PORTAL KAJIAN ISLAM KONTEMPORER: Memadukan Wahyu dan Nalar Sehat Menuju Keseimbangan Hidup. "Banyak orang terjerumus karena menilai kebenaran dari SIAPA yang mengatakan, bukan dari APA yang dikatakan"

Oktober 27, 2018

Mengapa NKRI Seperti Jeri?!





Saat ini kaum Nasionalis (para pembela NKRI) mengalami ujian yang sangat berat. Dari sisi kiri mereka diserang oleh kaum liberal yang menyebarkan paham Humanisme Liberal. Paham ini berpijak pada kebebasan individu berdasar nilai-nilai HAM universal. Mereka menganggap nasionalisme sudah usang karena bisa membelenggu kebebasan individu. Dari sisi kanan, kaum Nasionalis berhadapan
dengan kelompok radikal fundamentalis yang ingin mengganti dasar negara Pancasila dengan Alquran-Hadits dan mengubah bentuk negara NKRI dengan negara Islam. Kelompok yang memahami ajaran agama secara tekstual skripturalis ini menganggap nasionalisme adalah bid'ah dan NKRI adalah thoghut karena tidak berdasar Alquran-Hadits. Dengan bantuan teknologi informasi (medsos) kedua gerakan yang telah  merongrong ideologi negara ini menyebar dengan cepat dan menggerus semangat nasionalisme. Seperti terlihat dalam fenomena pergeseran dari "citizenship" (ikatan kewargaan berdasar ideologi dan teritorial negara) ke "nitizenship" (suatu ikatan kewargaan di dunia maya yang melampaui batas teritorial negara dan menembus seka-sekat ideologis). Menghadapi kedua tekanan ini kaum Nasionalis terlihat gamang. Mereka tidak bisa bersikap dan bertindak tegas terhadap berbagai manuver yang dilakukan para aktivis gerakan transnasional baik yang dari kanan maupun kiri yang telah menghancurkan ideologi negara atas nama kebebasan dan agama. Sikap ini terlihat jelas pada aparat negara dan kelompok sipil lainnya (ormas). Sikap tidak tegas ini muncul karena ketakutan dianggap anti Islam dan memusuhi umat Islam jika menindak tegas para aktivis gerakan transnasional yang telah merongrong spirit nasionalisme. Hal ini terlihat jelas dalam kasus pembakaran bendera HTI di Garut. Keberanian Banser bertindak tegas terhadap ormas terlarang HTI telah dipelintir seolah Banser memusuhi dan melecehkan Islam sehingga menjadi sasaran caci maki. Saya tidak bisa membayangkan jika yang melakukan hal itu bukan Banser. Jika organisasi yang memiliki akar keislaman yang kuat saja bisa dihujat dan dicaci maki, apalagi jika tindakan tersebut dilakukan oleh kelompok yang tidak memiliki basis keislaman yang kuat. Selain itu kegamangan kaum Nasionalis juga karena takut dituduh melanggar HAM dan kebebasan individu masyarakat. Ini terlihat ketika pemerintah mengeluarkan Perpu Ormas dan pelarangan HTI sebagai upaya pencegahan dini terhadap gerakan radikal yang mengancam kedaulatan negara. Tindakan pemerintah ini mendapat reaksi keras tidak hanya dari HTI tapi juga dari kaum liberal karena dianggap memberangus kebebasan. Akibat tindakan yang gamang ini gerakan transnasional menggerus nasionalisme menjadi semakin liar tak terkendali. Pemerintah jadi terlihat lemah karena tidak berani bersikap tegas pada ormas terlarang seperti HTI. Padahal sebagai organisasi terlarang, posisi HTI sama dengan PKI di hadapan hukum. Keduanya adalah kelompok dan faham yang tidak boleh hidup di negeri NKRI yang berdasarkan Pancasila. Tapi karena HTI menggunakan simbol agama mereka mudah mengelabui massa. Banyak masyarakat yang tertipu oleh logika dangkal HTI mengenai Islam yang disampaikan secara provokatif.
Sikap gamang aparat negara dalam menyikapi manuver politik kaum radikal transnasional ini sangat berbahaya karena bisa memancing timbulnya konflik horizontal. Terutama antara kelompok sipil (ormas) Nasionalis yang sudah tidak tahan  melihat ideologi negaranya terancam dengan  ormas terlarang, yang terus melakukan provokasi dan manuver merongrong negara atas nama agama. Seperti terlihat dalam kasus pembakaran bendera HTI di Garut. Untuk mecegah meluasnya benturan dan konflik sosial di masyarakat maka perlu ada tindakan tegas dari aparat negara terhadap kelompok yang mengancam ideologi dan kedaulatan negara. Tidak usah gamang dan ragu menghancurkan gerakan yang akan mengganti ideologi dan dasar negara, meskipun tindakan tersebut dilakukan atas nama agama. Memang ada risiko akan ada perlawanan dari kelompok masyarakat, terutama mereka yang pemahaman agamanya dangkal dan simbolik sehingga mudah tertipu oleh provokasi HTI. Tapi jika aparat bertidak tegas sesuai dengan koridor hukum, maka mayoritas rakyat akan mendukung, dan dengan cara ini konflik horizontal akan dapat dicegah. Dan yang tak kalah penting, kaum Nasionalis harus kompak bersatu mendukung aparat bertindak tegas. Jangan sampai mereka dibiarkan sendiri sehingga kehilangan legitimasi menghadapi gerakan para pengkhianat negara. Dengan demikian Banser tidak lagi merasa sendirian mempertahankan NKRI harga mati, sehingga dia tidak lagi menjadi sasaran hujatan dan caci maki hanya karena cintanya pada NKRI.
Karakteristik suku Sunda bagian selatan (segi tiga emas, yaitu Ciamis, Tasik, Garut) yg daalm pemahaman agama sejak lama memang cenderung formalistis, skriptualistis dan "kulit luar",
sehingga pemberontaK Karto Suwiryo (DI/TII) sulit ditumpas karena dilindungi mereka itu. Setelah hampir satu dasawarsa rezim Soekarno tak bs menumpas DI/TII (padahal di depan hidung), akhirnya intel batalion Siliwangi dapat mengidentifikasi basis kekuatan DI/TII, lalu menerapkan taktik dan strategi 'pagar betis' Melalui tradisi  'ziarah dn kultus habib', potensi dan basis mereka melebar ke jabodetabek yang memiliki karakteristik mirip dengan masyarakat daerah "segi tiga emas" dalam pemahaman agama. Pemerintah dalam hal ini kaum nasionalis dengan NKRI harga matinya, harusnya memetakan geopolitik ini guna membendung dan memberangus gerakan mereka, dengan taktik dan strategi 'pagar betis' era milenial. Dalam satu kesempatan seminggu pasca aksi 212 meeting dengan staf Mensesneg Pratikno, yang dihadiri Yeni Wahid yang urung datang karena penundaan pesawat dari Yogya, J. Kristiadi (CSIS), serta sejumlah aktivis LSM dan Ansor, penulis ikut diundang sebagai nara sumber..Kaum nasionalis sepertinya kesulitan mengidentifikasi dan menarik kesimpulan, saking banyaknya masukan. Dengan kata lain mereka gamang. Analisis tentang geopolitik di atas tampaknya belum pernah sampai di telinga kaum nasionalis cinta NKRI, termasuk aparat penegak hukum..

Sementara (repotnya), antara NU dn MD terlibat konflik kepentingan tersendiri (berebut pengaruh sejak jabang bayi), dimanfaatkan oleh mereka.

Sumber inspiraasi Al-Zastrouw

Simak Juga:




Posting Komentar