dari Allah swt yang diturunkan melalui rasulNya, Muhammad saw, mengandung dan membawa pesan tentang kebenaran dan kebaikan. Hanya Nabi saw yang mengetahui hakikat kebenaran dan kebaikan sebagaimana dikehendaki Allah swt. Oleh karena itu, sepeninggal Nabi saw timbul berbagai macam perbedaan dalam pemahaman, bahkan kadang bertentangan secara diametral antara satu pemahahaman dan pemahaman lain, baik pada Alquran maupun sunnah Nabi saw sendiri yang fungsinya sebagai penjelas wahyu Alquran.
Selain melalui wahyu Ilahi, untuk mencari dan menemukan hakikat kebenaran manusia melalui jalur pemikiran dengan menggunakan kemampuan akal pikiran yang dikenal dengan metode filsafat. Bedanya, jalur wahyu dimulai atau diawali dengan percaya lebih dahulu, kemudian mencari bukti. Meskipun jalur wahyu terbuka juga kemungkinan untuk bertolak dari sikap tidak percaya (agnostik), sebagaimana diriwayatkan dalam Alquran QS 2:260 tentang dialog nabi Ibrahim as dan Tuhan. Sementara metode filsafat menghendaki didahului dengan tidak percaya, kemudian mencari bukti.
Perbedaan paradigma dan prinsip terhadap kebenaran antara Islam dan non Islam
Right or wrong my country adalah sebuah ungkapan sebagai semboyan yang terkenal dari Lord Palmerston pada abad XIX dari Inggris yang artinya benar atau salah adalah negara saya. Negara harus selalu dibela. Pemahaman dan spirit atau semangat untuk menegakkan kebenaran yang mewakili dunia nonmuslim itu boleh dikatakan jauh berbeda bahkan bertolak belakang bila dibandingkan dengan ajaran Islam. Hal itu dapat ditunjukkan dalam kisah nabi Ibrahim as ketika menghancurkan patung-patung berhala di sekeliling ka'bah dalam menegakkan ajaran tauhid atau monotheisme atau keesaan Tuhan, meskipun harus bertentangan dan berhadapan dengan orang tuanya sendiri. Begitu pula yang dilakukan Nabi saw dalam menyampaikan dakwah dan menegakkan kalimah Allah swt, meskipun harus bertentangan dan berhadapan dengan pamannya, Abu Lahab. Namun kemudian Islam mengatur bagaimana sikap anak kepada orang tua yang mengajak kepada kemusyrikan dan jalan kesesatan.
وَإِن جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَن تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَاوَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًاوَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ
فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan
Luqman 15
Kendati demikian, dalam dunia hukum dikenal sebuah adagium berasal dari dunia nonmuslim yang senafas dengan ajaran Islam berbunyi Fiat Justitia Ruat Caelum dari Lucius Calpurnius Piso Caesoninus (43 SM) yang bermakna: Keadilan Harus Ditegakkan Meskipun Langit Akan Runtuh.
Simak Juga:
Langganan:
Posting Komentar (Atom)