PORTAL KAJIAN ISLAM KONTEMPORER: Memadukan Wahyu dan Nalar Sehat Menuju Keseimbangan Hidup. "Banyak orang terjerumus karena menilai kebenaran dari SIAPA yang mengatakan, bukan dari APA yang dikatakan"

Juli 07, 2019

Jokowi Petruk Dadi Ratu







Sungguh menarik jika dicermati solah tingkah Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan (LBP), yang sebelumnya pernah ditunjuk dalam kabinet kerja pemerintahan presiden Jokowi sebagai Menko Polhukam itu. Pada awal masa menjabat ia terkesan menunjukkan sikap garang tetapi semenjak namanya tercantum dalam dokumen Panama Papers sikapnya berubah sedikit melunak, tenang dan murah senyum. Sekalipun sikap temperamental itu tiba-tiba kembali muncul dan ia 'pasang badan' ketika menjawab dan menanggapi kritik tajam dari Amin Rais yang cenderung arogan dalam kasus 'bagi-bagi' sertifikat tanah oleh Jokowi yang dinilai sebagai 'pengibulan'. Peran atau mungkin lebih tepat jasa LBP yang paling besar adalah dalam upaya 'menjinakkan' partai Golkar di bawah ketua umum Abu Rozal Bakri sekaligus sebagai pendukung utama kelompok 'MD3' yang selama tahun pertama berupaya mendelegitimasi kepemimpinan dan pemerintahan presiden Jokowi. Menjelang dan menghadapi pencalonan kembali sebagai presiden untuk periode kedua saat Jokowi memilih dan menggandeng KH Ma'ruf Amin sebagai cawapresnya. Tak ubahnya seperti LBP, dalam konteks dan spirit yang berbeda, peran cawapres kali ini pun dapat diibaratkan jimat (azimat) 'jamus kalimosodo' dalam kisah mithologi wayang dengan lakon Petruk Dadi Ratu (Petruk Jadi Raja), jika menilik kisah perjalanan Jokowi yang menapak karier politik benar-benar dimulai dari bawah.
Ketika seni pewayangan masih diminati bahkan menjadi bagian yang penting dan dominan dari kebudayaan masyarakat Jawa, tampaknya tidak banyak dari mereka yang mengetahui atau menyadari bahwa mitologi itu berasal dari negeri India. Mungkin karena pengaruh globalisasi dalam beberapa dekade terakhir ini pagelaran wayang tak lagi diminati atau malah nyaris dilupakan orang. Namun sebagaimana dialami oleh bangsa-bangsa lain yang lebih maju sekalipun, kerinduan pada warisan leluhur budaya lama yang sarat makna dan nilai-nilai luhur, suatu ketika akan muncul serta direnungkan kembali. Tak dapat dipungkiri bahwa kisah Mahabarata karya pujangga besar Walmiki itu bukanlah sekadar episode drama biasa, tetapi adalah sebuah hasil karya seni luar biasa yang sarat dengan makna dan pelajaran yang dalam tentang watak atau karakter manusia secara utuh dan lengkap berlaku untuk segala tempat dan zaman seperti benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata. Sebagaimana diriwayatkan bahwa pada awal masuknya agama Islam ke wilayah Nusantara khususnya di tanah Jawa semasa Wali Songo, kisah Mahabarata yang merupakan induk cerita seni pewayangan sempat mengalami sedikit modifikasi atau gubahan, konon untuk kepentingan dakwah. Salah satu fragmen yang tersohor hasil karya Raden Mas Said atau lebih dikenal dengan sebutan Sunan Kalijogo, salah seorang wali dari Wali Songo yang fenomenal dan paling mendalam pengalaman batinnya, adalah sebuah kisah yang dalam dunia pewayangan lazim disebut sebagai “lakon carangan” berjudul Petruk Dadi Ratu. Lakon “Petruk Dadi Ratu” berbentuk satire tersebut dapat dianalogikan dengan kisah perjalanan karir politik seorang Joko Widodo menjadi presiden Republik Indonesia ketujuh untuk periode kedua.

Halaman: 1 2



Simak Juga:




Posting Komentar